Komite Nasional Papua BaratTolak Negosiasi Bebaskan Pilot Susi Air, Indonesia Mau Konflik Berlanjut

Tolak Negosiasi Bebaskan Pilot Susi Air, Indonesia Mau Konflik Berlanjut

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pernyataan penolakan negosiasi politik antara Indonesia dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) untuk bebaskan Phillips Max Mehrtens, pilot Susi Air, sebagaimana disampaikan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), dianggap sebagai bentuk pemeliharaan konflik di Tanah Papua.

Hal itu ditegaskan Ones Suhuniap, juru bicara nasional KNPB, kepada suarapapua.com, Rabu (1/3/2023).

Penolakan negosiasi damai yang ditawarkan TPNPB kepada pemerintah Indonesia, kata Ones, harusnya menjadi solusi penyelesaian konflik bersenjata di Papua mengingat selama ini korbannya warga sipil Papua maupun non Papua.

“Pemerintah Indonesia selalu tolak apapun usulan dan tawaran dari orang Papua, termasuk kelompok TPNPB. Sekarang pun mereka tidak mau negosiasi terkait kasus penyanderaan pilot Susi Air di Nduga. Maunya apa? Kenapa ada penolakan dari pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam? Rakyat Papua melihat pemerintah Indonesia sengaja ingin memelihara konflik kekerasan di Papua,” ujarnya.

Kata Ones, TPNPB mendorong negosiasi damai demi keselamatan pilot dari penyekapan saat ini. Bila diabaikan pemerintah Indonesia dan lebih mengedepankan perang dan operasi militer, itu justu hanya akan menambah luka dan darah rakyat sipil di Papua terutama rakyat kabupaten Nduga.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Akan Gelar Aksi Damai Peringati Hari Aneksasi

“Ada niat jahat dibalik penolakan negosiasi. Menkopolhukam harus mempertimbangkan keselamatan pilot, keselamatan rakyat sipil, tetapi juga TNI dan Polri. Jika tidak ingin ada korban rakyat sipil maupun militer, maka perlu adakan negosiasi damai,” ujar Ones.

KPNB menyebut negara hanya mementingkan kepentingan investasi ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua daripada keselamatan nyawa manusia. Karena operasi militer akan dikedepankan, tentu yang akan menjadi korban adalah militer Indonesia TNI/Polri maupun rakyat sipil di Papua.

“Hal ini akan menambah sederet daftar kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM di Papua. Seharusnya Indonesia mempertimbangkan usulan negosiasi yang ditawarkan untuk mencari solusi mengakhiri konflik dan demi pembebasan sandera, karena tuntutan TPNB jelas menuntut hak politik dan pelurusan sejarah bergabung Papua dalam Indonesia yang cacat hukum dan cacat moral,” tuturnya.

Selama pemerintah alergi dengan solusi perundingan atau negosiasi damai untuk mencari solusi alternatif seperti usulan referendum, kata Ones, berarti pemerintah punya rencana memusnahkan orang asli Papua secara sistematis, masif dan terstruktur.

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

“Negara Indonesia hanya mengutamakan kepentingan ekonomi oligarki kolonial dan kepentingan imperialisme global. Seharusnya, solusi alternatif, mendorong negosiasi yang difasilitasi pihak netral agar akar konflik di Papua bisa diselesaikan secara adil, damai dan bermartabat demi kemanusiaan. Karena tuntutan politik orang Papua ingin merdeka tidak akan pernah berhenti,” tegas Suhuniap.

Sebelumnya, Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak akan bernegosiasi dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) soal permintaannya, apalagi untuk melepaskan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“NKRI berdasar konstitusi, berdasar hukum internasional, dan berdasarkan kenyataan faktual. (Papua) adalah bagian yang sah dari NKRI. Oleh sebab itu, tidak ada negosiasi soal itu dan kami (Pemerintah) akan mempertahankan serta memberantas setiap yang ingin mengambil bagian secuil pun dari NKRI,” kata Mahfud usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Sementara itu, Donal Fariz, kuasa hukum Susi Air, mengaku sama sekali tidak berkomunikasi dengan KKB pimpinan Egianus Kogeya yang menyandera pilot Phillips Max Mehrtens di distrik Paro, kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Selasa (7/2/2023).

“Kelompok penyandera tidak mencoba melakukan komunikasi apapun kepada perusahaan. Tidak ada komunikasi antara kelompok penyandera dengan kami,” kata Fariz saat konferensi pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga:  Ketua KNPB Pegubin Ajak Suku Ngalum dan Ketengban Bersatu

Karena itu, pihaknya tidak mendapat informasi perihal permintaan KKB pimpinan Egianus Kogeya untuk membebaskan pilot Susi Air berkebangsaan New Zealand itu.

“Ya, tidak ada permintaan-permintaan tertentu yang kelompok penyandera sering lakukan,” kata Fariz.

Isu mengenai Egianus Kogeya minta tebusan sejumlah uang dan senjata, ia mengaku tidak tahu menahu karena tidak pernah berkomunikasi.

“Kepada siapa mintanya, berapa uang yang diminta, dan bagaimana uangnya diminta. Kami tidak pernah berkomunikasi. Tidak mungkin minta uang ke Susi Air di tengah pesawatnya dibakar,” tuturnya.

Fariz menambahkan, upaya negosiasi dengan kelompok penyandera untuk bebaskan pilot Phillips Max Mehrtens, manajemen Susi Air telah serahkan sepenuhnya ke pemerintah selaku pemegang otoritas.

Pilot asal Selandia Baru itu disekap TPNPB Kodap III pimpinan Egianus Kogeya usai bakar pesawat Susi Air jenis Pilatus dengan nomor registrasi PK-BVY di runway lapangan terbang distrik Paro, kabupaten Nduga, Selasa (7/2/2023).

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

0
“Saya sangat menyadari tantangan yang ada dan saya tahu bahwa terkadang hal ini dapat menjadi beban dan kesepian; namun saya yakin bahwa saya terhibur dengan kebijakan yang baik yang kami miliki dan solidaritas dalam koalisi kami.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.