Soal Cagar Alam Cycloop, Dinas Terkait Jangan Bicara “Abuti”  Saat ada Masalah

0
526

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Ketua Pemuda Peduli Lingkungan Hidup (PPLH) Kabupaten Jayapura, Manasse Bernad Taime sesalkan minimnya perhatian dari pemerintah terhadap perambahan hutan di hutan cagar Alam Cycloop. 

Hal ini diungkapkan Taime saat menghubungi suarapapua.com pada Kamis, (27/10/2022) di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. 

Menurut Taime, kawasan cagar alam Cycloop adalah alam hutan yang dilindungi. Awal tahun aktivitas perambah hutan mulai dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.  Dia juga sesalkan kurangnya perhatian dari dinas-dinas terkait dalam Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga hutan lindung 

“Cagar alam pegunungan cycloop adalah wilayah yang dilindungi oleh undang-undang, nomor 5 tahun 1999, namun sejak awal tahun 2022 hingga sampai saat ini perambahan hutan lindung terus dilakukan, dinas-dinas terkait belum juga melakukan satu tindakan pemberhentian terhadap warga yang merusaknya,” kata Taime. 

Di kabupaten Jayapura ini, lanjut dia, perambahan hutan secara besar-besaran dilakukan tanpa ada sedikitpun intervensi dari pihak Pemda maupun dari pihak keamanan.

ads
Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

“Semua acuh tak acuh dengan keadaan yang terjadi selama ini, Nanti ada musibah baru Pemda dan dalam hal ini dinas terkait (DLH,PUPR,dan dari provinsi ada balai besar wilayah sungai) mulai bicara omong kosong atur program kerja, setelah keadaan kondusif, program kerja yang disusun pun hilang bersamaan dengan keadaan,” tegas Manasse.

Dia mengaku  sering melakukan pemantauan di kawasan cagar alam, sungai dan juga bertemu dengan para perambah cagar alam agar tidak lagi terjadi namun hal itu tidak membuahkan hasil yang baik.

“Saya ketua pemuda peduli lingkungan hidup bersama team sering naik ke gunung untuk tegur para perambah hutan bahkan sampai adu fisik di lapangan tapi kami sadar hukum dan tak mungkin bertindak lebih. Akhirnya kami cuma bisa bersedih melihat gunung Cycloop yang adalah ibu bagi semua masyarakat kabupaten Jayapura, di rambah sampai melewati batas,” jelasnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Asosiasi Wartawan Papua Gelar Pelatihan Pengelolaan Media

Kata Bernad, banjir bandang sudah perna terjadi di tahun 2007 dan 2019, dan tentukan akan terjadi lagi tidak belajar dari apa yang sudah pernah terjadi.

“Mungkin semua lupa, Bulan 6 Maret 2007 bandang pertama terjadi dan memakan korban hampir semua jembatan di jln utama putus. 11 tahun kemudian tepatnya 16 Maret 2019 terjadi bandang kedua yang memakan tidak sedikit korban jiwa dan harta benda. Kita tunggu episode berikut kalau memang semua tidak serius menangani cagar alam pegunungan cyclop,” ujarnya.

Taime meminta harus ada satu hukum atau aturan yang bisa digunakan agar kawasan cagar alam tetap terlindungi dan tidak digunduli lagi.

“Kalau bisa ada satu aturan yang tegas yang dibuat oleh dinas terkait yang bekerja sama dengan semua elemen, tokoh agama, Tokoh masyarakat, pemuda, TNI-Polri dan  pemerintah, setelah buat aturan langsung aturan itu dikawal dan beri pemahaman kepada masyarakat agar mereka sadar akan dampak-dampak dari perambah. Itu seperti apa,” ucapnya. 

Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Salah satu warga masyarakat kota Sentani, Mesak Daimoi mengatakan, kerusakan kawasan cagar alam cyclop sudah semakin parah.

“Sudah banyak aktivitas berkebun di atas kawasan cagar alam, itukan seharusnya tidak boleh sampai kelihatan itu bekas babat, kenapa dinas-dinas terkait diam saja, apakah tunggu banjir dulu atau seperti apa,” tuturnya. 

Harus ada tindakan agar tidak memakan korban lagi di kemudian hari.

“Mari kerja sama dengan semua pihak kita jaga Cycloop ini jangan nanti banjir baru saling baku tuduh ini salah orang ini dan ini salah orang itu, jangan lagi terjadi seperti itu,” ujar Mesak.

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaGereja GKI di Tanah Papua Adalah Organisasi Modern Pertama OAP
Artikel berikutnyaMerauke Menduduki Peringkat Pertama Deforestasi di Papua