8 Warga Sipil Korban Operasi Militer Dalam Misi Selamatkan Pilot Susi Air

0
1076

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Sedikitnya delapan orang warga sipil asal kabupaten Nduga dan Lanny Jaya, Papua Pegunungan, dilaporkan menjadi korban operasi militer dalam misi penyelamatan pilot Susi Air Phillips Mark Mehrtens.

Pilot berkebangsaan Selandia Baru itu ditawan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) dibawah pimpinan Panglima Komando Daerah Pertahanan (Pangkodap) III Ndugama Derakma Brigjend Egianus Kogeya sejak 7 Februari 2023.

Data yang dirilis keluarga korban bersama tim, sedikitnya delapan warga sipil itu menjadi korban penyiksaan hingga ada yang meninggal dunia.

1). Wity Unue (17), distrik Yal (disiksa hingga meninggal dunia dalam tahanan);

2). Preson Gwijangge (15), distrik Meborok (masih ditahan, belum diketahui keberadaannya);

ads

3). Apendak Karunggu (15), distrik Meborok (disiksa hingga tak berdaya, kemudian ditemukan identitas kartu pelajar hingga dilepaskan dan masih menderita);

4). Cerita Telenggen (25), distrik Mume (masih tahanan belum diketahui keberadaannya);

5). Kejar Murib (15), distrik Wolongome (masih tahanan belum diketahui keberadaannya);

6). Oumeka Tabuni (28), distrik Wutpaga (masih tahanan belum diketahui keberadaannya);

7). Anak dari bapak Wahyu, distrik Kuyawage (masih tahanan belum diketahui keberadaannya);

8). Parina Karunggu (14), distrik Meborok (peluru masih bersarang dalam tubuh sejak 4 April 2023 hingga sekarang).

Enggipilik Kogeya, ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se-Indonesia (IPMNI), ketika dihubungi suarapapua.com di Wamena, Selasa (18/4/2023), mengatakan, laporan itu diterima langsung dari keluarga korban ketika bersua dengan seluruh elemen masyarakat yang tergabung dalam Tim Pencari Kebenaran atas kejadian tersebut.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

“Tanggal 4 April 2023, operasi dari rumah ke rumah sampai tanggal 7 April ada enam orang ditangkap dan dibawa ke Timika termasuk Parina Karunggu ditembak. Tanggal 10 April, ‘salah satu yang dibawa ke Mimika atas nama Wity Unue disiksa hingga meninggal dunia di tangan aparat keamanan. Jenazahnya dikirim ke lapangan terbang Lanny Jaya. Tanggal 11 April, mayat diterima Wakapolres Lanny Jaya dan antarkan jenazahnya ke ujung jalan Kuyawage dan selanjutnya dilakukan pemakaman yang dipimpin ketua wilayah Longika daerah Tiom Baptis West Papua bersama hamba-hamba Tuhan,” jelas Kogeya.

Foto bersama Tim Pencari Kebenaran usai jumpa pers di salah satu tempat di Wamena, kabupaten Jayawijaya. (Ist)

Kejadian berawal 31 Maret 2023, keluarga almarhum Rinanus Karunggu datang dari distrik Meborok menuju kota Wamena. Sementara itu, anak-anak dari keluarga ini menjemput orang tua mereka dari Wamena menuju Lanny Jaya ke Kuyawage. Dalam perjalanan, mereka bertemu pasukan TNI dan Polri yang sedang beroperasi mencari pilot Susi Air. Kemudian tembak brutal terhadap anak-anak itu mengakibatkan Parina Karunggu tertembak di bagian tulang belakang dan peluru masih ada dalam tubuh korban.

“Dengan demikian, sasaran operasi militer pembebasan pilot asal Selandia Baru itu sudah berdampak buruk terhadap masyarakat sipil hingga menelan korban tanpa alat bukti. Makanya pemerintah, tokoh gereja, tokoh intelektual, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan mahasiswa menyatakan sikap dengan tegas bahwa tindakan militer dalam operasi ini sudah korbankan banyak rakyat sipil walaupun tidak ada kesalahan juga,” ungkapnya.

