Komite Nasional Papua BaratKNPB Minta Lima Aktivis yang Ditersangkakan Segera Dibebaskan

KNPB Minta Lima Aktivis yang Ditersangkakan Segera Dibebaskan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komita Nasional Papua Barat (KNPB) mengatakan bahwa aparat kepolisian telah melakukan pelanggaran UU lalu lintas, namun malah mengkriminalisasikan KNPB yang dalam kondisi duka menahan 83 keluarga yang sedang melayat.

Ones Suhuniap, Juru Bicara KNPB Pusat mengatakan, Polisi menangkap 83 keluarga duka dari Kris Awi Pahabol, dan 6 orang lainnya masih ditahan di Polresta kota Jayapura.

“Kami ada di Polresta, 15 orang dibebaskan tadi siang, 6 orang masih diproses penyidik di Polresta. Dari 6 orang kemungkinan 4 atau 5 orang akan ditahan dengan status tersangka pengananiayaan aparat Polisi,” jelas Ones kemarin.

Dikatakan, sesungguhnya polisi sengaja menciptakan skenario, dimana mereka menghalangi jalan saat keluarga dan kerabat membawa jenazah almarhum ke pemakaman.
Mestinya, pihak polisi menghormati dan menghargai nilai kemanusiaan.

“Orang duka dan bawah mayat atas nama kemanusiaan. kita diizinkan orang bawa mayat secara bebas tanpa dihalangi. Kapolres kota Jayapura sengaja tugaskan dua polisi untuk memprovokaksi keluarga almarhum Kris Awi Pahabol. Keluarga duka mimita agar polisi tidak halangi, namun dua polisi itu sengaja menghalangi keluarga duka kemudian mereka juga pancing keluarga duka dengan mengambil gambar. Hal ini memancing emosi sehingga pukul satu polisi,” katanya.

Kemudian, disaat selesai pemakaman ketika pulang, polisi hadang dan melakukan penangkapan. Jika dilihat dari kornologis maka polisi sengaja tugaskan dua polisi untuk provokasi keluarga duka.

“Polisi seharusnya menghormati hak asasi manusia, ketika orang bawa mayat. tidak ada alasan menghalangi orang bawah mayat. Apa lagi mengambil gambar atau foto. Itu harus ada izin dari keluarga atau orang yang bersangkutan. Apakah dia bersedia ambil gambar atau tidak? Ini persoalan privasi dan hak setiap orang dilindungi. Apa lagi ambil gambar tanpa izin itu melanggar hak seseorang,” katanya.

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

Oleh sebab itu atas nama penghormatan hak asasi manusia, maka 6 orang yang ditahan itu untuk segera dibebaskan. Menurutnya, tindakan aparat kepolisian ini merupakan tindakan yang menyalahi aturan dan hal ini baru pertama kali terjadi di Papua.

“Cerita baru di Papua bahwa orang bawah mayat dihalangi dan melakukan penangkapan terhadap keluarga yang berduka,” katanya.

Ketua KNPB Pusat, Agus Kosay, menambahkan bahwa polisi telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang bagaimana memberikan ruang bagi kendaraan yang digunakan untuk keperluan tertentu untuk menggunakan jalan.

Kata Kossay, peraturan perundang-undangan yang ada memberikan peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas.

Hak utama itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993. Dalam Pasal 65 ayat 1 disebutkan, pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas seperti, 1, Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugus, 2. Ambulans yang mengangkut orang sakit, 3. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, 4. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara, 5. Iring-iringan pengantar jenaza, 6. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, 7. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Baca Juga:  KNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di Tanah Papua

Kata Agus Aturan ini suda jelas bahwa semua kendaraan tersebut di atas wajib didahulukan dalam berlalu lintas. Berdasarkan ayat 2 Pasal 65 PP di atas harus disertai dengan peng-awalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan isyarat atau tanda-tanda lain, tetapi yang ada malah Polisi menghalangi jenasah di depan jalan.

“Kami juga mengamankan anggota polisi lainnya. Kami jaga agar tidak terjadi hal yang lebih parah dan itu kami lakukan untuk melindungi aparat, tapi yang ada kami malah dituduh dengan pasal pengeroyokan yang jelas hal itu bermula dari permainan aparat sendiri yang memancing kami untuk berbuat demikian. Kami minta agar aparat kepolisian untuk tidak beralasan dengan hal-hal yang tidak masuk akal untuk mengkriminalisasikan aktivis KNPB,” tukas Agus.

Sementara Itu, Emanuel Gobay, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua ditempat terpisah mengatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945.

Maka dalam kasus ini kata dia semestinya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme Restoratif Justice sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Akan Gelar Aksi Damai Peringati Hari Aneksasi

Emanuel Gobay, selaku kuasa hukum 5 orang yang ditersangkakan dalam insiden tersebut menegaskan, Kapolda Papua, Kapolresta Jayapura agar tidak menetapkan 5 orang sebagai tersangka, dan melindungi oknum Polisi yang melakukan tindakan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kapolda Papua Segera Perintahkan Kapolresta Jayapura untuk memproses hukum 2 Oknum Polisi yang melakukan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Gobay.

LBH juga meminta Kapolda Papua Segera Perintahkan Kapolresta Jayapura untuk menerapkan SE / 8 / VII / 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana sebagai bentuk implementasi kepada setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 dalam kasus insiden di depan kuburan Waena.

 

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

0
"Kelompok kami menanggapi tangisan dan keinginan rakyat kami untuk merebut kembali Kepulauan Solomon dan mengembalikan kepercayaan pada kepemimpinan dan pemerintahan negara kami," kata koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.