Rakyat Laapago Peringati 59 Tahun Aneksasi West Papua yang Kelam

0
518

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Rakyat Papua di Wilayah Laapago gelar perayaan Hut ke satu (I) disahkannya dua belas (12) kabinet Pemerintahan Sementara (ULMWP) dan sekaligus memperingati aneksasi West Papua ke 59 tahun pada 1 Mei 2022 di Wamena.

Iche Murib, menteri urusan perempuan dan anak Pemerintahan Sementara (ULMWP) mengatakan, dalam sejarah bangsa West Papua, tanggal 1 Mei adalah hari mimpi buruk. Di mana dimulainya teror oleh Indonesia terhadap bangsa Papua, dimana 1 Mei 1963, berdasarkan kesepakatan ilegal ‘New York Agreement pada 15 Agustus 1962’ oleh Badan Eksekutif Pemerintah Sementara PBB atau United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) secara sepihak menyerahkan wilayah administrasi West Papua kepada pemerintahan Indonesia.

Mulai saat itulah, katanya pendudukan ilegal secara masif dilakukan oleh Indonesia atas West Papua. Hal itu terjadi tidak terlepas dari konspirasi ekonomi, politik antara para pihak yang terlibat dalam kesepakatan ilegal tersebut – tanpa mempertimbangkan keselamatan nasib bangsa Papua.

“Peristiwa aneksasi West Papua ke dalam Indonesia hingga pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (Pepera) 1969 adalah cacat hukum dan cacat moral kemanusiaan yang merupakan kejahatan serius yang sangat tidak manusiawi dilakukan oleh negara-bangsa asing terhadap bangsa Papua sebagai subjek hukum atas wilayah West Papua. Sejak itulah, pendudukan ilegal oleh Indonesia secara masif dimulai, sembari teror dan intimidasi militer Indonesia terhadap penduduk West Papua terus dilakukan,” tegasnya.

Pasca aneksasi West Papua ke Indonesia, aparat Indonesia melakukan berbagai peristiwa kejahatan kemanusiaan. Mulai dari operasi militer dengan berbagai macam sandi operasi, dim ana Operasi Wisnumurti I dan II pada Mei 1963-April 1964, Operasi Tangkas dan Operasi Sadar pada 1964 – 1966, Operasi Baratayudha pada Maret 1966, Operasi Sadar pada Juni 1968, Operasi Wibawa pada 25 Juni 1968, Operasi Pamungkas antara 1970 – 1974, Operasi Kikis pada 1977 hingga 1978.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Operasi Sapu Bersih 1978 – 1982, Operasi Sate tahun 1984, Operasi Galak I 1985-1986, Operasi Galak II 1986 – 1987, Operasi Kasuari I dan II tahun 1987-1989, Operasi Rajawali I dan II tahun 1989-1991, Operasi pengamanan daerah rawan tahun 1998-1999, Operasi Pengendalian pengibaran tahun 1999-2002, Operasi Penyisiran di Wamena tahun 2002 – 2004, operasi Nemangkawi hingga, Paniai Berdarah 2014, Operasi militer di Nduga, Yahukimo, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, Puncak Jaya dan yang saat ini adalah operasi Damai Cartens.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Atas peristiwa tersebut, lebih dari 500.000 orang Papua yang tak berdosa telah terbunuh di tangan pemerintah Indonesia. Dalam sebuah laporan PBB mengatakan dalam tiga tahun terakhir sekitar 100.000 orang West Papua telah mengungsi karena ulah militer Indonesia telah.”

Katanya, peristiwa-peristiwa ini menjadi perhatian serius dunia internasional, terutama  desakan negara-negara Afrika Caribian, Pasifik, Eropa dan sejumlah negara lainnya yang mendesak pemerintah Indonesia membuka akses bagi Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengunjungi tanah Papua.

“Jadi, melihat perkembangan ini, masalah West Papua kini menjadi masalah internasional. Sementara tindakan Indonesia melalui UU Otonomi Khusus dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru hanyalah upaya untuk mendomestikasi masalah West Papua yang sedang menjadi perhatian internasional,” tukasnya.

ads

Selain itu, tanggal 1 Mei juga merupakan hari bersejarah dalam perlawanan bangsa Papua, dimana secara bertahap pasca deklarasi Pemerintah Sementara 1 Desember 2020, tanggal 1 Mei 2021 Pemerintahan Sementara ULMWP kemudian mengumumkan 12 kabinet Menteri, serta diumumkan juga nama-nama Komandan Militer “West Papua”

“Indonesia sudah tidak bisa lagi melihat kami sebagai bangsa terjajah, sebagai separatis dan kategori label buruk lainnya. Kami telah menunjukkan kepada dunia bahwa kami sudah siap untuk berdiri dan mengatur tanah kami sendiri,” tegasnya.

Sementara itu, Kaitanus Ikinia, selalu Ketua Panitia Penjemputan KT. Dewan HAM PBB ke West Papua, mengatakan bahwa menindaklanjuti pernyataan Presiden Sementara, Hon. Benny Wenda pada tanggal 28 April 2022 jelang 1 Mei, pihaknya menghimbau kepada seluruh elemen bangsa Papua dan rakyat West Papua dimana pun berada bahwa, pada 12 Mei 2022 akan ada pertemuan penting antara Parlemen Internasional untuk West Papua (IPWP) dengan Parlemen Uni-Eropa.

“Jadi, rakyat bangsa west Papua baik yang ada di gunung-gunung, lembah-lembah, pesisir pantai dan kepulauan untuk melakukan doa secara damai, dalam rangka merefleksikan 59 tahun aneksasi West Papua ke Indonesia.”

Baca Juga:  KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara


Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaEmmanuel Macron Lebih Unggul di Pasifik Meskipun Jumlah Pemilih Menurun
Artikel berikutnyaKetua Poksus DPRP: Pembentukan DOB di Saat Kapasitas Fiskal Daerah Belum Kuat