Komite Nasional Papua BaratKNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di...

KNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di Tanah Papua

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Yahukimo, Nieuw Guinea Raad (NGR) dan Rakyat Papua di Yahukimo mendesak Komnas HAM RI dalam menangani kasus penganiayaan warga sipil Papua di Puncak, Yahukimo baru-baru ini dan semua kasus kekerasan di tanah Papua melibatkan semua stakeholder yang ada di tanah Papua.

“Kami mendesak Komnas HAM RI, dan Komnas HAM RI perwakilan Papua dalam menangani kasus kekerasan di tanah Papua harus melibatkan pihak gereja, NGO dan lembaga kemunusian lainnya, serta pemerhati HAM di tanah Papua. Segera membentuk tim independen untuk investigasi kasus kekerasan di Puncak Papua baru-baru ini,” tegas Jhon Suhuniap, Ketua KNPB Wilayah Yahukimo di Kantor KNPB di Dekai, Selasa (2/4/2024).

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

Dengan Demikian KNPB menyampaikan beberapa poin pernyataan sikap;

  1. Mendesak Komnas HAM RI Komnas HAM perwakilan Papua Melibatkan Gereja NGO dan Lembaga kemanusiaan serta pemerhati HAM di Papua membentuk tim independen untuk investigasi kasus kekerasan di Puncak Papua.
  2. Mendesak kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan melibatkan Majelis Rakyat Papua mendorong pembentukan Pansus.
  3. Mendesak segera mencopot jabatan Pangdam XVII/Cenderawasih dari jabatannya, karena tidak mampu membina anggota dan pernyataan Pangdam Cenderawasih telah membohongi publik. Di mana dalam pernyataan menyangkal bahwa video penyiksaan di Puncak Papua adalah video editan.
  4. Mendesak 13 orang anggota TNI pelaku penyiksaan di Puncak Papua segera dihukum seberat-beratnya dan memecat dengan tidak hormat.
  5. Polda Papua segera hentikan pembohongan publik atas kasus penangkapan dan penyiksaan terhadap dua pelajar di Yahukimo dan segera bebaskan dua pelajar tanpa syarat.
  6. Mendesak Dewan HAM PBB segera ke Papua untuk investigasi kasus pelanggaran HAM di Papua.
  7. Segera membuka akses jurnalis internasional dan palang merah internasional masuk ke Papua.
  8. Mendesak kepada TNI dan Polri dan TPNPB segera hentikan perang (gencatan senjata) dan segera mendorong perundingan politik untuk mencari solusi penyelesaian akar konflik di Papua yang dimediasi oleh pihak ketiga.
  9. Mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua secara bebas untuk menentukan nasib masa depan sendiri, sebagai solusi alternatif mengakhiri konflik politik di Papua.
  10. Segera tarik militer baik organik maupun non organik dari Papua.
  11. Mendesak agar militer Indonesia hentikan pendropan militer di Yahukimo dan seluruh Papua.
  12. Mendesak dan mengutuk atas nama Tuhan, alam, tulang belulang, dan roh moyang orang Papua bahwa hentikan intimidasi seksual terhadap ibu-ibu di kebun-kebun yang terjadi dari tahun 2023 lalu hingga saat ini tahun 2024.
  13. Mendesak kepada TNI dan Polri dan (Brimob) yang bertugas di Yahukimo bahwa hentikan penangkapan liar terhadap masyarakat sipil.
  14. Mendesak TNI dan Polri (Brimob) hentikan pengrebekan yang masih dilakukan di kediaman masyarakat sipil di Yahukimo.
Baca Juga:  Ketua KNPB Pegubin Ajak Suku Ngalum dan Ketengban Bersatu

Pernyataan itu disampaikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Sektor, Wilayah Yahukimo, Nieuw Guinea Raad (NGR) dan Rakyat Papua di Yahukimo.

Terkini

Populer Minggu Ini:

DKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP

0
“Aksi ini untuk mendukung sidang DKPP atas pengaduan Gerats Nepsan selaku peserta seleksi anggota KPU Yahukimo yang haknya dirugikan oleh Timsel pada tahun 2023. Dari semua tahapan pemilihan komisioner KPU hingga kinerjanya kami menilai tidak netral, sehingga kami yang peduli dengan demokrasi melakukan aksi di sini. Kami berharap ada putusan yang adil agar Pilkada besok diselenggarakan oleh komisioner yang netral,” kata Senat Worone Busub, koordinator lapangan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.