Mahasiswa Puncak Se Jawa Bali Mendesak Presiden Jokowi Tarik Pasukan TNI/Polri Dari Puncak

0
882
Mahasiswa Puncak se-Jawa Bali dan solidaritas pro demokrasi bakar peti mati yang bertuliskan RIP HAM Indo saat aksi di Jakarta, Senin (7/3/2022). (Suplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mahasiswa Puncak se Jawa Bali dan Solidaritas Pro Demokrasi mendesak Presiden Jokowi segera menarik militer organik dan non-organik dari Kabupaten Puncak Papua serta bertanggungjawab penuh atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri di Kabupaten Puncak Papua.

Selain itu pihak solidaritas pro demokrasi minta Bupati Puncak (Willem Wandik) untuk segera menarik surat izin operasi militer yang dikeluarkan pihaknya selama 30 hari (telah melebih batas waktu). Pemerintah Kabupaten Puncak Papua bertanggungjawab penuh atas penelantaran siswa akibat operasi militer.

Permintaan itu disampaikan ratusan mahasiswa Papua dalam aksinya di Jakarta, yang dimulai dari asrama Puncak menuju Istana Presiden pada, Senin (7/3/2022).

Dalam pernyataan mereka mendesak agar aparat yang telah menempati gedung-gedung sekolah untuk segera keluar, dan Pemkab Puncak segera bertanggungjawab.

“Stop menggunakan fasilitas pendidikan sebagai penampungan basis aparat militer. Pemerintah Puncak agar bertanggungjawab atas korban pengungsian rakyat sipil akibat operasi militer. Kami mengutuk keras aparat TNI dan Polri yang melakukan penganiayaan, yang mengakibatkan kematian terhadap anak SD, Makilon Tabuni serta 6 teman lainnya. Pelakunya segera diadili secara hukum yang berlaku,” tukas mahasiswa

ads
Baca Juga:  ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

Mereka juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten Puncak untuk segera menjalankan roda pemerintahan Kabupaten Puncak, dan hentikan aktifitas pemerintahan di Kabupaten Timika, karena Timika bukan wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Puncak.

Segera buka akses jurnalis asing dan nasional untuk meliput konflik di Papua (khususnya di Kabupaten Puncak Papua).

“Kami menolak tim investigasi bentukan aparat TNI dan mendesak pemerintahan Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen.”

Berikut rentetan penganiayaan dan penembakan di Puncak

Desakan itu disampaikan mahasiswa berdasarkan rentetan kasus penganiayaan dan penembakan yang melibatkan aparat TNI dan Polri serta Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang terjadi di wilayah Kabupaten Puncak Papua sejak 2008. Terutama korbannya yang masyarakat sipil – anak-anak serta perempuan.

Poster bertuliskan “mama sampaikan pada Tuhan kalo aparat indonesia trus bunuh tong” saat aksi mahasiswa Puncak dan Solidaritas pro Demokrasi di Jakarta, Senin (7/3/2022). (Suplied for SP)

Pada, 8 April 2022, seorang guru atas nama Oktovianus Rayo (40) tewas ditembak di Kabupaten Puncak Papua. Oktovianus mengajar pada SD di kampung Julukoma distrik Beoga Puncak. Aparat menuding kematian Oktovianus dilakukan oleh kelompok kombatan TPNPB.

Baca Juga:  Teror Aktivis Papua Terkait Video Penyiksaan, Kawer: Pengekangan Berekspresi Bentuk Pelanggaran HAM

Setelah itu, TPNPB menembak Yonatan Rande, seorang guru honorer di SMPN 1 Beoga di Beoga. Penembakan itu dilakukan pihak TPNPB karena menduga Oktovianus Rayo dan Yonatan Rande mata-mata aparat apparat TNI dan Polri.

Pada 25 April 2021, Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI Putu IGP Dani Nugraha Karya diduga ditembak anggota TPNPB di kampung Dambet, distrik Beoga, Puncak.

Respon hal itu, presiden memerintahkan agar mengejar kelompok tersebut dan direspon dengan mengirimkan 500 aparat gabungan TNI dan Polri ke Ilaga Puncak pada 15 Mei 2021. Hal itu didukung oleh peralatan lengkap dan 3 buah helikopter menembak secara brutal di kampung-kampung warga sipil di Puncak.

Operasi tersebut tidak hanya menyasar pada oknum-oknum, tetapi kepada warga masyarakat sipil di kampung-kampung dan rumah-rumah warga. Akibatnya masyarakat sipil menjadi korban dan warga dari tiga distrik mengungsi ke dalam hutan. Ada pula warga yang mengungsi ke halaman kantor Bupati Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Nabire, Timika dan Lanny Jaya.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua Minta Presiden Jokowi Copot Jabatan Pangdam XVII/Cenderawasih

Akibat pengejaran itu mengakibatkan tiga korban warga lokal, diantarannya Patianus Kogoya (45),  Paitena Murib (43) dan Erialek Kogoya (55). Kepala desa, dan tiga orang lainnya beserta seorang anak-anak berusia 5 tahun mengalami luka-luka.

Pada 22 Februari 2022 di Kelemame dan Sinak, telah terjadi penganiayan tujuh anak SD dan satu dari mereka meninggal dunia. Bahwa bermula dari kasus pencurian Senjata jenis SS2 milik prajurit Batalyon Infanteri Mekanis 521/Dadaha Yodha, Prada Kristian Sandi Alviando. Makilon Tabuni meninggal setelah dianiaya dan jenazahnya telah diperabukan.

Tujuh anak tersebut adalah siswa SD Inpres Kelemame dan SD Inpres Sinak. Mereka adalah Deson Murib klas 5 SD (9), Makilon Tabuni klas 4 SD (8) (almarhum), Pingki Wanimbo, (9), Waiten Murib, klasis 6 SD (9) Aton Murib klas 6 SD (9), Elison Murib klas 6 SD (9), dan Murtal Kulua, (9).

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaMRP Berharap Ada Perhatian Pemda Terhadap Pengelolaan dan Produksi Slei Nenas Apahapsili
Artikel berikutnyaWartawan Jubi Dilarang Liput Pertemuan Bahas Provinsi Papua Tengah