BeritaOlvah Alhamid Dianggap Menyakiti Hati Orang Papua

Olvah Alhamid Dianggap Menyakiti Hati Orang Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Aktivis dan Tapol Papua, Ambrosius Mulait menyatakan, pernyataan Olvah Alhamid yang belakangan dianggap tidak proporsional adalah bentuk permainan istana untuk membungkan suara rakyat Indonesia yang belakangan banyak mengkritisi kebijakan pemerintahan Joko Widodo soal penuntasan Hak Asasi Manusia di tanah Papua.

“Olvah dimunculkan sebagai influncer untuk mempengaruhi pola pikir rakyat Indonesia dengan narasi pemerintah Indonesia yang dominan salah terkait hal-hal yang terjadi di Papua,” ungkap Ambrosius yang adalah Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) kepada suarapapua.com dari Jakarta, Senin (11/10/2021).

Katanya, misalnya ketika mengikuti logika berpikir Olvah bahwa siapapuan yang berbicara prespektif Hak Asasi Manusia (HAM), setidaknya orang tersebut harus perna tinggal di Papua.

Jiak cara pandang dan konstruksi berpikir seperti itu kata Ambro sapaan akrab Ambrosius Mulait, maka Presiden Jokowi tidak boleh berbicara mengenai penderitaan rakyat Palestina, seperti yang selama ia suarakan. Karena beliau belum perna tinggal di Palestina dan tidak merasakan apa yang dialami rakyat Palestina.

Baca Juga:  Generasi Penerus Masa Depan Papua Wajib Membekali Diri

“Maka dengan demikian bagi saya itu logika yang kredil bagi pejuang HAM,” tukas Ambro.

Ambro pun menyentil kebiasaan presiden Jokowi dan Menkopolhukam, Mahfud MD yang sering klaim soal investasi, pembangunan dan kasus-kasus lainnya yang terjadi di Papua.

“Maka itu harus dihentikan karena belum perna tinggal di Papua. Ini logika penjajah Hindia Belanda yang ditransfer ke pribumi Indonesia yang masih diterapkan di Papua oleh pemerintahan saat ini.”

Jika informasi yang terjadi di Papua itu tidak benar mestinya kata Ambro perlu dibuka ruang demokrasi dengan mengijinkan wartawan nasional, internasional maupun peneliti dan akademisi masuk ke Papua melakukan kegiatan mereka.

“Nyatanya pemerintahan Jokowi terus menghambat akses jurnalis masuk ke Papua. Tindakan seperti ini telah diketahui oleh rakyat Papua. Kemudian selama ini gencar bungkan isu Papua di internasional, tetapi telah diketahui internasional.

“Saya memberitahu kepada saudari Olvah bahwa masalah Papua sudah menjadi masalah internasional, bukan soal Indonesia saja. Jadi dengan pernyataanmu ini saya merasa kasihan karena anda bicara tidak realistis. Akhirnya sekarang dibuli. Mengapa dibuli? karena statemen anda telah melukai dan menyakiti hati keluarga korban di Papua.”

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

Ambro juga menyebut Asfinawati dan YLBHI adalah pekerja HAM dan lembaga kredibel yang selalu mengadvokasi kasus-kasus Papua, termasuk kasus mahasiswa Papua se Jawa Bali.

“Sayangnya respon Olvah tidak menunjukkan profesionalitas, dan jelih merespon semua itu.”

Ambro juga mengkritisi Ali Mochtar Ngabalin, tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) yang kala itu hadir dalam acara tv tersebut.

“Hal yang sama dilakukan Ali Ngabalin. Semenjak membantu Presiden 2 periode ini, ia menikmati di atas penderitaan rakyat Papua walaupun dia klaim diri mewakili Papua. Mesti Dia memberikan masukan kepada Presiden untuk penegakan keadilan [Justice] di tanah Papua. Sekarang Ngabalin cukup urus kebutuhan makan minum dirinya saja, daripada bicara Papua yang hanya menyakiti hati orang Papua.”

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

Sebelumnya, Olvah Bwefar Alhamid, putri Indonesia Intelegensia 2015 wakil Papua Barat berdebat dengan Asfinawati, Ketua YLBHI dalam acara dialog di salah satu tv Bersama Ali Mochtar Ngabalin, tenaga ahli utama KSP, Frida Kelasin, Anggota DPRD Papua Barat 2014-2019, dan Nicodemus Wamafma, Jurkam Hutan Papua Greeenpeace Indonesia.

Dalam acara yang disiarkan pada 7 Oktober 2021 itu, Olvah Alhamid melontarkan kata-kata yang menyinggung orang Papua. Ia menyebut setidaknya tindakan represif karena atribut bintang kejora yang terjadi di Papua itu tidak benar.

“Kita yang tinggal di sana [Papua] tidak merasa seperti itu. Di sana itu aman tenteram saling menghargai. Saya tinggal di sana. Dari kecil sampai sekarang tidak ada yang terjadi tindakan represif karena bintang kejora. Perlu tinggal di sana 1 atau 2 – 6 bulan supaya tahu betul kejadian di sana. Jangan hanya dengar laporan,” kata Olvah di kompas.tv merespon pernyataan Asfinawati dari YLBHI.

 

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.