BeritaDelapan Tahun Negara Tidak Mampu Menghukum Oknum Pelaku Kasus Aimas Berdarah

Delapan Tahun Negara Tidak Mampu Menghukum Oknum Pelaku Kasus Aimas Berdarah

SORONG, SUARAPAPUA.com— Persatuan Mahasiswa Katolik (PMKRI) Santo Agustinus Kota Sorong dan PMKRI Santo Monika Kabupaten Sorong, menilai negara tidak mampu menghukum oknum pelaku kasus Aimas berdarah terhadap mama Salomina Klaibin (33) yang terjadi pada 30 April 2013 dan meminta negera segera menyelesaikan kasus tersebut.

Bonifasius Hae, Ketua Presidium PMKRI Kabupaten Sorong dalam penyampaian aspirasinya, meminta kepada negera segera bertanggung jawab atas semua kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di seluruh tanah Papua, dan salah satunya ialah kasus Aimas berdarah yang mencapai delapan tahun, tetapi belum diselesaikan pemerintah Kabupaten Sorong dan negara.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Dalam pemberitaan di media lokal kata Saa bahwa mama Klaibin tertembak peluru di perut, paha, dan betis kanan.

“Oleh sebab itu, negara harus bertanggung jawab atas semua kasus pelanggaran HAM di Papua. Salah satunya, kasus Aimas berdarah di Kabupaten Sorong. Pemerintah Kabupaten Sorong segera bertanggung jawab menemukan pelaku dan menghukumnya, karena mama Klaibin meninggal kena tembakan peluru dari aparat dan senjata milik negara.”

“Kasus tersebut menjadi catatan buruk yang dihadapi masyarakat adat Moi di Kabupaten Sorong,” ujar Bonifasius dalam orasinya di depan alun-alun Aimas, Kabupaten Sorong dalam rangka memperingati hari HAM se-dunia yang jatuh pada, Sabtu (10/12/2022).

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Selain itu, Bonifasius meminta Pemerintah Kabupaten Sorong untuk serius memperhatikan keamanan setiap warga masyarakat, karena tingkat kematian Orang Asli Papua tinggi, dan matinya pun karena dibunuh sehingga ia berharap pihak keamanan menjalankan operasi [bedah] dengan benar bukan melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil.

“Kematian OAP karena dibunuh sering terjadi di Kabupaten Sorong. Pemerintah kota harus serius memperhatikan hal tersebut. Polisi melakukan operasi pun harus sesuai prosedur, bukan keluar dari aturan yang sebenarnya. Harus tanpa membuat masyarakat merasa takut dan terancam,” tambah Boni.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Yance Yesnath, Ketua Presedium PMKRI Kota Sorong, meminta negara harus bertanggung jawab terhadap anak-anak sekolah yang berada di dalam wilayah konflik, seperti Maybrat, Nduga, Intan Jaya, Kiwirok, dan lainnya.

Karena menurutnya pendidikan adalah hak dasar setiap orang yang harus dipertanggungjawabkan oleh Negara.

“Pemerintah daerah dan negara jangan biarkan anak-anak di tempat konflik atau pun di pengungsian yang tidak mendapatkan pendidikan dengan baik. Negera harus bertanggung jawab terhadap hak-hak dasar anak-anak asli Papua di setiap wilayah konflik bersenjata, terutama pendidikannya,” pungkasnya.

 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

0
“Pukul 11. 04 WP pihak keamanan hadirkan pihak DPR PB. Pukul 12. 05 WP, massa aksi kami arahkan untuk menyampaikan orasi politik dari masing-masing organisasi. Akhir dari orasi politik membacakan pernyataan sikap.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.