Tanah PapuaMamtaTak Bertemu Panglima TNI dan Kapolri, DGP Anggap Negara Tipu Rakyat Papua

Tak Bertemu Panglima TNI dan Kapolri, DGP Anggap Negara Tipu Rakyat Papua

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Pdt. Dorman Wandikmbo, anggota Dewan Gereja Papua (DGP) menilai negara telah menipu rakyat Papua. Soalnya, kedatangan Kapolri dan Panglima TNI tak ada pertemuan sesuai rencana, justru diketahui bertujuan menyusun rencana penangkapan Lukas Enembe.

Kata Dorman, pada Sabtu (7/1/2023), Pangdam XVII/Cenderawasih meminta DGP untuk bertemu dan mendiskusikan terkait jeda kemanusiaan di Papua.

“Hari Sabtu lalu, pak Pangdam panggil kami Dewan Gereja untuk bicara karena Kapolri dan Panglima TNI akan datang dengan program utama mereka adalah jeda kemanusiaan. Mereka bilang di tahun 2023 mereka bicara hanya jeda kemanusiaan atau masalah hak asasi manusia,” ujarnya saat jumpa pers, Selasa (10/1/2023).

Pertemuan yang direncanakan akan dilakukan dengan Panglima TNI dan Kapolri pun tak terlaksana.

Tak jelas apa alasannya, tetapi DGP telah mengingatkan agar di sisa masa jabatan Lukas Enembe sebagai gubernur Papua, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lakukan hal-hal lain.

“Kemarin dalam pertemuan pada tanggal 7 itu kami Dewan Gereja Papua baik koordinator dan anggota-anggota semua ada di Pangdam. Kami sudah ingatkan, dalam situasi ini pak Lukas sedang sakit dan delapan bulan lagi dia akan selesaikan masa jabatannya, sehingga jangan KPK bikin aneh-aneh. Berita dari KPK itu bukan baru, itu hanya berita pengulangan yang dikeluarkan oleh KPK,” tuturnya.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

Menurut presiden GIDI ini, rencana pertemuan DGP bersama Panglima TNI dan Kapolri tak terjadi hingga penangkapan Lukas Enembe terjadi.

“Mereka sampaikan kepada kami, nanti malam ini DGP ketemu dengan Panglima dan Kapolri. Kami tunggu sampai jam 10.00 malam tidak jadi. Mereka janji kami besok pagi tunggu sampai tidak jadi juga. Akhirnya kami tahu bahwa mereka datang di Papua hanya untuk tangkap Lukas Enembe karena itu tidak mau bicara dengan kami. Kami hanya mau bicara soal jeda kemanusiaan tentang manusia yang ada di Papua ini, tetapi terbukti bahwa mereka semua tipu,” ujarnya.

Pendeta Dorman bahkan menilai negara sedang tidak mau orang Papua mandiri, berdiri sendiri memimpin negeinya.

“Masyarakat Papua harus tahu kalau negara Indonesia sedang tipu. Ada tiga hal yang Indonesia tidak mau orang Papua itu pintar. Indonesia tidak mau orang Papua mendidik orang Papua. Dan orang Indonesia tidak mau kalau orang Papua tahu semua. Hal itu terbukti hari ini,” tegasnya.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Dari pengalaman sebelumnya, kata Dorman, orang Papua yang ternama seperti Barnabas Suebu, John Ibo dan Lukas Enembe ibarat kambing hitam.

“Kita belajar dari kakak Barnabas Suebu dan John Ibo, kasusnya semua sama. Barnabas Suebu sampai saat ini dia tidak tahu titik kesalahannya sampai ditangkap hingga dia berada tujuh tahun dalam penjara. Sekarang mereka bawa Lukas Enembe,” tutur Dorman.

Sekalipun Tanah Papua terlihat aman dan damai, namun menurut Dorman, selalu dikacaukan dengan hal-hal yang merugikan masyakarat Papua.

“Kami Dewan Gereja Papua selalu bicara supaya orang-orang di Tanah Papua damai, tidak kacau, tidak dibunuh, dan lain-lain. Tetapi yang bikin kacau kita dan yang bikin kita konflik itu negara Indonesia sendiri.”

Dorman juga menuding penangkapan Lukas Enembe lantaran ada unsur kepentingan tertentu.

“Lukas ini ditangkap bukan karena unsur korupsi satu miliar, tapi ditangkap karena unsur kepentingan politik. Mereka berusaha geserkan Lukas dulu baru nanti atur siapa yang duduk di Dok 2,” ujarnya.

Situasi yang terjadi di Papua hari ini semacam ada tekanan yang dilakukan hingga ada penangkapan Lukas Enembe.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

“Yang saya dengar dari ketua Komas HAM, presiden Jokowi sudah memberi arahan kepada Komnas HAM untuk mendekati paguyuban-paguyuban di Papua, salah satunya kami Dewan Gereja Papua. Tanggal 26 Agustus 2019 pasca rasisme itu empat pimpinan Dewan Gereja Papua menyurat ke Panglima TNI dan Kapolri pada waktu itu di Jayapura selama satu minggu,” sambung Dr. Benny Giay.

Benny menekankan, agar konflik Papua dapat diselesaikan dan tidak terjadi pembunuhan terhadap masyarakat, rangkaian konflik di Tanah Papua harus diselesaikan dengan hati.

“Kami sudah sampaikan untuk konflik di Tanah Papua ini diselesaikan, apalagi pada usianya sudah  56 tahun, jadi kalau bisa diakhiri. Mengenai jeda kemanusiaan, kami tangkap dari pembicaraan Jokowi pada 30 September kepada media di Jakarta bahwa akan bertemu dengan pro referendum, itu ULMWP, TPNPB-OPM, KNPB dan yang lain lagi,” tuturnya.

Tetapi, kata Benny, kenyataan belakangan justru berbeda, hingga masih dipertanyakan tentang bagaimana mau realisasikan proses penanganan penyelesaian konflik berkepanjangan di Tanah Papua.

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.