Baca Juga:  Ini Respons Komnas HAM Terkait Video Penyiksaan di Puncak Papua

Sementara itu, Raga Kogeya, salah satu tokoh perempuan dari kabupaten Nduga, mengaku sangat kesal dengan tindakan aparat melakukan aksi kekerasan terhadap anak sekolah yang hendak jemput orang tua dari pengungsian.

Raga menyesalkan tindakan pihak keamanan merubah nama korban.

“Kesal dengan pergantian nama anak-anak kami. Disiksa dan dibunuh, kemudian nama mereka diganti. Kenapa sampe harus begitu? Ini sangat keterlaluan. Kami sangat sakit hati sekali,” tuturnya.

Tidak hanya nama, kata Raga, umur mereka juga dirganti sepihak. Contoh, korban atas nama Wity Unue yang sebenarnya 17 tahun, dirubah 31 tahun.

“Ini masih umur sekolah. Mereka sekolah di kota [Wamena], pas mau jemput orang tua mereka. Jadi, mereka bukan anggota TPNPB,” ujarnya.

Tokoh perempuan asli Nduga itu harap pihak keamanan harus sampaikan dengan jujur kepada keluarga korban.

“Apakah lima orang yang ditahan itu, masih hidup atau sudah ditembak mati? Negara ini memiliki undang-undang. Ketika ditahan atau ditangkap harus lindungi, tetapi siksa sampe meninggal itu sangat tidak manusiawi. Semua pihak harus pertanyakan negara NRKI ini perbuatannya diluar hukum dan aturan,” tegasnya.

Raga Kogeya juga mendesak presiden Joko Widodo, Menteri Hukum dan HAM, Panglima TNI serta semua pihak atasi situasi. Segera tarik pasukan non organik yang bertugas di wilayah kabupaten Nduga karena tindakan pasukan bersenjata dalam operasinya seperti teroris.

“Ketemua siapapun mereka eksekusi. Langsung tembak. Ini negara bertindak brutal. Rasa kami bagian dari negara ini [Indonesia], jadi pasukan non organik harus ditarik. Ini kalo bagian dari negara ya harus buka dialog secara terbuka,” kata Raga.

Baca Juga:  AMAN Sorong Malamoi Gelar Musdat III di Wonosobo

Khusus penyanderaan terhadap pilot berkebangsaan Selandia Baru, menurut Raga, sudah jelas menyangkut politik sebagaimana tuntutannya disampaikan begitu ditawan dan beberapa waktu kemudian. Maka, Indonesia meresponsnya dengan baik tanpa harus bertindak brutal.

“Indonesia buka diri untuk berdialog dengan TPNPB OPM. Bukan bunuh-bunuh rakyat sipil. Kalau ini yang dilakukan, berarti di mata negara Indonesia, orang Papua tidak ada hitungan. Dari dulu dorang hanya mau ambil hasil kekayaan Papua. Saya harap, petingi negara ini punya hati harus buka diri untuk bicara baik-baik,” tuturnya.

Ia juga pertanyakan keputusan pemerintah Indonesia tolak tawaran pemerintah New Zealand untuk sama-sama mencari keberadaan sang pilot.

“Lalu Indonesia tolak tawaran dari pemerintah Selandia Baru. Itu diragukan. Ada apa dibalik penolakan itu? Jika [kemudian yang terjadi] justru ada jalan bunuh-bunuh warga sipil dengan alasan mau selamatkan pilot. Lebih baik stop. Cari solusi terbaik biar pilot selamat, rakyat juga selamat, dan kedua kubu juga tidak banyak korban nyawa,” tandasnya.

Selain itu, Raga Kogeya minta pemerintah pusat mau kerja sama dengan tiga pemerintah daerah di Papua yaitu kabupaten Nduga, Lanny Jaya dan Pucak Papua bersama TNI/Polri untuk selamatkan warga sipil.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaSolusi BEMNUS Terhadap Polemik Kantor Gubernur Papua Pegunungan
Artikel berikutnyaKelola Bermodalkan Semangat, Nikmati Keindahan Sentani dari Bhulem Mokho