Tanah PapuaDomberaiEskalasi Penolakan Bendungan Warsamson Terus Meluas

Eskalasi Penolakan Bendungan Warsamson Terus Meluas

SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat Adat Moi, marga Osok Mamsa di kabupaten Sorong, provinsi Papua Barat Daya, dengan tegas menolak rencana pemerintah bangun bendungan Warsamson di Lembah Klaso.

Masyarakat adat Moi beralasan, pembangunan bendungan Warsamson tidak membawa dampak positif, melainkan sebuah ancaman bagi keberadaan masyarakat adat di beberapa wilayah seperti Makbon, Malaumkarta, Batu Lobang, Kuadas, Mini, Klagulus, Malagasih Kalagili, Kabanmolo, dan sekitarnya.

Meskipun bendungan Warsamson diperuntukkan demi mendukung proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di kabupaten Sorong, gelombang penolakan terus digencarkan masyarakat adat Moi. Bahkan, eskalasi pergerakan masyarakat adat Moi disertai tuntutan menentang pembangunan bendungan Warsamson terus meluas.

Sejak awal 2022 lalu, berbagai upaya penolakan dilakukan masyarakat adat Moi baik melalui kampanye media maupun penyampaian secara langsung ke pemerintah kabupaten Sorong.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Terakhir, penolakan bendungan Warsamson dilakukan dengan disertai penandatanganan petisi oleh masyarakat adat Moi dari berbagai wilayah adat yang diadakan di kampung Klatomok, distrik Klayili, kabupaten Sorong.

“Tanah adat akan kami pertahankan dalam bentuk apapun demi generasi penerus kami sebagai pewaris tanah adat kami suku Moi. Kami marga Osok Mamsa menolak tegas bendungan Warsamson di wilayah adat kami,” ujar Willem Osok, tua adat marga Osok Mamsa, lewat pesan tertulis yang diterima suarapapua.com, Kamis (2/3/2023).

Ditegaskan dalam surat pernyataan yang ditandatangani para tokoh adat dan tokoh masyarakat marga Osok Mamsa, jika pekerjaan bendungan Warsamson tetap dilakukan dan terjadi konflik, maka bukan menjadi tanggung jawab marga Osok Mamsa.

Baca Juga:  20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

“Apabila diketahui ada marga-marga yang mengizinkan pembangunan bendungan Warsamson, maka kami akan tindak tegas,” ujarnya.

Hingga hari ini, kata Willem, masyarakat suku Moi tak menghendaki adanya pertumpahan darah di atas tanah adatnya. Karena itu, rencana bangun bendungan tersebut diminta segera dihentikan.

“Sebaiknya segera dihentikan saja. Karena kalau dipaksakan dan nanti terjadi pertumpahan darah, maka sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab marga-marga yang berikan izin maupun karyawan perusahaan yang kerjakan proyek bendungan itu,” tegas Willem.

Senada, Iskandar Osok, tokoh masyarakat marga Osok Mamsa, khawatir nasib masyarakat adat Moi di distrik Klaso akan kehilangan sumber kehidupan jika pemerintah terus memaksa pembangunan bendungan Warsamson dilanjutkan.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

“Sungai Warsamson merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat adat. Dampaknya akan sangat luas. Di sungai ini masyarakat selalu mancing. Bahkan benda-benda keramat juga ada di dalam sungai itu,” tuturnya.

Pengakuan masyarakat adat Moi bahwa pembangunan bendungan Warsamson dilatarbelakangi oleh kepentingan para investor yang akan berinvestasi di proyek KEK.

“Proyek bendungan Warsamson akan mengancam kawasan hutan dan tanah adat yang di dalamnya terdapat sumber kehidupan masyarakat, tempat keramat, tanaman dan kehidupan bagi masyarakat adat Moi,’’ ujar Iskandar.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

0
“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.