BeritaLaurenzus Kadepa Apresiasi Majelis Hakim Memvonis Victor Yeimo 8 Bulan Penjara

Laurenzus Kadepa Apresiasi Majelis Hakim Memvonis Victor Yeimo 8 Bulan Penjara

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura diapresiasi berbagai pihak menyusul putusan terhadap kasus terdakwa Victor Yeimo, Jumat (5/5/2023). Dalam putusannya, juru bicara internasional KNPB itu dijatuhi 8 bulan penjara.

Putusan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang sebelumnya.

Laurenzus Kadepa, anggota DPR Papua, salah satu yang menyampaikan apresiasi terhadap Majelis Hakim PN Jayapura.

“Saya mendengar tadi majelis hakim PN Jayapura putuskan delapan bulan penjara untuk terdakwa Victor Yeimo. Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan tiga tahun penjara oleh JPU. Saya apresiasi majelis hakim yang mulia,” ujarnya melalui keterangan tertulis ke suarapapua.com, Jumat (5/5/2023) malam.

Menurut Kadepa, putusan tersebut sangat bijaksana karena dianggap telah cermat terhadap fakta-fakta sidang. Karena itu, majelis hakim patut diapresiasi selain profesional, juga karena terbukti bekerja objektif dalam penyelesaian perkara Victor Yeimo.

“Ini putusan yang bijaksana berdasarkan fakta-fakta sidang, dan patut diapresiasi. Semua pihak termasuk jaksa, diharapkan harus menerima putusan ini,” ujar Kadepa.

Putusan itu baginya sekaligus menepis keraguan selama ini akan seperti apa nasib perkara Victor Yeimo.

“Majelis hakim telah terbukti kerja objektif dan profesional dalam perkara ini,” puji Laurenzus.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Putusan tersebut dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Mathius bersama hakim anggota Andi Asmuruf dan Linn Carol Hamadi.

Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU itu disambut gembira Dewan Gereja Papua (DGP) dan United Liberation Movement of West Papua (ULMWP).

Markus Haluk bersama Victor Yeimo dan penasehat menyampaikan keterangan pers usai sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jayapura, Jumat (5/5/2023). (Liwan Wenda – SP)

Dr. Benny Giay dari DGP dan Markus Haluk dari ULMWP, turut menyambut putusan terhadap perkara Victor Yeimo yang baru saja dibacakan majelis hakim.

Walau masih nada kecewa dengan berbagai perlakuan terhadap orang Papua, Benny menyatakan, vonis 8 tahun penjara itu bisa diterima setelah lewati proses panjang sejak ditangkap dan dietapkan sebagai tersangka hingga mendekam di Lapas Abepura.

“Ya, ini sekarang, Victor [Yeimo] harus bebas,” ujarnya usai menghadiri sidang pembacaan putusan di PN Jayapura.

Rutin mengikuti dinamika terkait perkara Victor Yeimo, Benny Giay yang juga anggota DGP ini menilai solidaritas rakyat Papua sangat luar biasa, apalagi tiap kali sidang selalu hadir kawal untuk menuntut bebaskan Victor Yeimo dari semua tuduhan.

Tuduhan melakukan tindakan makar yang dialamatkan kepada Victor Yeimo, kata Giay, sudah terbantahkan.

“Tidak terbukti [makar]. Saksi ahli semuanya bantah habis itu tuduhan. Victor hadapi dengan tenang. Luar biasa juga penasehat hukum yang berjuang sampai putusan hari ini. Terima kasih banyak adik-adik mahasiswa, adik-adik aktivis, dan semua rakyat Papua,” ucap Benny.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Ucapan terima kasih yang sama ia tujukan ke majelis hakim yang dengan jeli memutuskan perkara.

Sementara, Markus Haluk turut menjempoli putusan yang mau menegaskan tuduhan atau dakwaan kepada Victor Yeimo sangat tidak berdasar dan terkesan direkayasa dengan keterangan saksi jaksa yang sangat lemah, juga di ruang sidang tidak mampu memperlihatkan fakta lapangan.

Segala tuduhan akhirnya dibantahkan saksi ahli yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa.

Majelis hakim dengan mencermati fakta persidangan memutuskan, menurut Markus, layak diapresiasi.

Apresiasi juga buat seluruh orang Papua dan siapapun yang satu hati nyatakan lawan terhadap rasisme dan diskriminasi rasial di muka bumi ini. Sebab, ditegaskan, orang Papua ciptaan Tuhan, sama seperti oknum yang gemar memelihara paham primitif untuk mencap orang Papua monyet dan apapun labelnya.

“Semua satu sikap lawan rasisme. Lawan rasisme itu lintas agama, suku, bangsa dan semuanya di seluruh dunia. Protes ujaran rasisme malah dicap separatis dengan pasal makar, itu aneh sekali. Jangan biarkan orang remehkan dan injak harga diri, harkat dan martabat manusia. Itu tidak boleh terjadi. Victor Yeimo perjuangkan derajat ciptaan Tuhan yang paling mulia. Saya hormat hal ini, dan terima kasih kepada semua pihak yang senantiasa berdiri kokoh untuk membela martabat manusia,” tutur Haluk.

Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

Kepada wartawan dan rakyat Papua usai menyaksikan jalannya persidangan, Emanuel Gobay, koordinator litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, menyatakan, majelis hakim memutuskan empat pasal makar yang didakwakan JPU kepada Victor Yeimo tidak terbukti.

“Empat dakwaan dari jaksa kepada klien kami ini [Victor Yeimo] semuanya tidak terbukti,” ujar Gobay.

Usai pembacaan nota pembelaan di sidang PN Jayapura, Rabu 4/5/2023), Victor F Yeimo memberikan keterangan pers. (Dok. KNPB)

Tuntutan 3 tahun penjara dibacakan JPU pada sidang 27 April 2023. Tuntutannya terkait dengan tindakan makar.

Dugaan makar yang didakwakan kepada Victor Yeimo sehubungan dengan aksi demonstrasi anti rasisme Papua memprotes ujaran rasial di depan Asrama Kamasan III Surabaya, 16 Agustus 2019. Victor Yeimo didakwa makar karena dituding memotori aksi protes di kota Jayapura, 19 dan 29 Agustus 2019.

Terhadap tuntutan hukuman pidana penjara itu, Victor Yeimo kemudian membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadi pada sidang Kamis (4/5/2023).

Penasihat Hukum terdakwa juga menyampaikan nota pledoi yang terbagi dalam delapan bab.

Hingga pembacaan putusan di sidang hari ini.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.