Rakyat Papua Wilayah Laapago Tolak Rencana Dialog Inisiasi Komnas HAM

0
681
Rakyat Papua di wilayah Laapago ketika mengekspresikan penolakan rencana pelaksanaan dialog yang diinisiasi Komnas HAM RI. (Onoy Lokobal - SP)
adv
loading...

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Rencana dialog yang diinisiasi oleh Komnas HAM Republik Indonesia terkait kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua ditolak oleh rakyat Papua di Wilayah Laapago. Mereka berpendapatan bahwa langkah itu dianggap terlambat, karena persoalan HAM Papua bukan lagi menjadi isu nasional, tetapi telah menjadi isu internasional.

Penolakan itu mereka ekspresikan dengan membentangkan sejumlah poster bertuliskan “kami rakyat Papua tidak membutuhkan dialog”. “Indonesia segera membuka akses kedatangan kunjungan Dewan HAM PBB”.

Kaitanus Ikinia, Ketua Panitia Nasional penyambutan Dewan HAM PBB Wilayah Laapago menyatakan penolakan dialog yang diinisiasi Komnas HAM, karena pihaknta tidak mau terdi pengalaman buruk yang perna terjadi, seperti Pepera 1967, Otsus 2021 dan yang lainnya yang membawa orang Papua menjadi korban di atas tanahnya sendiri.

“Kami rakyat Papua menyatakan sikap menolak dialog itu. Kami juga anggap agenda dialog itu sudah selesai,” tegas Ikinia kepada suarapapua.com di halaman Kantor ULMWP di Wamena, Sabtu (19/3/2022).

Dikatakan, persoalan Papua untuk saat ini mesti diselesaikan dalam koridor internasional di meja umum PBB. Persoalan Papua bukan lagi persoalan pembangunan dan kesejahteraan, tetapi persoalan Papua adalah persoalan kemanusiaan yang harus di selesaikan secara internasional secara bermartabat.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

kami rakyat papua yang mengalami korban kekerasan oleh negara( pelanggaran ham masa lalu dan masa kini) yang hingga saat ini belum terselesai, tegas Ikinia, kami sudah bentuk panitia penyambutan KT-Dewan HAM PBB di tujuh wilaya adat, dan kami siap menyambut.

“Oleh sebab itu kami rakyat Papua mendesak kepada Indonesia untuk segera membuka akses tim investigasi masuk berkunjung ke tanah Papua,” tukas Ikinia.

Iche Murib, Menteri Urusan Perempuan dan Anak dalam struktur Pemerintahan Sementara Negara West Napua menjelaskan, pelanggaran HAM di tanah Papua telah terjadi sejak tahun 1962 hingga 2022. Sudah 60 tahun lebih, tetapi sejuah ini negara membiarkan hal itu.

“Pelanggaran sejarah hak politik, hak hidup, dan banyak hal lainnya yang ujung-ujungnya terjadi genosida dan ekosida di Papua. Jadi, negara kalau mau mempercayakan Komnas HAM untuk fasilitasi dialog itukan aneh, karena komnas HAM itukan bentukan Indonesia. Bagaimana orang Papua mau terima lembaga bentukan Indonesia untuk fasilitasi dialog. Tidak mungkinlah. Itukan tidak independenkan, karena tentu akan mengamankan kepentingan negara. Maka kepercayaan rakyat Papua terhadap negara itu sudah tidak ada,” tukas Murib.

Sementara, katanya, perjuangan bangsa Papua melalui pemerintahan sementara ULMWP, jelas bahwa agendanya adalah menuju Hak Penentuan Nasib Sendiri.

“Ada jalur politik, hukum dan HAM yang diperjuangkan. Pemerintah sementara ULMWP juga mendapat dukungan dan pengakuan secara global di tingkat internasional yang terdiri dari 108 negara yang mendesak Komisi Tinggi Dewan HAM PBB untuk ke West Papua, dan Indonesia sebagai negara anggota PBB mengetahui hal itu dan itu bukan rahasia lagi.”

ads
Baca Juga:  Tiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

Oleh sebab itu katanya tidak ada lagi tindakan blunder membuat agenda yang tidak sesuai dengan keinginan orang Papua.

Sejauh ini kata Murib, pihaknya telah membentuk panitia penyambutan Dewan HAM PBB di setiap 7 wilayah adat di tanah Papua, sebagai bentuk dukungan pelaksanaan investigasi dugaan pelanggaran HAM di tanah Papua.

 

Pewarta: Onoy Lokobal

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaMenang Dramatis, Persipura Batal Ucap “Goodbye Liga 1”
Artikel berikutnyaTapol Papua: Kami Tegas Menolak Dialog Versi Indonesia