Gustaf Kawer: Pengadilan dan Kejagung Jangan Jadi Sarana untuk Diamkan Pelanggaran HAM

Soal Penyidikan Kasus Paniai oleh Kejaksaan Agung

0
942

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Advokat dan praktisi hukum Papua, Gustaf Kawer memberikan apresiasi kepada Kejagung yang telah membuat dan menetapkan tim penyidik kasus Paniai berdarah taun 2014 sebagai pelanggaran HAM berat. Karena ia menilai hal itu dilakukan di tengah lambannya penegakkan hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua, termasuk kasus Paniai.

Hal ini disampaikan Gustaf Kawer kepada suarapapua.com di Jayapura, Minggu (5/12/2021) malam menanggapi pembentukan tim penyidik oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan dalam kasus Paniai. Kasus ini telah ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Kawer menjelaskan, langkah Kejaksaan Agung menetapkan tim penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM kasus Paniai perlu diapresiasi di tengah lambannya penegakan hukum terhadap kasus-kasus ham di Papua. Salah satunya adalah kasus Paniai berdarah tahun 2014.

Dia membeberkan, kasus Pelanggaran HAM Paniai 2014, Wasior 2001 dan Wamena 2003 merupakan kasus pelanggaran HAM yang telah ada rekomendasi dari Komnas HAM RI sebagai pelanggaran HAM berat. Namun pada tahun 2019 dan 2020 setelah dilimpahkan Komnas RI ke Kejaksaan Agung, berkas-berkasnya dikembalikan ke Komnas dengan alasan kurang cukup bukti dan alasan administrasi lainnya.

“Namun karena Kejaksaan Agung sudah lanjutkan dan bentuk tim penyidik. Ini langkah bagus. Yang terpenting adalah negara harus buktikan bahwa pengadilan dan kejaksaan agung bukan menjadi sarana yang mendiamkan pelaanggaraan HAM yang dilakukan negara di Papua dan Indonesia,” bebernya.

ads
Baca Juga:  Pembagian Selebaran Aksi di Sentani Dibubarkan

Gustaf mengungkapkan, kasus pelanggaran HAM di Papua baru satu yang ke pengadilan HAM yakni kasus Abepura 7 Desember 2000. Namun, dalam persidangan di pengadilan HAM Makassar dua aktor dan pelakunya divonis bebas. Di tingkat kasasi juga divonis bebas.

“Kasus Abepura berdarah 7 Desember 2000 dibawah ke pengadilan HAM Makassar. Dua orang aktor dan pelakunya yang menjadi terdakwa, yakni Jhony Wainal Usman Mantan Wadan Brimob Polda Papua dan Daud Sihombing, mantan Kapolresta Jayapura di vonis bebas di pengadilan maupun di tingkat kasasi. Ini artinya ada upaya negara untuk tidak serius dalam penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia,” tegasnya.

Kasus tersebut, menurutnya mengikuti jejak kasus Pelanggaran HAM Timor Timor yang hampir seluruh terdakwa bebas. Dia membeberkan, untuk kasus pelanggaran HAM di Timor Leste dari 18 terdakwa hanya 1 terdakwa yakni Euriko Guterres dari sipil yang divonis bersalah. Kasus pelanggaran ham Tanjung Priok dengan terdakwa sebanyak 14 orang juga divonis bebas di Peradilan pertama maupun kasasi.

Dari tiga kasus ini, Kawer menilai meskipun ada upaya negara untuk membawa kasus-kasus pelanggaran HAM ke Pengadilan HAM, para terdakwa selalu divonis bebas. Sehingga ia mengaku pesimis untuk penyelesaian kasus Paniai.

Baca Juga:  Kapendam Cenderawasih: Potongan Video Masih Ditelusuri

“Karena menurut hemat saya, para terdakwa selalu divonis bebas. Saya memberikan apresiasi untuk upaya Kejaksaan Agung dalam kasus Paniai. Tetapi mereka harus buktikan bahwa para pelaku betul-betul diadili dan divonis sesuai perbuatannya. Ini akan memberikan rasa keadilan untuk keluarga, dan juga akan membuka kran penyelesaian pelanggaran HAM dalam upaya memberikan rasa keadialan bagi para pencari keadilan (keluarga korban) di Indonesia,” katanya.

Dikatakan, penegakan HAM di Indonesia dan Papua sebenarnya mendapat raport merah di masyarakat internasional.

“Makanya tak heran komisioner tinggi PBB ingin mengunjungi Papua tetapi hingga kini tdk diizinkan oleh pemerintah indonesia,” ujar Kawer.

Namun, lanjut dia, penyelesaian pelanggaran HAM sebenarnya perlu diseriusi oleh aparat penegak hukum termasuk kasus ham di Paniai supaya korban dan masyarakat internasional tahu bahwa negara ini serius menyelesaikan persoalan ham di Papua yang terjadi baik sebelum integrasi, Pepera hingga zaman reformasi ini.

“Negara harus buktikan lewat institusinya baik Komnas, kejaksaan agung dan pengadilan bukan sarana untuk “mendiamkan” kasus pelanggaran ham marak di Papua ini,” pungkas Kawer.

Kejaksaan Agung Bentuk Tim Penyidik untuk Kasus Paniai 2014

Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meneken Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 tanggal 3 Desember 2021. Surat terkait pembentukan Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Provinsi Papua Tahun 2014.

Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

“Jaksa Agung Burhanuddin selaku penyidik pelanggaran HAM berat telah menandatangani surat keputusan pembentuk tim tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Jumat (4/12/2021) kemarin.

Leonard menjelaskan, pertimbangan dikeluarkannya keputusan dan surat perintah Jaksa Agung tersebut memperhatikan surat Ketua Komnas HAM Nomor 153/PM.03/0.1.0/IX/2021 tanggal 27 September 2021 perihal tanggapan atas pengembalian berkas perkara terhadap hasil penyelidikan pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai tahun 2014 di Papua untuk dilengkapi.

“Ternyata belum terpenuhi adanya alat bukti yang cukup, oleh karena itu perlu dilakukan penyidikan (umum) dalam rangka mencari dan mengumpulkan alat bukti,” kata Leonard.

Menurut Leonard, alat bukti diperlukan untuk membuat terang tentang dugaan pelanggaran HAM Yang Berat yang terjadi, guna menemukan pelakunya.

Maka dari itu, dengan dikeluarkannya Keputusan Jaksa Agung dan Surat Perintah Penyidikan dimaksud, maka telah terbentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Yang Berat di Paniai Provinsi Papua Tahun 2014 yang terdiri dari 22 orang jaksa senior dan diketuai oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Ali Mukartono.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaJaksa Agung Baru Teken Surat Pembentukan Tim Penyidik Kasus Paniai Berdarah 2014
Artikel berikutnyaAI Indonesia Desak Negara Bebaskan Delapan Pengibar Bendera Bintang Kejora di Papua