Tanah PapuaDomberaiDesakan Tutup Tambang Ilegal di Tambrauw Belum Digubris

Desakan Tutup Tambang Ilegal di Tambrauw Belum Digubris

TAMBRAUW, SUARAPAPUA.com — Marga Yenggren selaku pemilik ulayat lokasi pertambangan emas ilegal di distrik Kwor, kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, mendesak Polres Tambrauw segera menutup aktivitas pendulangan ilegal sekaligus menangkap para pendulang dan pemodal.

Aksi pemasangan baliho pelarangan aktivitas pendulangan emas ilegal di distrik Kwoor merupakan kekecewaan dari masyarakat setelah dua kali ajukan laporan ke Polsek Sausopur, tetapi tidak ada respons baik.

“Aktivitas pendulangan emas di kampung Barar, kampung Kwoor dan kampung Orwen selama ini sudah meresahkan, bahkan mengancam lingkungan hidup, jadi kita lakukan pemalangan,” ujar Ottow Yenggren, perwakilan sub marga Yenggren, kepada suarapapua.com di Sausapor, Senin (13/3/2023).

Ottow menjelaskan, para penambang emas didatangkan dari luar kabupaten Tambrauw. Karena itu, pihaknya mendesak Polres Tambrauw segera menangkap para pemberi modal.

Baca Juga:  Koalisi SMAD Desak Semua IUP Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut

“Orang-orang non Papua datang dulang emas. Mereka didatangkan dari luar Tambrauw. Di sini ada oknum-oknum yang sengaja mendatangkan mereka untuk dulang emas. Mereka pakai mesin jet,” bebernya.

Ottow Yenggren, perwakilan marga Yenggren. (Reiner Brabar – SP)

Sebenarnya pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Papua Barat Daya bersama Polda Papua Barat telah meninjau langsung lokasi penambangan ilegal di Kwoor. Tetapi tak ada tindak lanjut.

“Kami mendapat informasi ada tim dari Polda dan Dinas Lingkungan Hidup provinsi Papua Barat Daya sudah turun lihat lokasi pendulangan,” kata Ottow.

Festus Yesnat, warga setempat mengaku sebelum melakukan aksi palang, pihaknya telah dua kali membuat laporan ke Polsek Sausapor. Tetapi belum ada respons hingga dilakukan aksi palang dengan memasang baliho di distrik Kwoor dan Sausapor.

Baca Juga:  Teriak Save Raja Ampat, Empat Aktivis Greenpeace Ditangkap

“Kami sudah dua kali lapor ke Polsek, tetapi tidak ada tanggapan, jadi kami palang mulai kemarin sore,” ujar Festus.

Ia juga membenarkan, para penambang kebanyakan datang dari luar Tambrauw. Mereka membawa peralatan dan selama ini mendulang emas di tiga kampung itu.

Tak hanya warga pendatang, kata Festus, para penambang sebagian juga dari masyarakat setempat. Diantaranya ada yang berstatus pegawai distrik, guru dan mantri yang bertugas di distrik Kwoor.

“Ada penambang dari masyarakat lokal, terus ada pegawai distrik, mantri dan guru juga. Kalau dari Polri maupun TNI yang ikut dulang itu kita tidak punya data dan dokumentasi,” kata Yesnat.

Baca Juga:  Dewan Adat Suku Besar Moi dan MRP Papua Barat Daya Tolak PSN

Kapolsek Sausapor Iptu Junaifin saat ditemui suarapapua.com di Sausapor, menjelaskan, penutupan tambang ilegal tersebut sudah dilakukan dua kali, tetapi dibuka dan dilanjutkan aktivitas lagi.

“Saya tidak ingin ada konflik diantara masyarakat. Saya sudah laporkan semua ke Kapolres Tambrauw selaku pimpinan saya. Selanjutnya kami tunggu perintah dari atasan untuk menutup aktivitas dulang, pasti kami akan segera bertindak,” ujar Junaifin.

Pantauan suarapapua.com di lokasi tambang ilegal distrik Kwoor, kondisi lokasinya sangat memprihatinkan. Terdapat banyak lubang besar yang tak bisa dihitung jumlahnya akibat pendulangan menggunakan mesin jet (alkon).

Selain itu, banyak pohon kelapa yang ditebang di sekitar lokasi penambangan liar.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

GAMKI Menggandeng Seluruh Pemuda Gereja di Lanny Jaya

0
“GAMKI Lanny Jaya akan selalu bersama pemerintah membangun dan kerja sama di bidang apa saja sesuai visi dan misi bupati dan wakil bupati Lanny Jaya. Sekarang di Lanny Jaya sudah ada GAMKI, maka semua kegiatan hari besar keagamaan kita akan ambil alih dengan menggandeng pemuda dan gereja yang ada di seluruh wilayah kabupaten Lanny Jaya,” ujar John Kogoya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.