Hadiri Pembukaan KMAN VI, Willy Aditya Berharap RUU MHA Segera Disahkan

0
434

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya, mengharapkan agar Rancangan UU tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) dapat disahkan menjadi UU.

Hal ini disampaikan Willy Aditya di sela-sela pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI Tahun 2022 di Stadion Barnabas Youwe (SBY), Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin, 24 Oktober 2022.

Willy Aditya ketika dikonfirmasi wartawan usai pembukaan KMAN VI tersebut mengatakan, bahwa terkait masyarakat adat ini merupakan komitmen politik DPR dalam proses memperjuangkan RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA).

“Ini sudah 10 tahun selalu menjadi inisiatif DPR dan bersyukur dari pihak pemerintah juga sudah respon. Hal ini tinggal kita paripurnakan, sekaligus kita melihat proses mengusulkan Rancangan Undang-undang Masyarakat Hukum Adat ini, merawat akar publik dan juga merawat sumber nilai Pancasila,” kata Aditya.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Sembari menyampaikan, dalam sidang-sidang BPUPKI itu sendiri menjadi proses pembahasan oleh para Founding Father, bahkan itu tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD) sebelum adanya amandemen di Pasal 14.

ads

Lebih lanjut Legislator Partai NasDem DPR RI ini mengatakan, pihak DPR RI tetap berkomitmen agar RUU tentang Masyarakat Hukum Adat ini segera disahkan menjadi Undang-undang (UU).

“Tentunya, kami tetap komit untuk hal ini bisa segera disahkan menjadi hak inisiatif DPR, kemudian tinggal diparipurnakan saja dan kita bahas dengan pemerintah. Intinya, kami membuka diri kepada dialog, karena memang banyak sekali pro kontra,” kata Ketua DPP Partai NasDem ini kepada wartawan di Sentani, Senin (24/10/2022).

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Willy berharap kegiatan kongres masyarakat adat Nusantara yang keenam ini mampu membuat narasi yang sifatnya lebih soft power plug.

“Karena selama ini hak ulayat dan penguasaan sumberdaya alam itu kalau disoft power plug ditahbiskan dengan modal dan pembangunan. Kita bisa belajar bagaimana secara gradual bahasa daerah kita hilang per tiga bulan itu sebanyak dua bahasa daerah,” papar Willy yang juga seorang Aktivis kelahiran Solok, Sumatera Barat ini.

“Kita harus merawat itu, karena identitas adalah sebuah keniscayaan. Jadi, tidak ada yang bisa menolak orang memiliki identitas anfal. Indonesia ini lahir dari pusparagam identitas itu, yang kemudian Bung Karno bilang sebagai taman raya nya dari keberagaman,” sambungnya.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

DPR RI, lanjut dia,  sangat konsen sekali bagaimana bahasa daerah ini itu bisa kita lindungi dengan adanya Undang-undang (UU) Masyarakat Hukum Adat.

“Kalau di periode kemarin, surpres turun dim tidak ada dan selesai dengan periodesasi kedewananan di 2014-2019. Nah, ini bukan Undang-undang (UU) yang sifatnya caddie lopers, sehingga dibahas lagi dari awal yang sudah masuk prioritas 2019, 2020 sudah selesai di tanggal 6 September dan tinggal diparipurnakan saja,” jelasnya.

“Memang ada sedikit tarik-tarikan lah, karena ada satu fraksi yang belum bersepakat untuk hal itu dilanjutkan kembali. Alasan tarik-tarikan, karena bertentangan dengan UU Cipta Kerja,” pungkas pria yang juga Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR RI ini di akhir wawancaranya.

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaSamuel Tabuni Jajaki Kerjasama Internasional University of Papua dengan Ariel University of Israel
Artikel berikutnyaPerlu Koalisi untuk Membentuk Kursi Mayoritas di Parlemen Vanuatu