BeritaPasar Boswesen Sebaiknya Dijadikan Ikon Pasar Lokal Papua

Pasar Boswesen Sebaiknya Dijadikan Ikon Pasar Lokal Papua

SORONG, SUARAPAPUA.com — Mama-mama Papua bersama tukang ojek dan para pedagang di pasar Boswesen meminta pemerintah kota (Pemkot) Sorong menghargai keberadaan pasar bersejarah ini dengan tidak menggusurnya. Pasar Boswesen mesti dijadikan sebagai ikon pasar lokal Papua.

Pasar Boswesen terletak di jalan Yos Sudarso, kampung Baru Rufei, distrik Sorong Barat, kota Sorong, provinsi Papua Barat.

Pasar Boswesen tergolong pasar tradisional atau pasar rakyat. Di pasar ini, biasanya, berbagai produk kebutuhan pokok dan sembako dijual.

Aktivitas pasar Boswesen dimulai sejak puluhan tahun lalu. Mama-mama Papua di Sorong beruntung dengan adanya pasar ini. Hasil dari jualannya tiap hari turut mendukung perjuangan mereka kumpulkan lembaran rupiah buat biayai anak-anaknya di bangku studi.

Pasar ini jika dibongkar, tentu akan berdampak buruk bagi semua mama-mama pedagang, juga tukang ojek. Mereka pasti kehilangan sumber penghidupan.

Karena itu, pemerintah sebaiknya cari solusi terbaik, antara lain dengan tidak bongkar, tetapi jadikan pasar Boswesen sebagai ikon pasar lokal Papua.

Mama Lepina Dwit, salah satu pedagang bahan lokal, sangat kesal begitu pasar yang sudah dimulai tahun 70-an itu digusur dengan alat berat.

Kekesalannya itu terlihat di raut wajahnya tatkala dijumpai suarapapua.com di lapak dadakan pasar Boswesen, Senin, 19 September 2022.

Mencoba mengingat kembali masa lalu dengan keberadaan pasar tradisional ini. Mama Lepina mengisahkan, dari tahun 70-an sudah ada aktivitas jual beli di pasar Boswesen. Pemerintah baru bangun gedung pasar sejak tahun 90-an.

Karena itu, ia minta jangan berupaya hilangkan pasar bersejarah itu dari hadapan mama-mama Papua.

Pasar lama ini sebaiknya direnovasi kemudian dijadikan sebagai pasar khusus untuk mama-mama Papua dengan jualan khas lokal dari Papua.

“Pasar ini ada dari tahun 70-an. Biasa kitong jualan di sini. Sampai tahun 80-an, kami datang bawa jualan jam empat, pulang jam enam. Masuk tahun 90-an baru pemerintah tahu kalo ada pasar di sini,” kata mama Lepina.

Setelah pasar Boswesen mulai dibangun kembali, selama ini perhatian pemerintah sangat minim. Buktinya, kata dia, pondok-pondok jualan bukan dibangun pemerintah.

Baca Juga:  Paslon ARUS Bukan OAP, MRP Papua Barat Daya Diadukan ke Polda PB

“Pemerintah tidak pernah perhatikan nasib pedagang di sini. Mama-mama pedagang bangun pondok-pondok dan lainnya itu secara swadaya, pake uang sendiri,” ucapnya.

Bagi mama Lepina, pasar Boswesen adalah pasar bersejarah dan berkat sudah diletakkan di pasar ini. Karena itu tidak bisa pindah ke pasar modern Rufei.

“Sekarang mau bawa barang jualan di pasar modern selama dua minggu, cape-cape ke sana, tidak laku. Tempat ini, pasar Boswesen ini, tempat rezeki sudah jatuh di sini. Kita tra bisa ke mana-mana lagi. Ini pasar sejarah, belum ada orang-orang lain, mungkin orang Moi saja yang ada,” tutur Lepina.

Mama-mama pedagang pasti sangat sedih pasar dibongkar, apalagi ditiadakan hingga selamanya. Pasar bersejarah itu akan tinggal nama saja.

“Pasar ini yang tahu hanya mama Robeka Bawela. Dia sudah meninggal dua tahun lalu. Dia tahu bahwa ini adalah tanahnya dan dia serahkan kepada mama-mama Papua. Dia tidak pernah tuntut bayar,” ceritanya.

Semua bersyukur dengan itu.

Tetapi, apa jadinya kini setelah pemerintah ambil tindakan tegas begini?

Jelas, dampaknya bukan saja mama-mama pedagang yang saban hari menjadikan pasar Boswesen sebagai sumber rezeki. Mama Dwit akui para tukang ojek juga kehilangan sumber pendapatan begitu pasar ini digusur.

“Pasti banyak orang akan kehilangan harapan hidup, bukan kami saja. Tukang ojek juga pasti rugi besar kalau pasar ini pemerintah bongkar,” kata mama Dwit.

Ia pun mempertanyakan status kepemilikan tanah di area pasar Boswesen. Jika lahannya milik pemerintah, sebaiknya Pemkot Sorong bangun salah satu ikon pasar lokal khusus untuk mama-mama Papua karena kota Sorong merupakan pintu masuk Tanah Papua.

“Status tanah ini kalau milik Pemkot Sorong, bapak Walikota harus bangun pasar khusus untuk mama-mama Papua. Pasar ini dijadikan sebagai ikon pasar lokal Papua. Hanya jual bahan lokal dari kebun dan hutan. Tolong, jangan bongkar pasar ini,” ujarnya.

Mama Lepina mau pasar ini tetap ada sebagai tempat mama-mama Papua menjajakan bahan lokal. Tidak lagi paksakan semua ke pasar modern Rufei.

