JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kebijakan negara melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) menetapkan status siaga tempur dipertanyakan banyak kalangan. Masyarakat sipil di Tanah Papua bakal berimbas dengan kebijakan tersebut.
Natalius Pigai, mantan Komisioner Komnas HAM RI, salah satunya yang mempertanyakan penerapan siaga tempur.
Menurut Pigai, upaya pencarian pilot Phillips Mark Mehrtens yang disandera kelompok Egianus Kogeya dengan menerapkan operasi siaga tempur akan menelan korban jiwa. Dia khawatir nasib warga sipil di Tanah Papua jadi sasarannya.
Pigai menyayangkan kebijakan tersebut. Kebijakan dibawah kekuasaan presiden Joko Widodo yang terakhir diumumkan Panglima TNI dari Timika begitu tiba dari Jakarta.
Jika operasi siaga tempur benar-benar dijalankan, kata dia, sudah pasti akan menambah banyak korban dari pihak masyarakat asli Papua.
“@jokowi 5 kali perintah lebih dari siaga tempur “Operasi Militer”. Deploy TNI skala besar hanya rakyat dibunuh bukan TPN/OPM, artinya pembasmian ras Papua,” tulisnya dalam akun instagram @NataliusPigai2 pada Selasa (18/4/2023).
Lanjut Natalius, kekhawatiran akan adanya korban berjatuhan bisa diminimalisir bila pemerintah mau membuka ruang dialog untuk menuju perdamaian.
“Rakyat Papua tidak takut istilah sampah itu. Buka dialog damai,” ujar Pigai.
Dandhy Dwi Laksono, jurnalis senior dan pendiri WatchDoc Documentary, juga mempersoalkan pendekatan militer yang terus menerus diterapkan pemerintah Republik Indonesia selama ini di Tanah Papua.
Apalagi dengan pemberlakuan siaga tempur. Selain warga sipil, kebijakan tersebut akan mengorbankan generasi bangsa yang dikirim ke Tanah Papua untuk selamatkan pilot Susi Air dari tawanan TPNPB OPM.
“Sampai kapan pendekatan perang yang terus meminta korban ini dilanjutkan?” tulis Dhandy di akun twitternya @Dandhy_Laksono.
Dia memprediksi pendekatan militer yang terus diberlakukan di Tanah Papua akan memakan korban jiwa semakin banyak.
Kendati bukan hal baru dengan pola pendekatan militer di Tanah Papua karena sudah lama diterapkan sejak zaman Soekarno, Soeharto, dan semua jenderalnya, Dandhy berharap kebijakan tersebut segera disudahi dengan lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.
Satu solusi terbaik menurut dia, pemerintah sebaiknya melanjutkan apa yang sudah dirinitis oleh mantan presiden Abdurrahman Wahid.
“Apa yang membuat politikus dan jenderal hari ini mengira dirinya lebih hebat? Lanjutkan saja apa yang sudah dimulai Gus Dur,” kata Dandhy.
Diketahui, operasi pembebasan pilot Susi Air yang disandera di kabupaten Nduga dinaikkan dari soft approach menjadi siaga tempur.
Alasan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menaikkan status siaga tempur di kabupaten Nduga menyusul serangan kelompok penyandera menewaskan 1 prajurit, 4 orang luka tembak, serta lima orang yang belum diketahui keberadaannya.
“Dengan kondisi seperti ini, khususnya di daerah tertentu, ya kita ubah operasinya menjadi operasi siaga tempur,” ujar Yudo saat konferensi pers di Lanud Yohanis Kapiyau, Timika, Selasa (18/4/2023).
Kata Panglima TNI, status operasi di Nduga sama dengan yang pernah diterapkan di Natuna. Bedanya, Papua berstatus siaga tempur darat, sedangkan Natuna siaga tempur laut.
“Kita tingkatkan menjadi siaga tempur, sehingga naluri tempurnya (prajurit) terbangun untuk itu,” ujarnya.
REDAKSI