JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Nanaia Mahuta mengatakan para pemimpin Pasifik menginginkan “kejelasan yang lebih luas” dari Kepulauan Solomon tentang kesepakatan keamanan China, dan mungkin perlu memajukan pertemuan regional yang penting.
Mahuta minggu ini melakukan perjalanan ke Fiji untuk menandatangani perjanjian kemitraan tingkat tinggi, “bersatu tidak seperti sebelumnya” menurut perdana menteri Fiji. Kemitraan itu adalah dalam hal masalah ekonomi, keamanan, perubahan iklim dan bantuan kemanusiaan.
Tetapi perjanjian baru itu datang ketika yang lain menyebabkan kecemasan bagi Selandia Baru dan negara-negara Pasifik lainnya. Dimana Kepulauan Solomon pada hari Jumat lalu bersiap untuk menyelesaikan perjanjian keamanan menyeluruh dengan China, dengan pejabat senior kedua negara “menginisialisasi” dokumen dalam persiapan penandatanganan resmi.
“Menurut pandangan saya, beberapa negara Pasifik akan menginginkan kejelasan yang lebih besar dari Solomon Islands, seputar maksud perjanjian itu, dan sejauh mana kepentingan kedaulatan Solomon dapat berdampak pada kedaulatan regional dan kepentingan keamanan Pasifik,” kata Mahuta pada, Jumat lalu.
Mahuta mengatakan para pemimpin dari 18 negara yang membentuk Forum Kepulauan Pasifik (PIF), yang meliputi Selandia Baru dan Kepulauan Solomon, akan bertemu pada Juni. Tetapi pertemuan itu mungkin perlu dilakukan lebih awal sebagai tanggapan atas kesepakatan keamanan Kepulauan Solomon.
Fiji telah membahas pengaturan keamanan dengan Kepulauan Solomon. Hal itu dikonfirmasi oleh Perdana Menteri Solomon Islands, Manasseh Sogavare, yang mengatakan pada, Selasa lalu bahwa dia telah membahas masalah ini dengan Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama.
Media Australia telah melaporkan bahwa Perdana Menteri Scott Morrison telah meminta dukungan Bainimarama untuk menghalangi Kepulauan Solomon dari kesepakatan itu.
Presiden Negara Federasi Mikronesia, David Panuelo, juga menulis surat kepada Manase Sogavare pada minggu ini untuk menyampaikan “kekhawatiran keamanan serius” tentang rencana tersebut karena takut Kepulauan Pasifik “akan menjadi pusat konfrontasi di masa depan antara kekuatan-kekuatan besar ini”.
Pewarta: Elisa Sekenyap