Status Kelembagaan LMA yang Dipimpin Lenis Kogoya Dipertanyakan GPII Laapago

0
881

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) pertanyakan status kelembagaan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang dipimipin Lenis Kogoya, yang menyatakan sikapnya untuk membekukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan mengambil alih lembaga kultur masyarakat Papua itu oleh LMA.

“Saya sangat sayangkan dukungan LMA yang hanya mengatasnamakan kelompok-kelompok. Kalau boleh tidak mengatasnamakan rakyat sebagai wujud representasi adat kultur orang Papua. Apalagi dengan mempolitisir lembaga adat (LMA) sebagai aspirasi rakyat,” tukas Sony Lokobal, Ketua GPII Laapago kepada suarapapua.com di Wamena, Kamis (2/6/2022).

Sony lalu mengatakan, ketika memperhatikan keberadaan LMA dan pengakuan makamah konstitusi, maka LMA telah selesai. LMA di MK, sebagai lembaga adat telah diputuskan kalah secara hukum dan tidak terdaftar sebagai lembaga adat masyarakat Papua di Kemenkumham RI.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Oleh sebab itu Sony minta kepada Lenis Kogoya utuk tidak memperkeru situasi, terutama soal legalitas adat sebagai alat politik yang mana menyebut untuk membekukan MRP dan akan diambil alih oleh LMA.

“Perlu anda (Lenis Kogoya) kaji ulang [LMA] agar dapat diterima MK dan diakui secara hukum kelembagaan LMA itu sendiri,” ujarnya.

Untuk itu, Soni Lokobal selaku ketua GPII dan juga sebagai anak adat lembah Balim (Wamena) menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak ikut-ikutan.

“Saya mohon kepada seluruh masyarakat wilayah adat Laapago agar tidak ikut-ikutan dalam hal kelembagaan LMA yang masih belum dapat pengakuan hukum yang berlaku di negara kesatuan republik Indonesia,” harapnya.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

Sebelumnya, Lenis Kogoya, Ketua LMA Provinsi Papua dalam kegiatan deklarasi Papua damai di Wamena, 1 Juni 2022 mengatakan akan membekukan lembaga MRP dan MRP akan diambil alih oleh LMA.

“Majelis Rakyat Papua itu puya kewenangan. Kewenangannya adalah tertera dalam pasal 20 [UU Otsus] itu untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Yang memberikan aspirasi itu siapa? Kami lembaga masyarakat adat memberikan aspirasi kepada MRP, lalu MRP melanjudkan kepada pemerintah. Itu aturannya, namun selama 20 tahun itu LMA menyatakan bahwa tidak pernah diajak duduk sama-sama bicara masalah Otsus itu sendiri. Akhirnya, kesimpulan kami adalah mengambil ahli kekuasaannya. Karena yang memberikan rekomendasi adalah lembaga adat, maka kami ambil alih,” tegas Lenis Kogoya.

ads
Baca Juga:  Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

 

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor:Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaKNPB: Aksi Demo Tiga Juni Dilaksanakan Secara Damai dan Bermartabat
Artikel berikutnyaMasyarakat Dogiyai Dilarang Membawa Senjata Tajam, yang Kedapatan Akan Dipenjara 10 Tahun