SORONG, SUARAPAPUA.com — Dua poin tuntutan disampaikan mama-mama pedagang di pasar Boswesen, kota Sorong, Papua Barat, saat aksi protes di kantor Walikota Sorong, Kamis (15/12/2022).
Pertama, menuntut Pemkot Sorong segera menghentikan penggusuran tempat jualan.
Kedua, mendesak Pemkot Sorong segera membangun pasar khusus bagi pedagang asli Papua.
Dua aspirasi tersebut didengar langsung H. Thamrin Tajuddin, asisten II Setda kota Sorong, dari depan pintu pagar kantor Walikota Sorong. Thamrin didampingi kepala dinas Perindustrian dan Perdagangan serta sejumlah anggota Satpol PP.
Mama Lepina Dwith, koordinator umum solidaritas pedagang pasar Boswesen, menyatakan, pemerintah daerah harus kabulkan dua poin itu karena kebijakan penggusuran justru menambah persoalan baru yang dirasakan langsung para pedagang di pasar bersejarah itu.
“Pemerintah stop gusur lagi. Pasar Boswesen ini pasar bersejarah. Pasar peninggalan Belanda, harus dibangun kembali menjadi pasar lokal Papua. Kami tetap bertahan di pasar Boswesen sampai kapanpun,” ujar Lepina.

Penyampaian aspirasi mama-mama pedagang saat aksi protes kesekian kalinya di kantor Walikota Sorong, dibenarkan Yohanis Mambrasar, advokat yang juga pendamping Pedagang Asli Papua di Sorong.
Kata Yohanis, para pedagang asli Papua yang tergusur dari pasar Boswesen merasakan dampak dari kebijakan sepihak pemerintah daerah beberapa waktu lalu.
“Para pedagang berunjuk rasa di kantor Walikota Sorong untuk memprotes penggusuran paksa pasar Boswesen,” jelasnya.
Aksi protes sudah disampaikan berulang kali, tetapi pemerintah tetap ngotot dengan kebijakannya tanpa solusi lain,
“Aksi protes ini merupakan aksi yang kelima kalinya sejak bulan September lalu.”
Mambrasar berpendapat, kebijakan pemerintah daerah menggusur pasar Boswesen sebagai pasar tradisional dan pasar bersejarah tidak harus langsung dihilangkan tanpa ada solusi lain yang didahului dengan mendengar aspirasi mama-mama pedagang asli Papua.
Kata Mambrasar, wajar bila ada perlawanan dari para pedagang yang tak terima pasar Boswesen digusur paksa pemerintah daerah.

Kebijakan Pemkot Sorong dibantu TNI dan Polri, dan Satpol PP dibantu TNI dan Polri membongkar secara brutal semua pondok jualan para pedagang. Bahkan pondok-pondok jualan dibongkar dengan mengandalkan chainshaw untuk memotong meja jualan hingga dibakar.
“Tindakan penggurusan paksa dengan membongkar secara brutal pondok bersama meja jualan tidak dapat diterima. Mama-mama pedagang dan semua yang simpati merespons tindakan tersebut dengan turun aksi,” ujar Mambrasar.
Advokat dari PAHAM Papua ini menjelaskan, dari sejak awal hingga kini sudah lebih dari lima kali pasar Boswesen dibongkar paksa dengan memaksa seluruh pedagang pindah ke pasar modern Rufei.
Pasar Boswesen digusur hingga dibongkar paksa karena pemerintah berdalih telah membangun pasar modern tersebut.
Masalahnya, kata Mambrasar, meski pasar modern Rufei telah diresmikan, hingga kini belum siap beroperasi. Selain karena minimnya akses transportasi, juga jaminan keamanan bagi para pedagang.
“Pasar modern dibangun di Rufei juga tanpa pernah ada sosialisasi dan menjaring pendapat para pedagang pasar Boswesen,” imbuhnya.
Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You