Merauke Menduduki Peringkat Pertama Deforestasi di Papua

0
972

BOGOR, SUARAPAPUA.com — Auriga Nusantara dan Jaringan Pemantau Independentm Kehutanan ( JPIK) dalam laporan terbarunya mengungkapkan, Kabupaten Merauke menduduki peringkat satu dalam deforestasi di tanah Papua. 

Hal ini terungkap dalam sebuah seminar bertajuk  Memperkuat Tata Kelola dan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu bagi Masyarakat  Adat di Tanah Papua pada Senin (24/10/2022) di Royal Hotel Bogor. 

Hutan Papua merupakan hutan tropis terluas di Indonesia. Dalam laporan Auriga  pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa luas kawasan hutan Papua sebesar 38.153.269 Ha atau 91,12% dari luas daratan atau  31.64% dari luas kawasan hutan Indonesia. 

Auriga, JPIK, Pusaka, Greenpeace Indonesia terus melaporkan perkembangan deforestasi di tanah Papua yang semakin tinggi bukan berkurang.Hal tersebut menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat Papua dan hutan Papua.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Teguh Yuwono, akademisi kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM) saat memaparkan materi dengan  judul Hutan Adat Papua Menanti Asa menjelaskan, ancaman deforestasi di Papua sejak 2001 sampai pada 2019 sebesar 663.443 Ha, sedangkan penyebaran deforestasi seluas 474.521 Ha atau 71% hutan yang telah hilang. 

ads

Dia mengatakan hal tersebut terjadi di konsesi industri ekstraktif seperti perkebunan sawit mencapai 339.247Ha. PBPH-HA 112.373,21Ha. PBPH-HT 16.234Ha dan pertambangan 6.666Ha.

Selanjutnya, ia menyebutkan Merauke memecah rekor deforestasi seluas 120.000Ha di tanah Papua. Urutan kedua, disusul oleh Boven Digoel yaitu lebih dari 40.000Ha dan urutan ketiga, Teluk Bintuni yang juga lebih dari 20.000 Ha. 

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Di Merauke ada dua perusahan kayu yang sedang beroperasi, PT Inocin Abadi dengan mengantongi izin, IUPHHK-HA dan PT.SIS melalui izin,IUPHHK-HT. Kemudian, Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) milik PT.SIS. RP 345,515,742 di bayar di BRI. Pembayaran terhitung dari tanggal 4 Januari 2022 hingga 24 Oktober 2022 sedangkan PT. Inocin Abadi membayar di BNI sejumlah RP 3,242,022,092. Pembayaran dari 31 Januari 2022 hingga 18 Oktober 2022.

Selain itu, laporan terbaru Pusaka pada 9 September 2022 menyebutkan bahwa dalam selang waktu enam bulan terakhir . Masyarakat adat Papua telah kehilangan hutan, 1.150Ha.  

Dari pantauan Pusaka bahwa deforestasi terluas ada pada lima konsesi perusahaan yang berada di empat wilayah yaitu Sorong, Teluk Bintuni, Jayapura, dan Merauke. Sorong ada dua perusahan sawit yang terus beroperasi yaitu PT.Kebun Sejahtera dan PT.Kebun Sawit. Teluk Bintuni ada PT.Subur Kurnia Raya. Di Jayapura ada  PT.Permata Nusa Mandiri. Terakhir, perusahan kayu, PT. Selaras Inti Semesta (PT.SIS) di Merauke.

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Sementara itu, Eko Cahyono dari Papua Study Center, menawarkan pengelolaan kayu hasil hutan berbasis adat di Papua dengan mendorong terobosan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 

Menurutnya, prinsip dasar untuk menjamin efektifitas SVLK sangat ditentukan oleh berfungsinya tiga pilar yaitu peran pemerintah sebagai regulator, Lembaga Sertifikasi (LS) sebagai auditor, dan CS0/Gakum/Pendamping masyarakat adat. 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Arnold Belau

 

 

Artikel sebelumnyaSoal Cagar Alam Cycloop, Dinas Terkait Jangan Bicara “Abuti”  Saat ada Masalah
Artikel berikutnyaFeki Mobalen: Harus Ada Deputi Khusus Papua di AMAN