Baca Juga:  Pesan Agus Kossay Usai Bebas dari Lapas Abepura

“Biar pasar modern di sana. Orang lain jual barang-barang grosir dan modern lainnya. Di sini biar mama-mama Papua jual di bawah lantai juga tra papa. Intinya, pasar ini lebih baik direnovasi atau bangun kembali untuk mama-mama Papua,” pinta Lepina.

Mama Lepina Dwit tak seorang diri. Suara-suara nyaris sama terus dilontarkan mama-mama pedagang. Mereka berprinsip, pasar Boswesen tetap ada.

Pasar modern Rufei bagi mereka bukan solusi untuk eksis menggeluti usahanya, jual bahan lokal: keladi, petatas, sagu, sayur, bumbu-bumbu, ikan, buah-buahan, dan pinang.

Sampai Tua di Pasar Boswesen

Yakob Faidiban, tukang ojek yang juga orang tua di komplek pasar Boswesen, merasa kecewa sekali dengan kebijakan penggusuran tanpa banyak pertimbangan.

Pasar Boswesen sebagai pasar tua mestinya dipikirkan untuk dijadikan pasar bersejarah dan ikon pasar lokal Papua.

Dari pasar Boswesen, kata Faidiban, sudah banyak hasilnya. Banyak anak Papua bisa berpendidikan tinggi dan kini sedang bekerja di berbagai tempat oleh karena hasil jualan mama-mama di pasar Boswesen.

“Kita pertahankan pasar Boswesen karena ikon pasar mama-mama Papua. Berkali-kali digusur, tapi kami tetap pertahankan karena dari pasar ini sudah kitong besarkan anak-anak kami, biayai mereka sampai sekolah tinggi. Pasar ini sudah ada dari tahun 70-an. Jangan dibongkar lagi. Cari solusi terbaik saja,” tuturnya.

Faidiban mengaku besar dari kawasan pasar Boswesen. Orang tua dia juga berjualan di pasar Boswesen.

“Dari orang tua sampai saya tua juga di pasar ini. Saya tidak akan kemana-mana. Tetap ada di sini. Jadi, kami masyarakat tetap pertahankan pasar Boswesen,” ujar Faidiban.

Pemerintah daerah mesti perjelas status tanah pasar ini. Sebenarnya milik siapa? Jika milik Pemkot Sorong, kata Faidiban, harusnya bangun pasar untuk mama-mama Papua.

“Ini kalo tanah milik Pemkot, ya jangan gusur. Sebaiknya pasar Boswesen biar tetap ada, pemerintah bangun pasar khusus bagi mama-mama Papua,” pintanya.

Target Kawasan Hijau

Awal bulan ini (7/9/2022), puing-puing bangunan pasar dibersihkan dengan alat berat.

Pembersihan mengandalkan satu ekskavator. Lokasi pasar rata tanah. Tersisa beberapa potongan kayu dan kaleng saja.

Baca Juga:  Pertamina Tambah 40 Titik BBM Satu Harga, Termasuk Maluku dan Papua

Setelahnya Pemkot Sorong akan menyulap lokasi eks pasar Boswesen sebagai kawasan hijau. Rencana bangun ruang terbuka hijau (RTH).

Sejumlah fasilitas rekreasi dan olahraga akan dibangun di sana.

Termasuk fasilitas bermain anak-anak. Juga, dibangun sejumlah gazebo. Tempat bersantai di sore hari.

Ditanya wartawan, Julian Kelly Kambu, kepala Dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) kota Sorong, akui lokasi tersebut bakal didesain sedemikian rupa menyerupai Alun-alun Aimas, kabupaten Sorong.

Kebijakan pemerintah daerah menurut Kelly, jelas demi kepentingan umum dengan rencana bikin kawasan terbuka hijau. Karena itulah para pedagang telah diarahkan berjualan di pasar modern Rufei.

Kelly menghendaki, rencana tata kembali lokasi eks pasar Boswesen sebagai kawasan RTH harus didukung semua pihak. Meski ia akui selama ini mendapat penolakan keras dari para pedagang lantaran dari pasar modern Rufei kebanyakan merugi akibat barang dagangannya tidak laku terjual.

Para pedagang bahkan sempat lancarkan aksi protes ke kantor Walikota Sorong.

Kembali ke Pasar Lama

Meski bangunan telah digusur semenjak beberapa waktu lalu, banyak pedagang masih bertahan di pasar Boswesen.

Upaya relokasi para pedagang ke pasar modern Rufei sepertinya tak maksimal. Banyak pedagang yang dipindahkan pun malah kembali berjualan di pasar lama, pasar Boswesen.

Sepi pengunjung merupakan salah satu faktor mereka kembali ke pasar Boswesen.

Di pasar modern Rufei menurut para pedagang, minim pembeli.

Jhors Marani, penjual ikan yang beberapa hari berjualan di pasar Rufei, mengaku rugi besar karena sepi pembeli.

Ia bingung. Bila kembali ke pasar lama, pasti diusir. Bertahan di pasar baru, rugi berlanjut lantaran ikan jualannya tidak dibeli.

Marani tak menampik kalau beberapa pedagang memilih keluar, kembali ke pasar lama.

Jikapun sudah dilarang Pemkot Sorong untuk beraktivitas di pasar Boswesen, baginya itu pilihan mereka. Apalagi pinjaman di koperasi besar, belum bisa segera ditebus mengingat sepinya pembeli.

Sebagian pedagang hingga kini masih betah berjualan di pasar lama ketimbang harus pindah ke pasar modern Rufei.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.