Tak Ada yang Tak Mungkin untuk Belajar

0
910

Oleh: Sepriyason Kono)*
)* Penulis adalah relawan Bina Tani Sejahtera. Saat ini sedang mendampingi para petani di Nabire, Papua

Bercocok tanam dan berkebun, bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Papua pada khususnya masyarakat Distrik Warmare, Kampung Madrat karena profesi masyarakat adalah petani, tetapi cara bertani yang diguluti  dari  jaman dulu sampai sekarang adalah petani berpindah pindah lahan dan hanya budidaya tanaman pangan.

Pola bertani  masyarakat di distrik Warmare kampung Wadrat yaitu mengunakan istilah (Salome) yang artinya satu lubang Tanam yaitu dua sampe tiga jenis tanaman yaitu ada cabai, jagung, kacang kacangan di tanaman dalam satu lubang tanam.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

Tanggal, 15 Janwari 2020, YBTS melakukan sosialisasi tentang cara bertani yang tidak berpindah pindah lahan yang difasilitasi oleh tim YCP, yaitu mengajarkan pada petani cara bertani yang tidak berpindahpindah lahan dan bertani  sayuran mulai dari persiapan lahan dan persamaiaan. Kenapa  diajarkan persamaiaan karena selama masyarakat distrik Warmare kampung Madrat bertani atau berkebun tidak pernah menerapkan system persamaiaan yang baik danbenar. Contoh kasus yaitu sering menanam cabai tetapi cacra tanam cabai  tidak melakukan persamaiaan tetapi teknik yang dilakukan masyarakat yaitu system hambur atau dituggal yang dicampur dalam satu lubang tanam ada jagung ada cabai ada kacang. Alasan dicampur dalam satu lubang tanam yaitu agar ada yang tidak tumbuh atau mati masih ada tanaman yang lain yang tumbuh. Sehingga ditinjau dari  segi ekonomi pengeluaran yang besar untuk membeli benih cabe tetapi hasil  panen berbendang terbalik  dengan pendapatan.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Pertengahan bulan Februari  masyarakat pada khususnya kampung Madrat dilatih melakukan proses membuat okeran persamaiaan dari pemanfaatan bahan lokal yang ada di sekitar masyarakat yaitu yang pertama mulai dari  persiapan media tanah dari bawah pohon bambu, arang sekam bakar dan daun pisang. Media kokeran yang dibuat dari daun pisang awalnya kelihatan rumit dan lama bagi masyarakat tetapi setelah dicoba pertumbuhan persamaiaan lebih optimal dibandingkan dengan sebelum melakukan kokeran. Dari hasil kokeran yang dibedakan yaitu  tanaman tumbuh optimal dan hasil panen meningkat, dapat dilihat dari 75 m2 dapat menghasilkan 17 kilo cabe dengan jumah populasi 150 populasi cabe. (*)

ads
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing
Artikel sebelumnyaSidang WCC Mencatat Masyarakat Adat Papua Mengalami Kekerasan Sistemik
Artikel berikutnyaMIFEE Jilid II “Food Estate Papua”, Dampaknya Lintas Generasi