Rilis PersIzin Pelepasan Kawasan Hutan Dicabut, Tiga Perusahaan di Papua Gugat Menteri Investasi

Izin Pelepasan Kawasan Hutan Dicabut, Tiga Perusahaan di Papua Gugat Menteri Investasi

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat di Lembah Grime Nawa, kabupaten Jayapura, provinsi Papua, telah lama resah dengan kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di atas tanah adat mereka. Tanpa persetujuan masyarakat luas, ratusan hektar hutan telah digunduli perusahaan ini.

Pada awal 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan nomor 01/2022 yang mencabut izin konsesi puluhan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua, termasuk PT PNM. Putusan ini seperti memberi harapan baru bagi masyarakat adat di Papua.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut diikuti pembentukan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi oleh Presiden Joko Widodo dengan menetapkan Keppres nomor 1 tahun 2022. Satgas ini dipimpin Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, dibantu Wakil Menteri ESDM, Menteri LHK, dan Menteri ATR/Kepala BPN yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.

Sejak awal Satgas bertugas menindaklanjuti pencabutan izin usaha pertambangan, izin pinjam pakai kawasan hutan, hak guna usaha, dan hak guna bangunan, yang didasarkan proses verifikasi perizinan dan klarifikasi dari perusahaan.

“Hasil kerja Satgas ini berlanjut dengan pencabutan izin konsesi kawasan hutan kepada 15 perusahaan oleh Kepala BKPM pada tanggal 29 Maret 2022,” kata Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulisnya pada 30 Maret 2022.

Baca Juga:  F-MRPAM Kutuk Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Massa Aksi di Jayapura 

Adapun tiga perusahaan diantaranya yang dicabut izinnya adalah perusahaan yang memiliki izin pelepasan kawasan hutan yang ada di Papua, yakni PT PNM di kabupaten Jayapura seluas 16.182,48 hektar, PT Menara Wasior (MW) di kabupaten Teluk Wondama seluas 28.838,82 hektar, dan PT Tunas Agung Sejahtera (TAS) di kabupaten Mimika seluas 39.500,42 hektar, dengan total luas 84.521,72 hektar.

Pemerintah menurut Bahlil Lahadalia, tidak main-main untuk mencabut perizinan perusahaan yang tidak sesuai peruntukkannya dan tidak melaksanakan kewajibannya.

Perusahaan PT TAS dan PT PNM merupakan dua perusahaan yang mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan semasa Menteri Zulkifli Hasan. Izin diberikan menjelang akhir masa jabatan sebagai Menteri Kehutanan, yang pernah diperiksa terkait kasus dugaan korupsi. Pada 15 Juni 2022, Zulkifli Hasan yang juga ketua Partai Amanat Nasional (PAN) kembali diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Perdagangan.

Dari data yang ada diketahui bahwa tiga perusahaan (PT PNM, PT TAS, dan PT MW) yang izinnya dicabut merupakan anak perusahaan Indo Gunta Group, yang diduga saham dan bisnisnya dimiliki dan dikuasai Anthoni Salim, direktur Indofood Sukses Makmur TBK, dan pemilik saham mayoritas Salim/Indofood Group, salah satu taipan penguasa lahan dan bisnis minyak kelapa sawit di Indonesia. Indogunta dan IndoAgri memiliki desain logo yang sama. Logo ini menjadi merk dagang Indofood. Beberapa anak perusahaan Indogunta dan Indofood dibawah IndoAgri juga berbagi kantor yang sama.

Baca Juga:  Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa di Sejumlah Kota

Bekangan perusahaan melawan dan menggugat putusan pemerintah yang mencabut izin perusahaan. Pada 14 Juni 2022 lalu, PT PNM, PT TAS, dan PT MW menggugat keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatannya tercatat dengan nomor perkara 166/G/2022/PTUN.JKT, 167/G/2022/PTUN.JKT, dan 168/G/2022/PTUN.JKT.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menyebut situasi hukum ini menjadi perhatian masyarakat adat di sekitar areal konsesi perusahaan penggugat tersebut dan organisasi masyarakat sipil untuk pembelaan hak-hak masyarakat adat dan lingkungan.

“Gugatan ini akan memperpanjang jalan perjuangan masyarakat merebut kembali wilayah adat mereka,” kata Tigor Hutapea, staf Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dalam siaran pers, Rabu (22/6/2022).

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Karena itu, Tigor menyatakan pentingnya wilayah adat bagi masyarakat adat untuk tetap dipertahankan sebagai hutan yang bermanfaat sebagai salah satu sumber pangan masyarakat adat.

Berdasarkan fakta di lapangan, kata Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, hutan di Grime Nawa dan daerah sekitarnya memiliki beragam potensi. Bahkan masyarakat setempat telah mengelolanya sebagai wilayah konservasi berbasis masyarakat adat.

“Apabila kehadiran perusahaan kebun sawit tetap dipertahankan, justru keragaman hayati akan semakin terancam dan bahkan punah,” ujar Sekar.

Oleh sebab itu, dalam menghadapi serangan balik perusahaan ini, pemerintah harus menghadapinya dengan transparan.

“Pemerintah harus membuka ke publik semua pertimbangan dan hasil evaluasi yang dilakukan Satgas Penataan Penggunaan Lahan,” lanjutnya.

Menurut Sekar, publik terutama masyarakat adat tentunya akan mendukung langkah pemerintah mempertahankan upaya pencabutan tersebut.

Selain itu, berharap pemerintah harus mempercepat pengakuan masyarakat adat serta penetapan wilayah adat mereka demi mempertahankan hutan tersisa. (*)

 

Narahubung:
Tigor Hutapea, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (081287296684)
Sekar Banjaran Aji, Greenpeace Indonesia (081287769880)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.