BeritaSaksi dan Keluarga Korban Paniai Berdarah Tidak Hadiri Sidang

Saksi dan Keluarga Korban Paniai Berdarah Tidak Hadiri Sidang

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Keluarga korban empat pelajar dan 21 orang korban luka-luka dalam tragedi Paniai Berdarah 8 Desember 2014 tidak menghadiri persidangan yang digelar hari ini, Rabu (21/9/2022) di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.

Para saksi dan pendamping juga satu sikap.

Mereka tidak mau terlibat dalam proses pengadilan pelanggaran HAM Berat perkara Paniai di PN Makassar.

Sikap tegas itu bahkan disuarakan sejak beberapa waktu lalu, terutama setelah tahu kalau tersangkanya hanya satu orang saja. Tersangka itu menurut mereka tidak terlibat dalam tragedi berdarah tersebut.

Yones Douw, aktivis HAM yang juga pendamping keluarga korban dan para saksi, menjelaskan, sikap yang telah diambil bersama masih dipegang kokoh hingga hari persidangan.

“Dari lalu keluarga korban dan saksi-saksi sudah tegaskan bahwa tidak akan mengikuti proses persidangan sejak awal sampai terakhir nanti. Itu kesepakatan final. Informasinya hari ini mulai sidang, tetapi kami semua tidak pergi ke Makassar untuk hadiri persidangan,” kata Yones Douw kepada suarapapua.com di Nabire, Rabu (21/9/2022).

Yones memaparkan beberapa alasan kuat keputusan itu diambil keluarga korban dan saksi.

“Alasannya pertama karena terdakwa yang akan diadili hanya satu orang saja. Purnawirawan TNI dengan inisial IS Itu pada saat kejadian menjabat sebagai Pabung Kodim 1705/Paniai, tetapi dia tidak terlibat. Kejaksaan Agung malah tetapkan IS sebagai tersangka. Ini tidak benar. Negara sembunyikan para pelaku dalam kasus Paniai berdarah itu,” tuturnya.

Baca Juga:  Heboh! Banyak Bangkai Babi di Mimika Dibuang ke Aliran Sungai

Dengan penetapan satu tersangka yang tak sesuai fakta lapangan, Yones melihat proses ini pincang dan tidak adil dalam mengungkap para aktor sebenarnya.

“Aktornya banyak. Pemberi komando dan para pelaku malah disembunyikan. Ini negara tidak mau ungkap. Itu yang bikin jengkel. Jadi, kami tidak akan hadiri persidangan,” ujarnya.

Pencermatan dari keluarga korban bersama para saksi dan pendamping, kutip Yones, proses pengadilan di PN Makassar tidak akan menyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat ini.

“Semua sudah bilang dengan tegas bahwa itu hanya pengadilan semu, pengadilan sandiwara.”

Mereka juga menyatakan tidak ada pihak tertentu yang mengklaim sebagai perwakilan keluarga korban dan saksi di persidangan.

“Tidak boleh ada yang hadir mewakili keluarga korban meninggal, keluarga korban hidup, dan keluarga saksi. Tidak ada surat kuasa kepada siapapun,” tegas Yones.

Jika kemudian ada oknum tertentu dihadirkan dalam sidang, itu dicurigai hasil permainan pemerintah bersama militer.

Baca Juga:  Ruang Panggung HAM Harus Dihidupkan di Wilayah Sorong Raya

“Keluarga korban, saksi dan pendamping tidak hadiri sidang di Makassar. Kalau ada oknum tertentu hadir itu permainan pemerintah dan militer untuk memenuhi targetnya. Kami semua sudah sepakat tidak mengikuti persidangan,” ujarnya.

Dari Jayapura, ELSHAM Papua menduga sidang perkara Paniai Berdarah di PN Makassar akan sama dengan pengadilan sebelumnya yang juga berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM Berat.

Dalam siaran persnya, Pdt. Matheus Adadikam, direktur ELSHAM Papua, menilai kasus Paniai didorong segera disidangkan memperlihatkan unsur pemaksaan tanpa mengungkap fakta lapangan. Apalagi terdakwa hanya satu saja makin menguat dugaan persidangannya formalitas belaka.

“Dugaan kami ini ada tekanan khusus yang menyebabkan negara mengangkat citranya di mata internasional tentang janji penyelesaian kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu bisa berjalan,” kata Adadikam.

Digelarnya persidangan kasus Paniai Berdarah dengan berbagai cara dinilai negara sedang berusaha untuk mencari citra baik seakan sedang serius menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, khususnya di Tanah Papua.

“Peristiwa Paniai Berdarah membuktikan kepada kita semua bahwa upaya yang dilakukan tidak serius. Logis ketika keluarga korban dan saksi protes dan menarik diri untuk tidak hadir di sidang. Negara juga tidak serius menangani kasus-kasus pelanggaran HAM lain yang terjadi Tanah Papua ini,” ujarnya membeberkan.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

JPU Bacakan Dakwaan

Terdakwa Mayor Inf (Purn) IS dihadirkan dalam sidang perdana kasus pelanggaran HAM Berat Paniai, Rabu (21/9/2022).

Sidang dengan nomor perkara 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN.Mks itu dipimpin Sutisna Sawati sebagai ketua majelis didampingi Abdul Rahman Karim, Siti Noor Laila, Sofi Rahma Dewi, dan Robert Pasaribu, masing-masing sebagai hakim anggota.

Di sidang perdana, dilansir kbr.id, Jaksa Penuntut Umum secara bergiliran membacakan dakwaan terdakwa IS.

Salah satu JPU Sudardi saat membacakan dakwaannya mengatakan, terdakwa sebagai komandan militer mengetahui secara penuh tindakan pasukan yang ada di bawah kekuasaannya dalam kasus Paniai.

Jalannya sidang perdana itu disaksikan sejumlah aktivis HAM, antara lain dari perwakilan YLBHI-LBH Makassar, Amnesty International Indonesia, dan KontraS.

Dihadiri juga perwakilan dari Kemenkopolhukam, Komisi Yudisial (KY), dan Kantor Sekretariat Kepresidenan (KSP).

Di luar ruang sidang, puluhan anggota Brimob Polda Sulawesi Selatan berpakaian lengkap bersiaga dengan mobil taktis.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.