BeritaAwal Januari, Dewan Pers Berlakukan Layanan Aplikasi Pengaduan Elektronik

Awal Januari, Dewan Pers Berlakukan Layanan Aplikasi Pengaduan Elektronik

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dewan Pers berusaha memberi kemudahan dalam proses pengaduan dan kontrol publik terhadap suatu karya jurnalistik dengan menyiapkan aplikasi pengaduan berbasis elektronik. Terobosan ini menggantikan proses pengaduan manual dan melalui email yang berlaku selama ini.

Pelaksana tugas ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya, mengatakan, aplikasi yang tengah disiapkan dan segera diterapkan itu diharapkan akan mendukung proses pengaduan dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan mudah.

“Kami ingin peran serta masyarakat dalam kontrol pers terus dilakukan demi produk pers lebih berkualitas. Kami juga sudah menyiapkan aplikasi pengaduan berbasis elektronik yang simple,” kata Dharmajaya melalui siaran persnya, Senin (31/10/2022).

Ditargetkan mulai Januari 2023, layanan aplikasi pengaduan elektronik siap diberlakukan. Seiring itu, layanan pengaduan manual dan melalui email akan dihilangkan secara bertahap.

“Selama bulan November sampai Desember 2022 masih bisa manual dan email, tetapi masuk Januari 2023 Dewan Pers hanya menerima pengaduan lewat LPE (Laporan Pengaduan Elektronik) yang sudah kami siapkan,” jelasnya.

Kata Dharmajaya, LPE siap merespons dengan cepat proses pengaduan sekaligus mengantisipasi situasi jelang kontestasi politik 2024 yang akan dimulai tahun depan.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Dengan peran serta dari publik antara lain melalui pengaduan disertai bukti-bukti dan keterangan, perusahaan media akan terus memperbaiki karya persnya agar sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan berdampak positif bagi publik.

Partisipasi publik terhadap karya pers yang diadukan ke Dewan Pers selama ini cukup tinggi. Itu terbukti dari data sejak Januari hingga 31 Oktober 2022, terdapat 583 kasus pengaduan terkait karya jurnalistik yang diajukan ke Dewan Pers.

Dewan Pers melakukan proses mediasi sengketa pers. Pertemuan mediasi/klarifikasi sebanyak 104 kali. Dan, 499 kasus berhasil diselesaikan dengan mediasi. Artinya, penyelesaian kasus sudah di atas angka 85%.

“Dari kasus-kasus pers yang diadukan, rata-rata terkait pelanggaran etik berupa karya pers tanpa verifikasi dan cover both side,” ujar Yadi Hendriana, ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers.

Dewan Pers mencatat, dominasi platform yang banyak diadukan adalah media cyber atau media online.

Yadi menyebutkan jumlahnya bahkan hingga mencapai lebih dari 95 persen.

Baca Juga:  Jokowi Didesak Pecat Aparat TNI yang Melakukan Penganiayaan Terhadap Warga Papua

Hal ini menjadi sebuah catatan khusus bagi pengelola media online untuk tetap patuh dan tunduk pada KEJ.

Apalagi, dalam pantauan Dewan Pers, umumnya redaksi media online harus mengelola lebih dari 600 artikel/konten berita dalam sehari.

Karena banyaknya konten yang harus di-manage, masing-masing newsroom mau tidak mau harus memperkuat kontrol berita, proses editing, dan penegakan kode etik di setiap perusahaan media.

Tingkatkan Kompetensi

Dengan makin meningkatnya pengaduan tersebut, Dewan Pers minta jurnalis tingkatkan profesionalisme dalam tugas jurnalistiknya. Tentu tetap berpedoman pada KEJ.

Dewan Pers menyebut tuntutan profesionalisme ini sangat penting untuk menjawab masyarakat yang makin cerdas dalam mengonsumsi informasi, termasuk berita yang disajikan media pers.

“Tanpa kerja profesional dari para jurnalis dan perusahaan pers, saya yakin pengaduan terhadap pers akan terus meningkat,” kata Yadi, Senin (3/10/2022).

Yadi prihatin dengan kian meningkatnya pengaduan masyarakat ke Dewan Pers. Itu hampir setiap bulan ada pengaduan.

Di satu sisi ini bernilai positif, karena masyarakat memiliki kesadaran untuk mengadukan keberatan pemberitaan pers kepada Dewan Pers. Tetapi di sisi lain, peningkatan pengaduan menunjukkan ada yang harus dibenahi dalam kerja pers selama ini, khususnya kompetensi jurnalis dan kepatuhan terhadap KEJ.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

Satu Berita di Belasan Media

Dari ratusan pengaduan yang masuk, Dewan Pers mencatat secara umum pelanggaran kode etik yang dilakukan media adalah tidak melakukan uji informasi, tidak melakukan konfirmasi, dan menghakimi, serta plagiasi.

“Ini cukup memprihatinkan. Kami menemukan satu berita yang judul hingga isinya sama dan dimuat oleh belasan media,” ujar Yadi.

Sejumlah kasus yang diadukan dan berhasil diselesaikan dengan risalah kesepakatan, dengan pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR), serta ada pula yang diselesaikan melalui surat.

Media yang dinilai melanggar etika jurnalistik wajib memberikan hak jawab/hak koreksi dan beberapa media diminta menyampaikan maaf secara terbuka kepada publik.

“Sesuai undang-undang, bagi yang tidak memuat kewajiban hak jawab ini dapat didenda lima ratus juta rupiah,” tegasnya.

Sumber: Dewan Pers

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.