PolhukamDemokrasiDi World Press Freedom Day, Janji Presiden Jokowi Ditagih

Di World Press Freedom Day, Janji Presiden Jokowi Ditagih

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa Papua meminta Dewan Pers mendesak presiden Joko Widodo untuk merealisasikan janjinya mengizinkan jurnalis asing independen meliput berbagai persoalan di Tanah Papua, termasuk kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terus berlanjut, apalagi di beberapa daerah masih terjadi konflik bersenjata.

Kebebasan pers menjadi bagian terpenting dalam kebebasan berekspresi yang tercantum dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dalam bentuk gagasan media apapun dan tanpa memandang batas-batas wilayah.

Berbagai permasalahan di Tanah Papua perlu dipublikasikan media-media independen, baik dari dalam maupun luar negeri. Karena itu, jurnalis independen harus diberi akses ke Papua untuk melakukan peliputan.

Dalam diskusi daring dengan berbagai kalangan, diantaranya termasuk mahasiswa Papua, mengemuka perlunya akses jurnalis asing meliput persoalan Papua. Ini bersamaan peringatan World Press Freedom Day (WPFD), hari kebebasan Pers Sedunia 2023, 3 Mei 2023.

Kasus pelanggaran HAM yang terus terjadi di Tanah Papua sejak 1963 hingga kini tentu membutuhkan perhatian serius dari pemerintah maupun dunia internasionl berkat publikasi media independen.

Untuk itulah pemerintah didesak buka akses bagi jurnalis independen. Selama tidak ada ruang untuk itu, negara dicurigai menutupi hal-hal tertentu yang dianggap sensitif di mata dunia internasional.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

“Jakarta harus mengizinkan wartawan internasional untuk meliput persoalan Papua. Berikan akses untuk masuk ke Indonesia hingga sampai Papua agar jurnalis bisa membuat liputan berbagai hal. Banyak kasus pelanggaran HAM sejak tahun 1963 sampai sekarang tidak terungkap ke publik,” kata Jimmy, salah satu mahasiswa UMS kepada suarapapua.com melalui telepon seluler dari Sorong, Rabu (3/5/2023).

Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjamin untuk memberikan informasi secara terbuka kepada publik. Informasi merupakan kebutuhan pokok dan hak asasi manusia, dan keterbukaan informasi publik adalah sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik.

Tetapi keterbukaan informasi dari Papua terkait pelanggaran HAM hanya sepihak dan tidak berimbang.

Selama ini, kata Jimmy, desak media internasional meliput di Papua sudah terlalu seringkali disuarakan oleh berbagai lembaga peduli, aktivis, termasuk mahasiswa di Papua maupun berbagai kota-kota di Indonesia.

“Di momentum World Press Freedom Day ke-30, kami tantang Dewan Pers dan pimpinan media untuk mendesak presiden Jokowi izinkan media asing meliput di Papua. Bisa liput di negara-negara lain, kenapa media asing tidak bisa liput di Indonesia khususnya Papua?” ujarnya mempertanyakan.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Terpisah, Esther Haluk, aktivis perempuan pembela HAM Papua, dalam diskusi publik bertema “Laporan Pelanggaran HAM dan Situasi Keamanan di Papua”, Rabu (3/5/2023) menjawab pertanyaan jurnalis, menyatakan, pelarangan jurnalis asing untuk masuk ke Indonesia dikarenakan ada sebuah ketakutan yang ditutupi pemerintah Indonesia.

“Kami butuh jurnalisme yang berimbang untuk melihat situasi Papua. Saya kira pelarangan jurnalis asing untuk masuk ke Papua ini pasti karena ada sesuatu yang ditutupi,” ujar Haluk.

Ingkar Janji

Presiden Republik Indonesia mengumumkan keputusan penting terkait tugas jurnalis dari media asing terhitung Minggu (10/5/2015) diizinkan menjalankan tugasnya di seluruh Papua seperti halnya daerah lain di Indonesia.

“Mulai hari ini, Minggu (10/5/2015), saya membebaskan wartawan asing yang ingin ke Papua seperti halnya ke daerah lain,” kata Jokowi kepada wartawan usai panen raya di Wapeko, distrik Kurik, kabupaten Merauke.

Dilansir Kompas.com, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menagih janji lama presiden Joko Widodo terkait kebebasan pers di Papua yang hingga kini tak kunjung terpenuhi.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Erick Tanjung, ketua bidang Advokasi AJI Indonesia, mengatakan, pada awal kepemimpinannya di periode pertama, Jokowi menjanjikan kebebasan bagi jurnalis internasional dan nasional untuk meliput di Papua.

“Tetapi faktanya hingga saat ini janji tersebut tidak pernah ditunaikan oleh presiden Joko Widodo. Makanya, kami selalu menyuarakan agar presiden membuka akses jurnalis asing untuk meliput di Papua. Termasuk jurnalis nasional dan jurnalis asli Papua,” kata Erick saat launching Catatan AJI atas situasi kebebasan pers di Indonesia 2021, Senin (3/5/2021).

Sudah delapan tahun janji diumbar. Realisasinya?

Setidaknya ini satu dari banyak hal yang direnungkan jurnalis, juga praktisi media dan pemerhati kemanusiaan di hari kebebasan Pers Sedunia 2023.

Peringatan tahunan itu tidak lain adalah untuk merayakan prinsip kebebasan pers bagi para jurnalis di seluruh dunia.

UNESCO melalui situsnya mengumumkan tema WPFD kali ini adalah “Shaping a Future of Rigt: Freedom of expression as a driver for all other human rights”, artinya “Membentuk Masa Depan Hak: Kebebasan berekspresi sebagai pendorong untuk semua hak asasi manusia lainnya”.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.