PolhukamDemokrasiTokoh Adat Irarutu Minta Bupati Bintuni Tidak Kriminalisasi PN

Tokoh Adat Irarutu Minta Bupati Bintuni Tidak Kriminalisasi PN

SORONG, SUARAPAPUA.com — Tokoh adat di kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, menolak dengan tegas segala bentuk kriminalisasi dan upaya pembungkaman ruang demokrasi oleh bupati Teluk Bintuni dengan melaporkan Pius Nafurbenan (PN) ke pihak penegak hukum.

Engelbertus Kofiaga, kepala suku Irarutu, mengingatkan pemerintah tidak gemar alergi dengan segala cibiran hingga kritik pedas dari masyarakat yang merasa ada sesuatu yang perlu diperbaiki.

“Mengkritik pejabat publik merupakan bagian dari demokrasi untuk memperbaiki kinerja agar lebih baik kedepan,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima suarapapua.com, Rabu (6/4/2022).

Pernyataan ini disampaikan untuk menanggapi laporan polisi yang dibuat Petrus Kasihiw, bupati Teluk Bintuni melalui kuasa hukumnya advokat Yohanes Akwan dan Rahmat Taufik di Polres Teluk Bintuni, Selasa (5/4/2022).

Pius Nafurbenan, salah satu tokoh masyarakat, dilaporkan dengan dugaan fitnah dan pencemaran nama baik bupati Teluk Bintuni. Pengaduannya tercatat dalam laporan polisi dengan nomor LP/B/49/III/2022/SPKT/Res Teluk Bintuni/Papua Barat.

Kritikan Pius dilontarkan pada saat pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di kantor Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tujuh Suku kabupaten Teluk Bintuni, Sabtu (2/4/2022).

Engelbertus berpendapat, segala permasalahan tidak harus ditempuh dengan jalur hukum, jika masih bisa diselesaikan dengan cara damai di para-para adat.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

“Saya tidak setuju masalah ini dibawa ke ranah hukum. Kuasa hukum bupati harusnya jeli melihat masalah. Pak Pius bicara kritikan itu di kantor LMA Tujuh Suku, maka harus diselesaikan juga dari sini,” ujarnya.

Engelbertus juga menilai kritikan tersebut bagian dari bentuk kekecewaan masyarakat lantaran betapa sulitnya masyarakat untuk menemui orang nomor satu di kabupaten Teluk Bintuni.

“Kuasa hukum bupati tidak merasakan apa yang dirasakan masyarakat. Dia jadi bupati karena dipilih oleh masyarakat. Selama ini masyarakat mau ketemu bupati saja sangat susah. Kritikan itu hanya sekadar menyoroti kinerja dari bupati. Saya akan mengambil langkah adat untuk menuntut balik nama baik masyarakat adat saya suku Irarutu,” tegasnya.

Samuel Orocomna, perwakilan pemuda Teluk Bintuni, menyatakan, langkah hukum yang ditempuh kuasa hukum bupati Teluk Bintuni untuk menyelesaikan masalah tersebut merupakan bentuk pembungkaman ruang demokrasi.

“Bapak Pius bicara itu bagian dari mengontrol semua sisi baik pemerintahan, ekonomi, sosial budaya maupun lainnya. Mengkritik bukan berarti menjelekan, tetapi memberikan masukan. Pemerintah harus bersedia menerima kritikan karena banyak masyarakat yang mengeluh terhadap kondisi nyata di kabupaten Teluk Bintuni,” tutur Samuel.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Senada, Anselmus Kofiaga, perwakilan pemuda Irarutu, menilai pernyataan PN tidak perlu dipersoalkan karena bermaksud menyampaikan aspirasi rakyat setempat.

“Namanya aspirasi, intinya bahwa yang punya aspirasi adalah masyarakat, jadi pemerintah setidaknya harus menerima dengan tenang,” kata Ansel.

Kofiaga mengaku video yang tersebar itu hanya cuplikan sebagian kecil saja, tidak secara keseluruhan.

“Kami tetap tuntut nama baik dari Suku Irarutu dan masalah ini harus diselesaikan dari rumah adat,” ujarnya.

Sementara itu, Roy Masyewi, tokoh pemuda suku Wamesa, mengatakan, setelah mendapat data kronologi kejadian, PN menyampaikan kritikan pada saat berkumpul di rumah adat, sehingga penyelesaiannya harus dikembalikan dan diselesaikan oleh lembaga adat.

Para pemuda dari tujuh suku di kabupaten Teluk Bintuni, kata Roy, menyarankan pihak Kepolisian Resort Teluk Bintuni untuk merekomendasikan pengaduan bupati Teluk Bintuni dapat diselesaikan secara adat.

“Kepolisian harus mempertimbangkan secara baik masalah ini dan merekomendasikan untuk diselesaikan di lembaga adat, karena masalah ini terjadi di kantor LMA Tujuh Suku,” ujar Roy.

Roy juga mempertanyakan eksistensi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di kabupaten Teluk Bintuni sehubungan dengan adanya laporan polisi tersebut.

“LBH itu untuk siapa? Melayani masyarakat atau pejabat negara? Dalam forum yang digelar MRP itu banyak mama-mama mengeluh dan menyampaikan hal yang sama terkait kondisi di kabupaten Teluk Bintuni seperti juga disampaikan oleh bapak Pius Nafurbenan,” jelasnya.

Baca Juga:  Velix Vernando Wanggai Pimpin Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua

Menurut Sulfianto dari Perkumpulan Panah Papua, dengan melihat sepak terjang Pius Nafurbenan bahwa komentarnya itu hal yang lumrah dan wajar sesuai kondisi sesungguhnya.

“Bapak Pius bicara berdasarkan pengalaman sebagai tokoh masyarakat adat dan tokoh yang ikut menjaga kabupaten Teluk Bintuni menjadi lebih baik. Banyak jasa beliau terhadap kabupaten ini selama puluhan tahun sejak mengabdi sebagai guru bantu di Warganusa, distrik Kaitaro hingga sekarang,” kata Sulfianto.

Setelah diangkat menjadi PNS, Pius Nafurbenan dipercayakan sebagai kepala sekolah di distrik Babo. Jabatan ini ia emban selama 20 tahun. Baru tahun 2003 dimutasikan ke kantor Dinas Pendidikan kabupaten Teluk Bintuni.

Pius juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Teluk Bintuni pengganti antar waktu.

“Kita lihat kondisi Teluk Bintuni sedang tidak baik-baik saja, sehingga bapak Pius melakukan kritik kepada kepala daerah untuk kebaikan bersama yaitu membangun Teluk Bintuni yang lebih baik lagi,” imbuh Sulfianto.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.