PolhukamHAMPresiden GIDI Menyurati Jokowi Terkait Kondisi Lukas Enembe

Presiden GIDI Menyurati Jokowi Terkait Kondisi Lukas Enembe

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Kabar memburuknya kondisi kesehatan Lukas Enembe setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat tanggapan Dr. Dorman Wandikmbo, presiden Gereja Injili Di Indonesian (GIDI). Gubernur Papua non aktif itu diminta diizinkan untuk menjalani perawatan di Singapura.

Saat penutupan rapat badan pekerja lengkap GIDI, perayaan yubileum STAKIN dan konferensi pendidikan di STAKIN Sentani, kabupaten Jayapura, Papua, Pdt. Dorman mengaku telah mengirimkan surat kepada presiden Joko Widodo terkait dengan kondisi kesehatan Lukas Enembe di tengah proses hukum yang tengah dijalaninya di KPK.

Sejak penangkapan Lukas Enembe hingga dibawa ke Jakarta, kata Dorman, KPK dinilai melanggar hak warga negara karena tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatannya.

“Faktanya memang KPK tidak mengedepankan rasa kemanusiaan. Kondisi kesehatan bapak Lukas Enembe tidak diperhatikan. Makanya, kami sudah mengirim surat tadi malam kepada presiden Jokowi. Dalam surat ada tiga poin yang kami muat untuk segera diperhatikan,” kata Dorman di Sentani, Minggu (29/1/2023).

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

Lukas Enembe sebagai kader GIDI yang selama puluhan tahun mengabdikan dirinya sebagai pemimpin rakyat dan pemimpin peradaban di Tanah Papua diharapkan mendapat hak-hak yang layak meski tengah menjalani proses hukum di KPK.

“Sesungguhnya dia tidak salah dan tidak tahu persoalannya, tetapi dia digiring dengan hukum dalam keadaan sakit. Oleh karena itu, dari Gereja GIDI bersama badan pekerja pusat sudah mengambil pernyataan sikap,” ujarnya.

Kasus penangkapan Lukas Enembe bahkan dicatat sebagai pelanggaran HAM yang dilakukan negara melalui aparatusnya, baik KPK maupun pihak keamanan.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

“Bapak Lukas Enembe ditangkap sudah masuk pelanggaran HAM berat karena beberapa alasan. Ditangkap dalam keadaan sakit komplikasi empat penyakit, struk, ginjal, jantung dan diabetes. Itu penyakit yang diderita bapak Lukas Enembe selama tujuh tahun, sehingga harus ditangani serius dari rumah sakit di Singapura,” ujar Dorman.

Ia juga menyinggung sikap KPK yang bahkan dianggap telah melakukan penipuan terhadap orang Papua. Janjinya tak ditepati. Penangkapan tanpa memperhatikan kondisi kesehatan Lukas Enembe.

“Kami bilang pelanggaran HAM berat karena KPK sudah berjanji pada 3 November 2022 ketika mengunjungi bapak Lukas Enembe di kediamannya di Koya bahwa tidak akan memeriksa kalau beliau sakit dan datang memberikan jaminan kepada kita bahwa setelah sehat dulu baru bisa lakukan proses hukum. Maka itu, pihak Gereja memberikan izin kepada KPK bisa kunjungi. Sekarang justru tanpa pertimbangkan itu langsung tahan dan hak kesehatannya tidak diperhatikan,” tuturnya.

Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Janjinya saat bertemu tak ditepati, kata Dorman, artinya KPK telah berbohong.

“Gereja merasa telah ditipu oleh KPK dengan menangkap bapak Lukas Enembe tidak sesuai dengan janjinya.”

Mengingat kondisi kesehatan Lukas Enembe belum pulih bahkan sakitnya makin parah, negara diminta segera memberikan keringanan dengan izinkan Lukas Enembe menjalani perawatan.

“Fasilitasi Lukas Enembe bisa berobat di Singapura. Kalau tidak difasilitasi untuk pergi berobat, maka kami dari Gereja meminta supaya bapak Lukas Enembe dipulangkan ke Papua karena kami tidak ingin terjadi apa-apa di tangan KPK,” tandasnya.

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.