PolhukamHAMKomnas Perempuan Tak Peduli Nasib Perempuan Papua di Pengungsian

Komnas Perempuan Tak Peduli Nasib Perempuan Papua di Pengungsian

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Keberadaan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) seperti tak bermanfaat, terutama bagi perempuan Papua yang masih ada di pengungsian akibat konflik bersenjata.

Ferita Yare, ketua badan eksekutif mahasiswa Universitas Ottow Geissler Papua (BEM UOGP) mengungkapkan, warga pengungsi dari beberapa kabupaten/kota di Tanah Papua belum mendapat perhatian dari negara melalui Komnas Perempuan.

Karena itu, ia mendesak lembaga ini turun lihat korban konflik bersenjata di Tanah Papua terutama untuk memastikan keselamatan kaum perempuan, termasuk anak-anak.

“Korban utama konflik bersenjata itu perempuan dan anak,” ujarnya kepada suarapapua.com usai aksi mimbar bebas yang diadakan Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua (FMRPP) di Waena, kota Jayapura, Papua, Selasa (4/4/2023).

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Kata Ferita, imbas dari konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan TNI/Polri, banyak perempuan dan anak-anak yang hingga kini saat ada di tempat pengungsian dalam kondisi kurang sehat.

“Mama-mama dan anak-anak di pengungsian butuh perhatian sejak tinggalkan rumah di kampung halaman mereka,” tuturnya.

Yare mengaku sangat kecewa terhadap kinerja Komnas Perempuan. Sejak 2018 hingga 2023 belum terlihat upaya Komnas Perempuan menangani warga pengungsi yang umumnya perempuan dan anak.

“Tahun 2018 konflik di Nduga hingga 2023 ini Komnas Perempuan dimana?. Ada sembilan kabupaten, Nduga, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Mimika, Lanny Jaya, Maybrat, dan Yapen terjadi konflik bersenjata. Komnas Perempuan stop tidur. Mama-mama banyak yang jadi korban,” ujar Yare.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM
Baliho di aksi mimbar bebas Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua, Selasa (4/4/2023). (Reiner Brabar – SP)

Jika Komnas Perempuan melakukan pembiaran terhadap orang Papua, ia justru setuju lembaga itu sebaiknya segera dibubarkan saja.

“Saya punya mama-mama Papua ada tidur di goa-goa, hutan dan lembah. Kesehatan mereka di sana tidak ada yang bisa jamin, jadi kalau Komnas Perempuan tidak mau selamatkan perempuan Papua sebaiknya dibubarkan saja,” keluh Ferita.

Obanus Kogoya, penanggungjawab aksi mimbar bebas, menyatakan, pendekatan keamanan yang terus diterapkan pemerintah Republik Indonesia tidak menyelesaikan persoalan dan hanya akan menambah masalah hingga korbankan orang asli Papua.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

“Indonesia harus bertanggungjawab atas segala bentuk kekerasan terhadap orang Papua. Pemerintah provinsi dan kabupaten juga wajib memberikan perlindungan bagi masyarakat Papua yang sedang mengungsi akibat konflik antara TNI/Polri dan TPNPB,” ujar Obanus.

Lanjut Kogoya, Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua dengan tegas mendesak pemerintah Indonesia membuka akses bagi Komisi HAM PBB untuk menyelidiki kasus kekerasan di Papua. Pemerintah juga harus membuka ruang perundingan dengan TPNPB untuk menghentikan serangkaian kasus kekerasan di Tanah Papua.

“Pemerintah Indonesia segera berunding dengan TPNPB tanpa mengorbankan masyarakat sipil,” tegasnya.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.