Materi Muatan dan Substansi UU Pembentukan Prov PBD Harus Cerminkan Isi UU Otsus

0
451

SORONG, SUARAPAPUA.com— Agustinus Kambuaya, Anggota DPRPB dari Fraksi Otsus meminta kepada pemerintah pusat agar materi muatan dan substansi dari UU pembentukan Provinisi Papua Barat Daya harus mencerminkan isi UU Otsus tersebut.

Agustinus  meminta materi muatan dan substansi UU pembentukan Prov Papua Barat Daya (PBD) harus mencerminkan isi dari UU Otsus karena UU Otsus lahir sebagai rekonsiliasi politik dan resolusi konflik antara exstrim kiri dan kanan yang harus ditetapkan oleh pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada posisi tertinggi dalam proses politik hukum dan implementasi pemerintahan Papua dalam NKRI.

“Kami minta pemerintah pusat agar materi muatan dan substansi UU Otsus pembentukan PBD harus mencerminkan UU Otsus lahir sebagai rekonsiliasi politik, resolusi konflik antara exstrem kiri dan kanan yang perlu di tempatkan pada posisi tertinggi dalam proses politik hukum dan implementasi pemerintahan Papua dalam NKRI. Otsus yang berhasil, Papua sejahtera, NKRI maju dan kuat,” tegas Agustinus kepada suarapapua.com, Senin (29/8/2022).

Menurutnya, pemekaran Provinsi PBD merupakan aspirasi yang terus diperjuangkan selama 20 tahun, sejak kebijakan moratorium pemekaran 15 sampai 10 Tahun lalu. Ia melihat aspirasi tersebut tidak berhenti, tapi terus diperjuangkan bagai perjuangan melawan arus atau kasarnya disebut menabrak tembok.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Ttitik terang perjuangan PBD, lanjut dia, mulai bergulir ketika adanya niat pemerintah untuk melakukan revisi terbatas UU Otsus nomor 21 tahun 2001 menjadi hasil perubahan kedua UU nomor 2 tahun 2021. Khususnya revisi pada delegasi kewenangan pasal 76 tentang prosedur dan proses pemekaran yang awalnya dilakukan masyarakat melalui DPRPB dan MPR namun hasil perubahan mendelegasikan adanya kewenangan langsung pemerintah pusat untuk melakukan kebijakan pemekaran.

ads

Dia meminta pada hasil perubahan UU nomor 2 tersebut sehingga Dewan Perwakilan Rakyat  Indonesia (DPRI) kemudian memasukan Prov. PBD sebagai salah satu agenda kerja komisi II DPR RI atau diajukan sebagai salah satu RUU prioritas usul inisiatif DPR RI bukan hanya merupakan usul inisiatif DPR RI, Papua Barat kini menjadi perhatian eksekutif atau Presiden.

“Presiden secara langsung mengirimkan surat (SURPRES) kepada DPRRI sebagai bentuk keseriusan dukungan pembentukan Prov.PBD sehingga jalan menju Prov. PBD makin pasti. Oleh sebab itu, UU pemekaran PBD harus perlu dimasukan delegasi kewenangan Otsus,” katanya.

Menurut Agustinus, DPRRI  dalam proses pembahasan dan penyusunan RUU pembentukan  prov. PBD  sebagai payung hukum terbentuknya porivnsi tersebut hendaknya dalam materi muatan dan substansi serta rujukan hukum dan perundang-undangan  perlu memperhatikan aspek kekhususan Papua.

Baca Juga:  Pleno Rekapitulasi Hasil Pemilu di PBD Resmi Dimulai

Di dalam UU Otsus  telah diatur secara sistematis dan terperinci menyangkut ruang lingkup hak dan kewenangan masyarakat Papua dalam sebagai aspek kehidupan.

“Semanggat sesunguhnya dari UU Otsus yang bersifat khusus ini adalah mengatasi kesenjangan sosial atau disparitas antara wilayah subyek utama dalam UU Otsus adalah orang asli Papua, karena itu roh otsus sesunghnya proteksi, afirmasi dan empowerment atau pemberdayaan,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan hal yang harus diatur dalam UU pembentukan PBD merupakan rujukan sumber hukum pembentukan PBD yang mestinya lebih dominan pada UU Otsus nomor 21 tahun 2001 hasil perubahan UU nomor 2 tahun 2021 dan PP 106, PP 107, bukan UU pemerintah nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang berlaku universal di Indonesia.

Merujuk pada UU Otsus sebagai sumber rujukan penyusunan UU pembentukan Prov. PBD maka perlu memasukan aspek kewenangan pemerintahan khusus yang diatur dalam UU nomor 2 tahun 2021 pasal 1 ayat 2-ayat 15 .Otsus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua.

Baca Juga:  Aksi di Dua Tempat, Pleno Suara Kabupaten Tambrauw Sempat Ricuh

 Kata dia, penegasan seluruh materi muatan ini tersurat dalam Pasal 76 ayat 4 dan 5 UU nomor 2 hasil perubahan tahun 2021 bahwa pemekaran harus menjamin dan memberikan ruang kepada orang asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial-budaya.

Sementara itu, mama Lina Bame, pedagang harian pasar bahwa Otsus telah berlanjut dan lahirlah pemekaran maka harus ada sekala proritas dalam memperhatikan masyarakat asli Papua serta pemda harus mempunyai data setiap kabupaten dan kota tentang jumlah orang asli Papua di setiap wilayah pemerintahan.

“Pemerintah harus punya data di setiap kabupaten dan kota. Harus proritaskan orang Papua. Orang Papua yang benar-benar butuhkan. Jangan anak pejabat saja selalu diproritaskan, tapi masyarakat akar rumput pu anak juga. Otsus su lanjut. Pemekaran tambah banyak. Hal itu harus diperhatikan. Jangan sampai Otsus dilahirkan manusia cacat jiwa banyak di tanah Papua,” pungkas mama Lina.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDua Cabang GMNI Tantang Polri Bongkar Mafia BBM di Sorong Raya
Artikel berikutnyaAntrian Panjang di SPBU, GMNI Datangi Polres Sorong Kota