Kunker Presiden Jokowi ke Jayapura Dianggap Seremonial Tanpa Makna

0
2471
Presiden Joko Widodo ketika berkunjung ke Sorong, Papua Barat. (Sekretariat Presiden)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kehadiran kepala negara di Papua sebagai daerah konflik dipertanyakan jika tidak disertai kebijakan mengatasi berbagai persoalan hingga konflik bersenjata yang seolah tiada ujungnya. Tanpa itu dipikirkan dan dilakukan, kunjungan kerja (Kunker) presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Jayapura, Papua, kali ini pun dianggap seremonial belaka.

Pendapat ini dikemukakan Yan Christian Warinussy, juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP), menyikapi kedatangan presiden Joko Widodo ke Jayapura, Senin (20/3/2023) malam.

Berdasarkan run down rencana kunker presiden Jokowi ke Jayapura, Warinussy dalam siaran pers ke redaksi Suara Papua, Senin (20/3/2023) malam, menyebutkan sama sekali tidak ada langkah nyata seorang kepala negara untuk merubah situasi sosial politik dan keamanan serta mendorong terbangunnya perdamaian di Tanah Papua.

Warinussy bahkan menduga presiden Jokowi justru menafikan terjadinya perdamaian di Tanah Papua sepeninggal berakhir masa jabatannya pada tahun depan.

“Apalagi dengan kunjungan yang justru melahirkan adanya pengerahan pasukan keamanan berjumlah sekitar 3.600 personel ke Tanah Papua. Ini semua semakin menunjukkan bahwa pilihan pendekatan keamanan tidak akan ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia terhadap Tanah Papua secara umum,” bebernya.

ads

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari itu berpendapat, pembentukan instalasi militer yang gencar dilakukan di seluruh Papua semakin membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia tidak ingin Papua menjadi tanah damai.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

“Kami JDP sangat mengkhawatirkan kondisi yang semakin menunjukkan potensi terbangunnya kekerasan bersenjata yang menempatkan rakyat sipil sebagai korban dan pihak yang dirugikan. JDP sangat yakin bahwa kondisi ini akan berpotensi menihilkan harapan rakyat Papua untuk hidup damai di atas tanah airnya sendiri dalam kurun waktu lama,” urainya lebih lanjut.

Selama ini JDP menurut Warinussy selalu menyerukan kepada negara agar mempersiapkan langkah-langkah penting dalam memulai dialog dengan kelompok resisten di Tanah Papua.

“JDP yakin bahwa terjadinya dialog diantara negara dengan kelompok-kelompok resisten seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) ataupun United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) akan justru memberi harapan terbangunnya Papua Tanah Damai. Itu akan memberi harapan bagi perbaikan situasi sosial, politik dan ekonomi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan secara lebih efektif di Tanah Papua,” tuturnya.

Dengan agenda kunker yang kesekian kalinya ke Papua, presiden Jokowi harap JDP agar mesti memikirkan upaya perdamaian dari berbagai rentetan konflik bersenjata.

Baca Juga:  Velix Vernando Wanggai Pimpin Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua

“Kedatangan presiden Joko Widodo kali ini memberi pelajaran berharga bagi negara bahwa ruang dialog adalah sangat relevan dan penting bagi dimulainya langkah penyelesaian damai atas konflik bersenjata yang justru memberi banyak kerugian bagi rakyat Papua dan juga dari sisi pengurasan anggaran negara bagi pelaksanaan operasi militer di Tanah Papua yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun tanpa memberi hasil yang positif bagi keamanan dan kedamaian selama ini.”

Sebelumnya, kalangan mahasiswa Papua menyatakan menolak kehadiran presiden Jokowi di Jayapura jika tidak dalam rangka mengatasi makin buruknya situasi di wilayah tertimur Indonesia ini.

Pimpinan badan eksekutif mahasiswa Universitas Cenderawasih (BEM Uncen) Jayapura bahkan menganggap kedatangan presiden sekadar pencitaan semata kalau cuma untuk resmikan gedung Papua Muda Inspiratif maupun beberapa agenda lain yang sama sekali tak bersinggungan dengan kebijakan negara menyudahi peluang berlanjutnya konflik bersenjata. Akibat dari itu sangat dirasakan warga sipil, baik asli Papua maupun non Papua. Termasuk korban nyawa di kedua kubu yang terlibat perang.

Saat jumpa pers di Waena, kota Jayapura, Jumat (17/3/2023), Salmon Wantik, ketua BEM Uncen, menyatakan, kehadiran presiden Jokowi sangat penting apabila bicara masalah kemanusiaan. Soal HAM mestinya dijadikan satu agenda tersendiri.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

“Karena hal yang paling penting adalah bagaimana HAM Papua harus diperhatikan baik. Orang asli Papua maupun non Papua yang ada di Tanah Papua harus hidup aman dan nyaman. Itu yang mestinya diperhatikan oleh kepala negara,” ujar Wantik.

Berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua mestinya jadi perhatian khusus, tetapi justru bertolak belakang hingga setahun jelang akhir masa jabatan. Menurut BEM Uncen, presiden RI harus mengutamakan keselamatan rakyatnya di Papua, ketimbang fokus dengan infrastruktur, ekonomi dan lain-lain.

“Yang mau menikmati itu manusia, maka semua orang yang ada di Papua harus diperhatikan keamanannya. Setelah aman situasinya, dan kasus HAM ditangani barulah bicara hal lain. Negara jangan dibiarkan situasi buruk ini terus berlanjut,” tegasnya.

Karena itu, kepala negara diminta membuka diri untuk menyudahi persoalan lama di Tanah Papua.

“Presiden Jokowi harus membuka diri untuk dialog antara pemerintah Indonesia dan TPNPB mau seperti apa. Itu dulu. Kalau tidak, di Papua akan terus menerus terjadi konflik,” tekan Salmon.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaPT Sorong Global Lestari Ancam Hutan Malamoi
Artikel berikutnyaKeluarga Korban Tragedi Wamena Bilang Hoaks Isu Bayar 5 Miliar Per Kepala