16 Kali ke Papua, Presiden Jokowi Sudah Lupakan Kasus HAM

0
2490

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Meski sudah 16 kali presiden Republik Indonesia Joko Widodo berkesempatan kunjungi Tanah Papua, tak banyak memberi manfaat bagi rakyat yang hari-hari menanti kebijakan kepala negara. Kunjungannya bahkan tak lebih dari sekadar wisata penuh umbar janji.

Iche Murib, aktivis Papua yang juga pengurus United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), di Wamena, Rabu (22/3/2023), menyayangkan kehadiran presiden Jokowi yang tak membuktikan keberpihakan jelas kepada rakyatnya di negeri emas ini.

Bahkan Iche melihat itu bagian dari cara kepala negara mempertegas itikad buruk tak mampu menyelesaikan berbagai persoalan mendasar, termasuk kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.

Sebaliknya, ia menuding kunjungan seorang kepala negara hanya menambah persoalan baru yang berujung pembungkaman ruang demokrasi bagi orang Papua.

Dalam keterangan tertulis bertajuk “Jokowi Stop Tipu-Tipu: Segera Selesaikan Status Politik West Papua”, Iche menyoroti kunjungan presiden Joko Widodo ke Jayapura, Selasa (21/3/2023) tidak membawa manfaat bagi rakyat Papua ketimbang mengurus kepentingan negara di bidang infrastruktur dan ekonomi masa depan Indonesai di Tanah Papua.

ads

Terbukti dalam kenyataan selama ini, kata Iche, sejumlah kasus pelanggaran HAM yang menimpa rakyat Papua oleh karena kekerasan dengan mengandalkan alat negara kepada bangsa yang sedang menuntut hak politik kemerdekaan diawali sejak 1 Desember 1961 hingga kini tahun 2023.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

“Selama 61 tahun, Indonesia tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan status politik bangsa Papua. Malahan memaksakan paket politik Otsus dan pemekaran, padahal rakyat sudah berkali-kali tolak itu semuanya. Jadi, presiden Joko Widodo datang ke Jayapura ini sudah yang 16 kali. Dari kunjungan ke kunjungan, presiden Indonesia tidak pernah mau menyelesaikan persoalan West Papua secara menyeluruh,” bebernya.

Hal ini yang menurut Iche Murib, pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Joko Widodo semakian tak mendapat ruang di hati rakyat Papua.

Rakyat Papua sebut Iche, mencatat enam persoalan hingga tahun 2023 belum juga diselesaikan pemerintah Indonesia.

Pertama, persoalan Rasisme (2019), yang hingga kini masih ada di tahanan (Victor Yeimo).

Kedua, kasus mutilasi di Timika dan Puncak (2022 – 2023).

Ketiga, penembakan 10 orang warga sipil di Wamena (2023).

Keempat, tahanan kriminalisasi mahasiswa di Jayapura (2022).

Kelima, operasi militer di Nduga (2018-2023).

Keenam, operasi militer di Yahukimo (2023), pelanggaran HAM Byak (1998), Wamena (2001), Wasior (2003), dan Paniai (2014).

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Indonesia hingga hari ini belum pernah secara terbuka mau menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dan status politik Papua. Sebaliknya, kata Iche Murib, Indonesia terus membangun citra dengan kunjungan-kunjungan yang seolah persoalan Papua telah diselesaikan.

Dari berbagai persoalan di Tanah Papua yang belum juga tuntas diselesaikan, rakyat kata Iche berhak menyampaikan protes hingga tuntutan yang dianggap berbeda dengan agenda kunjungan presiden Joko Widodo, Selasa (21/3/2023).

Lima poin pernyataan ditegaskan:

Pertama, rakyat West Papua meminta pemerintah Indonesia segera membuka akses bagi kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB ke Papua.

Kedua, rakyat West Papua mendesak pemerintah Indonesia segera membuka akses bagi jurnalis internasional masuk ke West Papua.

Ketiga, rakyat West Papua mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dari tahun 1963 hingga 2023 di West Papua.

Keempat, rakyat West Papua mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan persoalan status politik West Papua.

Kelima, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Sementara ULMWP segera mencari solusi untuk menyelesaikan status politik West Papua yang dimediasi PBB.

Sebelumnya, Yulvin Mote, aktivis kemanusiaan di Papua, menilai kunjungan presiden Joko Widodo ke Jayapura hanya sebatas pencitraan politik di balik makin buruknya kondisi HAM yang tiada ujung. Kunjungan tersebut hanya demi pembangunan semata tanpa pernah mau mengatasi berbagai persoalan HAM, apalagi menyelesaikan.

Baca Juga:  Teror Aktivis Papua Terkait Video Penyiksaan, Kawer: Pengekangan Berekspresi Bentuk Pelanggaran HAM

“Saya pikir, bapak presiden ke Papua demi pembangunan tanpa mengukur nilai kemanusiaan yang sedang menuju kepunahan,” ujar Mote.

Berdasarkan catatan, kata Mote, Jokowi tak punya sikap yang jelas terhadap segala persoalan kemanusiaan di Papua. Bahkan negara dianggap gagal tuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di Papua.

“Jadi, saya pikir Jokowi datang urus Papua demi masa depan orang luar saja setelah orang asli Papua dimusnahkan,” tegasnya.

Selain itu, Yan Christian Warinussy, juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP), menyatakan sama sekali tak ada langkah nyata seorang kepala negara untuk merubah situasi sosial politik dan keamanan serta mendorong terbangunnya perdamaian di Tanah Papua.

“Apalagi dengan kunjungan justru melahirkan adanya penggerakan pasukan keamanan [TNI/Polri] berjumlah sekitar 3.600 personel ke Tanah Papua. Ini semua semakin menunjukan bahwa pilihan pendekatan keamanan tidak akan ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia terhadap Papua secara umum,” ujar Warinussy.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaKlasis Yalimo Angguruk Rayakan HUT ke-62 Tahun Injil Masuk
Artikel berikutnyaSelamatkan Hutan Adat Woro, DPMPTSP Papua Didesak Cabut Izin PT IAL