Soal Lapor Ke PBB, Mahasiswa Papua: Jangan Cari Sensasi Kalau Tidak Bisa Tepati Janji

0
737
Solidaritas mahasiswa bersama rakyat Papua tolak DOB saat menyerahkan aspirasi pernyataan sikap kepada ketua MRP Timotius Murib di hadapan anggota MRP dan mahasiswa Papua, Kamis (24/3/2022). (Agus Pabika - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com – Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura mempertanyakan stetmen Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe yang pernah menyatakan bahwa akan melapor ke PBB bila satu nyawa orang asli Papua mati ditembak aparat TNI dan Polri di tanah Papua.

Hal tersebut ditegaskan Presiden Mahasiswa (Presma) Uncen, Salmon Wantik saat melakukan audiens dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) beberapa waktu lalu di ruang rapat kantor MRP.

Salmon Wantik menegaskan, mahasiswa Papua saat ini mempertanyakan stetmen Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe waktu itu di kampung Harapan.

“Banyak orang asli Papua mati di tembak di luar hukum dan bagaimana sikap bapak [Lukas Enembe] terhadap kematian orang asli Papua [saat] ini? Kenapa belum lapor ke PBB?” tegasnya.

Wantik mengatakan saat ini Rakyat Papua menunggu penyataan dan sikap Gubernur Provinsi Papua dengan banyaknya nyawa orang asli Papua yang melayang karena senjata api milik aparat.

ads

“Rakyat Papua hari hari ini tunggu pernyataan dan sikap bapak, karena banyak rakyat Papua mati tertembak. Jangan mencari sensasi kalau tidak bisa tepati janji,” ucapnya.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Sementara itu, Kiri Keroman, Ketua BEM FISIP Uncen menambahkan situasi saat ini banyak orang asli Papua dibunuh dan ditembak, terutama di daerah-daerah konflik, seperti Intan Jaya, Nduga, Maybrat, dan baru-baru ini di Yahukimo. Bagaimana pemerintah baik DPRP, MRP dan Gubernur Provinsi Papua menanggapi kejadian-kejadian ini.

“Saat ini rakyat dan mahasiswa Papua secara sadar menolak produk kebijakan dari negara baik, Otsus maupun pemekaran DOB. Namun kenapa gubernur, DPR Papua dan MRP tidak menyuarakan hal ini. Padahal kalian dipilih untuk menyuarahkan aspirasi keinginan dari mereka saat ini,” ujar Keroman.

Keroman meminta MRP sebagai lembaga manifestasi dari orang asli Papua harus menyuarakan keinginan rakyat Papua, bukan mengambil kebijakan sendiri tanpa mendengar keinginan rakyat Papua.

“Para bupati stop bicara pemekaran DOB. Perhatikan rakyat yang sedang mati dan mengungsi dari invasi militer di Papua yang ingin menghabiskan orang asli Papua lalu mengamankan investasi SDA di tanah Papua.”

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Pada September 2018 di kampung Harapan Sentani Papua, Gubernur Papua Lukas Enembe, sesaat sesudah acara syukuran Bupati dan Wakil Bupati Puncak, mengatakan, bahwa jangan lagi ada orang Papua yang mati sia-sia. Apabila ada yang mati ditembak TNI dan Polri, dirinya tidak segan-segan langsung melapor ke PBB.

“Ko mau TNI kah, Polisi kah kalau bunuh orang Papua, saya langsung lapor PBB,” tukas Enembe.

Menurutnya populasi orang Papua sudah sangat sedikit, sehingga jangan ada lagi pembunuhan-pembunuhan yang dapat semakin menghabiskan jumlah orang Papua.

Laporan Amnesty di Papua
Laporan terbaru Amnesty International Indonesia mengungkapkan, 95 warga sipil di Papua menjadi korban pembunuhan di luar hukum – dari 2018 hingga 2021.

Menurut Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, pelaku pembunuhan di luar hukum umumnya diduga aparat keamanan.

“Jumlah warga yang dibunuh oleh aparat negara mayoritas adalah orang asli Papua. Jumlah ini seluruhnya merupakan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan aparat keamanan terhadap orang asli Papua dengan jumlah 94 orang. Sedangkan, bukan orang asli Papua ada satu korban warga sipil,” kata Usman dalam konferensi pers daring, Senin (21/3/2022).

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Usman memaparkan, pada 2018 tercatat ada 12 kasus dengan korban 18 orang, sementara tahun 2019 ada 16 kasus dengan korban 32 orang.

Pada 2020 ada 19 kasus dengan jumlah korban 30 orang dan pada tahun 2021 ada 11 kasus dengan korban 15 orang.

“Ini semuanya dilakukan oleh aparat keamanan negara,” ujarnya.

Usman menjelaskan, operasi aparat keamanan militer menimbulkan paling banyak korban, yakni 37 orang, diikuti oleh operasi Polri dengan jumlah korban 17 orang, dan operasi gabungan TNI-Polri dengan korban 39 orang. Aksi petugas penjara dilaporkan mengakibatkan jumlah dua warga sipil tewas.

 

Pewarta: Agus Pabika

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaAktivitas Perkantoran Akan Ditutup, Jika Pemekaran DOB Dilanjutkan
Artikel berikutnyaIni 10 Pernyataan Sikap Penolakan Pemekaran DOB Rakyat Papua di Lanny Jaya