JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Para pembela hak asasi manusia terus menyuarakan keprihatinan atas kondisi kesehatan tahanan politik West Papua, Victor Fredrik Yeimo.
Victor Yeimo, juru bicara internasional KNPB sebagaimana diberitakan Radio New Zealand bahwa dia ditangkap Polisi Indonesia pada 9 Mei 2021 atas dugaan perannya dalam protes anti-rasisme yang berubah menjadi kerusuhan pada 2019.
Yeimo yang menghadapi 11 dakwaan, termasuk pengkhianatan, pembakaran, dan penghasutan, membantah tidak terlibat dalam protes tersebut.
Setelah tiga bulan ditahan polisi di Rutan Mako Brimob Jayapura, Papua, baru kemarin diizinkan untuk diperiksa oleh petugas medis menyusul desakan dan advokasi yang dilakukan oleh rakyat Papua.
Kasus tersebut mendapat perhatian dari pelapor khusus PBB untuk pembela hak asasi manusia, Mary Lawlor, yang mana ia mengatakan bahwa dirinya telah mendengarkan “laporan yang mengganggu” bahwa [Victor] Yeimo mengalami penderitaan karena sakitnya dan kondisi yang terus memburuk di penjara.
Lawlor mengatakan dia khawatir karena kondisi kesehatan Yeimo yang sudah ada sebelumnya dan diperburuk dengan risiko besar dari Covid-19.
I am hearing disturbing reports that Human Rights Defender from #WestPapua, Victor Yeimo, is suffering from deteriorating health in prison. I'm concerned because his pre-existing health conditions put him at grave risk of #COVID19. pic.twitter.com/q6Exq4LibE
— Mary Lawlor UN Special Rapporteur HRDs (@MaryLawlorhrds) August 10, 2021
Yeimo yang berusia 39 tahun itu adalah salah satu orang Papua yang baru ditahan karena tuduhan makar menyusul protes yang meluas pada Agustus dan September 2019. Termasuk apa yang disebut “Seven Balikpapan” yang [menerima hukuman penjara antara 10 dan 11 bulan dalam persidangan yang dilakukan di Kalimantan Timur].
Protes pada 2019 dimulai sebagai bentuk tanggapan dari pelecehan rasis yang dialamatkan kepada mahasiswa Papua di Jawa, dan menyebar di beberapa kota di Jawa dan kota-kota di Papua. Termasuk sejumlah korban dalam kerusuhan maut di Jayapura, Manokwari dan Wamena.
Yeimo dan KNPB adalah sebuah kelompok yang dibentuk mereka sendiri untuk mengkampanyekan penentuan nasib sendiri West Papua, yang telah menyerukan negosiasi antara gerakan kemerdekaan Papua Barat dan pemerintah Indonesia, yang mana orang Papua mengatakan bahwa mereka tidak akan berhenti menuntut untuk menuju proses penentuan nasib sendiri yang sah.
Sebuah organisasi internasional yang mengadvokasi hak-hak tahanan politik di Indonesia, Tapol, termasuk di antara kelompok-kelompok hak asasi yang telah mengajukan banding dan mendesak kepada pihak berwenang Indonesia untuk membebaskan Yeimo.
Juru kampanye Tapol Pelagio Doutel mengatakan, mereka khawatir Yeimo telah menjadi sasaran pembalasan negara.
Dia mengatakan bahwa tahanan diberi makan makanan yang tidak bergizi, yang dapat menyebabkan sakit maag, dan berpotensi diklasifikasikan sebagai tindakan penyiksaan.
Editor: Elisa Sekenyap