BeritaPara Pedagang di Pasar Boswesen Protes Kebijakan Sepihak

Para Pedagang di Pasar Boswesen Protes Kebijakan Sepihak

SORONG, SUARAPAPUA.com — Dua poin tuntutan disampaikan mama-mama pedagang di pasar Boswesen, kota Sorong, Papua Barat, saat aksi protes di kantor Walikota Sorong, Kamis (15/12/2022).

Pertama, menuntut Pemkot Sorong segera menghentikan penggusuran tempat jualan.

Kedua, mendesak Pemkot Sorong segera membangun pasar khusus bagi pedagang asli Papua.

Dua aspirasi tersebut didengar langsung H. Thamrin Tajuddin, asisten II Setda kota Sorong, dari depan pintu pagar kantor Walikota Sorong. Thamrin didampingi kepala dinas Perindustrian dan Perdagangan serta sejumlah anggota Satpol PP.

Mama Lepina Dwith, koordinator umum solidaritas pedagang pasar Boswesen, menyatakan, pemerintah daerah harus kabulkan dua poin itu karena kebijakan penggusuran justru menambah persoalan baru yang dirasakan langsung para pedagang di pasar bersejarah itu.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

“Pemerintah stop gusur lagi. Pasar Boswesen ini pasar bersejarah. Pasar peninggalan Belanda, harus dibangun kembali menjadi pasar lokal Papua. Kami tetap bertahan di pasar Boswesen sampai kapanpun,” ujar Lepina.

Mama-mama pedagang pasar Boswesen saat aksi protes di depan kantor Wali Kota Sorong, Kamis (15/12/2022). (Dok. Yohanis Mambrasar for SP)

Penyampaian aspirasi mama-mama pedagang saat aksi protes kesekian kalinya di kantor Walikota Sorong, dibenarkan Yohanis Mambrasar, advokat yang juga pendamping Pedagang Asli Papua di Sorong.

Kata Yohanis, para pedagang asli Papua yang tergusur dari pasar Boswesen merasakan dampak dari kebijakan sepihak pemerintah daerah beberapa waktu lalu.

“Para pedagang berunjuk rasa di kantor Walikota Sorong untuk memprotes penggusuran paksa pasar Boswesen,” jelasnya.

Aksi protes sudah disampaikan berulang kali, tetapi pemerintah tetap ngotot dengan kebijakannya tanpa solusi lain,

Baca Juga:  Saksi Beda Pendapat, KPU PDB Sahkan Pleno Rekapitulasi KPU Tambrauw

“Aksi protes ini merupakan aksi yang kelima kalinya sejak bulan September lalu.”

Mambrasar berpendapat, kebijakan pemerintah daerah menggusur pasar Boswesen sebagai pasar tradisional dan pasar bersejarah tidak harus langsung dihilangkan tanpa ada solusi lain yang didahului dengan mendengar aspirasi mama-mama pedagang asli Papua.

Kata Mambrasar, wajar bila ada perlawanan dari para pedagang yang tak terima pasar Boswesen digusur paksa pemerintah daerah.

Mama Lepina Dwith, koordinator umum Solidaritas Pedagang Pasar Boswesen sedang menyerahkan tuntutan kepada H. Thamrin Tajuddin di depan pintu gerbang kantor Walikota Sorong, Kamis (15/12/2022). (Dok. Yohanis Mambrasar for SP)

Kebijakan Pemkot Sorong dibantu TNI dan Polri, dan Satpol PP dibantu TNI dan Polri membongkar secara brutal semua pondok jualan para pedagang. Bahkan pondok-pondok jualan dibongkar dengan mengandalkan chainshaw untuk memotong meja jualan hingga dibakar.

“Tindakan penggurusan paksa dengan membongkar secara brutal pondok bersama meja jualan tidak dapat diterima. Mama-mama pedagang dan semua yang simpati merespons tindakan tersebut dengan turun aksi,” ujar Mambrasar.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Advokat dari PAHAM Papua ini menjelaskan, dari sejak awal hingga kini sudah lebih dari lima kali pasar Boswesen dibongkar paksa dengan memaksa seluruh pedagang pindah ke pasar modern Rufei.

Pasar Boswesen digusur hingga dibongkar paksa karena pemerintah berdalih telah membangun pasar modern tersebut.

Masalahnya, kata Mambrasar, meski pasar modern Rufei telah diresmikan, hingga kini belum siap beroperasi. Selain karena minimnya akses transportasi, juga jaminan keamanan bagi para pedagang.

“Pasar modern dibangun di Rufei juga tanpa pernah ada sosialisasi dan menjaring pendapat para pedagang pasar Boswesen,” imbuhnya.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.