SORONG, SUARAPAPUA.com — Rendahnya minat membaca dan menulis serta tiadanya perpustakan gratis menjadi kendala utama dalam upaya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Papua untuk bersaing di era modern.
“Bicara literasi sebenarnya bukan hanya kemampuan membaca, tetapi juga memahami membaca. Saat ini belum banyak diterapkan kebiasaan membaca di usia dini. Apalagi sekarang generasi muda Papua lebih akrab dengan gadget, dan kebiasaan mendongeng juga berkurang,” kata Maria Baru di sela-sela kegiatan pelatihan pendidikan dasar literasi baca tulis dalam memperingati hari literasi se-dunia yang diadakan di KM 9 Kota Sorong, Rabu (8/9/2021).
Menurut Maria, membaca adalah salah satu stimulasi untuk memaksimalkan perkembangan otak. Apalagi di zaman maju seperti sekarang menuntut setiap generasi muda Papua untuk bersaing secara global.
“Tujuan utama kegiatan ini adalah membangun kesadaran generasi muda Papua di wilayah Sorong Raya tentang pentingnya baca tulis apalagi tidak ada fasilitas penunjang seperti perpustakaan gratis,” jelasnya.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh pelajar dan mahasiswa Papua, selain mengenal buku dan membaca, juga diajarkan menulis sebagai bekal dalam membangun gerakan literasi baca tulis.
Aprilia Malagifik, salah satu siswa peserta kegiatan ini, mengatakan, membaca dan menulis kadang membosankan hingga tidak banyak dilakukan walaupun itu sangat penting dan bersifat wajib bagi generasi muda di bangku pendidikan.
“Saya jarang membaca dan menulis. Di rumah paling kerja tugas dari guru dan setelah itu bermain handphone. Setelah ikut kegiatan pelatihan dasar literasi ini, saya menemukan banyak hal baru yang tidak saya dapat di sekolah, seperti perbedaan antara buku fiksi dan nonfiksi,” kata Aprilia.
Siswa SMA Negeri 3 Kota Sorong itu merasa termotivasi untuk melawan kecenderungan tidak mau membaca dan menulis.
“Selama ini rasanya berat, tetapi saya harus lakukan,” komitmennya.
Yohanis Kossay, mahasiswa Poltek KP Sorong, mencermati upaya pemberantasan buta aksara di Tanah Papua belum diseriusi berbagai pihak berkompeten.
Sebagai satu masalah serius yang cukup lama bahkan hingga kini masih belum juga teratasi, ia berharap ada gerakan bersama untuk memutus rantai buta aksara.
Kossay beralasan, jangankan di kawasan terpencil atau pedalaman, fakta miris ini mudah dijumpai di wilayah perkotaan.
“Di pedalaman memang kurang ada sarana dan prasarana sebagai pendukung peningkatan literasi aksara. Tetapi di kota juga sama. Di era digital saat ini, masih banyak anak, remaja bahkan orang dewasa yang belum bisa membaca, menulis, dan berhitung,” tuturnya.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You