Tanah PapuaBomberaiWarga Teluk Bintuni Kesulitan Air Bersih, Wamafma: Dua Perusahaan Langgar HAM

Warga Teluk Bintuni Kesulitan Air Bersih, Wamafma: Dua Perusahaan Langgar HAM

SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat kabupaten Teluk Bintuni terutama di beberapa distrik yang daerahnya rawa kesulitan mendapat air bersih. Terpaksa konsumsi air hujan, padahal ada dua perusahaan besar yakni British Petroleum (BP) LNG (Liquefied Natural Gas) Tangguh serta Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sedang beroperasi di sana.

Kondisi tragis itu disesalkan Filep Wamafma, wakil ketua komite 1 DPD RI, yang menilaikedua perusahaan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) warga masyarakat setempat.

Wamafma saat melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke area konsesi BP LNG Tangguh seperti distrik Babo, Kamundan, Sumuri, dan lainnya, menemukan banyak persoalan sosial yang sedang menimpa masyarakat adat setempat menyangkut hak dasar hidup manusia seperti akses air bersih, pendididikan, kesehatan, dan lingkungan.

Menurutnya, perusahan tidak bertanggungjawab terhadap masyarakat pemilik ulayat yang mempunyai kekayaan sumber daya alam (SDA) yang telah dan sedang dikeruknya. Kata Wamafma, seharusnya perusahaan membantu masyarakat dalam mengakses air bersih dan lainnya.

“Berdasarkan hasil kunker dan reses di kawasan operasi BP Tangguh seperti di distrik Sumuri, kampung Tanah Merah, kampung Sebyar, Kamundan, dan lainnya di kabupaten Teluk Bintuni, saya melihat masyarakat hanya hidup dari air hujan dan sungai yang tidak layak,” kata Filep Wamafma kepada suarapapua.com, Senin (24/4/2023).

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Buruknya kesehatan, pendidikan hingga lingkungan, dicatatnya sebagai masalah serius. Padahal, di sana ada dua perusahaan besar yang menguras kekayaan sumber daya alam dan telah menyumbangkan hasil yang besar kepada negara.

“Sudah ambil hasil bumi, masyarakat adat setempat justru tidak diperhatikan. Mereka masih hidup di bawah garis kemiskinan. Saya menilaI BP LNG Tangguh dan SKK Migas telah melakukan kejahatan kemanusiaan kepada masyarakat pribumi di sana,” ujarnya.

Dari fakta sosial yang sangat miris itu, perempuan dan anak menjadi korban lantaran selalu konsumsi air hujan dan hidup dalam lingkungan dengan kesulitan mendapatkan air sehat. Menurutnya, masalah ini harus segera diatasi oleh pihak perusahaan bersama pemerintah agar kemudian tidak menimbulkan dampak buruk terhadap warga setempat di kabupaten Teluk Bintuni.

“Kalau kondisi seperti itu terus dibiarkan, maka akan melahirkan suatu kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Harapan saya, pengelolaan SDA harus sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur tentang bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tegasnya.

Filep juga meminta perhatian presiden Joko Widodo dan menteri terkait terhadap kondisi buruk di kabupaten Teluk Bintuni. Ia tegaskan, kehadiran BP harus diaudit terutama dalam hal tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pemilik ulayat dan lainnya.

Baca Juga:  Pemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

Selain itu, lembaga HAM nasional dan internasional diharapkan terlibat mengawasi kinerja perusahaan raksasa itu dalam aspek sosial-kemanusiaan kepada masyarakat setempat.

Sementara itu, Rahel Nauw, salah satu perempuan yang sudah 11 tahun mendampingi masyarakat di sana, mengatakan, masalah air bersih memang sulit diatasi. Apalagi rata-rata wilayahnya rawa dan airnya kotor, tidak baik untuk dikonsumsi.

“Daerahnya rawa. Pecek. Di bawah pecek, jadi rumah-rumahnya papan semua. Jalanan pun papan. Untuk air bersih memang sangat sulit. Itu betul. Kalau bilang air bersih ya dorang hanya harap dari air hujan saja. Tidak ada sumber air. Mau ambil bagaimana, airnya bercampur pecek. Kabur. Seperti kopi susu begitu. Jangankan minum, untuk mandi saja airnya sangat tidak layak digunakan,” kata Rahel.

“Kalau air pasang atau air naik, masyarakat ambil untuk cuci dan mandi walaupun airnya sangat kotor. Masyarakat sudah menyatu dengan alam di sana. Habis mandi kulit berubah warna. Begitulah. Mau harap air bersih ambil dari mana? Di sana susah sekali dengan air,” jelasnya.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Rahel akui pihak perusahaan sudah banyak membantu masyarakat. Contohnya, BP punya program biayai anak-anak SMP dan SMA di Cepu. Tetapi banyak diantaranya yang gagal, putus, tidak sekolah baik, kawin dan lain-lain.

BP juga membuka akses bagi masyarakat pribumi untuk bekerja di perusahaan. Katanya, sementara ini ada tiga kampung yang memang menjadi perhatian khusus BP karena kampung tersebut terdampak penggusuran.

“Banyak masyarakat dipekerjakan di LNG seperti sekuriti, gajinya delapan hingga sepuluh juta. Masyarakat bisa pakai untuk bangun rumah, tetapi setiap bulan uang habis cepat dan utang lebih banyak,” ujar Nauw.

Tanah Merah, Saengga dan Onar adalah tiga kampung yang memang dilirik perusahaan. LNG beroperasi di situ, sehingga warga kampung tersebut direlokasi.

“Sebelum dipindahkan sudah dibangun rumahnya setiap pemilik. Itu daerah elit. Air mengalir 24 jam. Rumah mewah. Semua sudah disediakan dengan profil. Rumah dibangun sesuai jumlah kepala keluarga (KK). Lampu menyala 24 jam,” katanya.

Pihak perusahaan juga rutin memberikan pelatihan keterampilan menjahit, membuat kue, dan lainnya kepada warga setempat. Ini agak berbeda dengan PT Freeport Indonesia di kabupaten Mimika. Menurutnya, BP lebih menyentuh masyarakat hingga akar rumput.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.