JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Universitas Cenderawasih (Uncen) gelar kuliah umum dan bedah buku Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) berjudul “Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999”. Isi buku menggambarkan pergerakan mahasiswa melawan kediktatoran Orde Baru dibawah kepemimpinan presiden Soeharto yang lengser keprabon 1998.
Dr. Oscar Oswald Wambrauw, rektor Uncen, usai kuliah umum dan bedah buku bersama Dr. Pius Lustrilanang, Kamis (11/5/2023), mengatakan, kegiatan semacam ini sangat penting untuk menimba semangat dan nilai-nilai dari gerakan demokrasi masa lalu yakni sebelum maupun saat era reformasi dicetuskan aktivis dan mahasiswa Indonesia.
“Pembelajaran yang ingin kita ambil dari kuliah umum saat ini adalah para mahasiswa bisa melihat nilai-nilai dari pergerakan demokrasi itu seperti apa,” kata Wambrauw.
Rektor Uncen akui dalam diskusi banyak peserta menanyakan pergerakan demokrasi pada masa Orde Baru dan apa saja semangat yang perlu dipegang mahasiswa saat ini.
“Tadi disampaikan soal komunikasi, kebersamaan dan aktivitas beliau [Dr. Pius Lustrilanang], dan hal ini ditangkap oleh mahasiswa. Selain kita menjalankan demokrasi dengan kegiatan kemahasiswaan untuk melakukan pembaharuan, harus tetap berpacu pada nilai-nilai tatanan yang ada dalam menghargai orang lain melakukan aksi, tetapi tanpa mengorbankan orang lain, tidak merusak fasilitas umum, dilakukan dengan cara yang baik, supaya demokrasi itu benar-benar terlihat,” tuturnya.
Berdirinya Aldera merupakan awal tongkat reformasi perubahan yang dimulai mahasiswa zaman Orde Baru memasuki gerbang reformasi.
“Dalam penyampaian tadi bahwa seperti perayaan hari ulang tahun, perayaan hari besar lainnya, perayaan hari demokrasi, dapat diperingati setiap tahun. Jangan sampai tongkat sejarah reformasi tidak diingat. Dengan bedah buku ini, beliau akan berjuang tanggal 11 Juni menjadi perayaan reformasi dimulai di negara ini dan dapat dikenang dan diresapi dari masa ke masa,” kata Wambrauw.
Sementara itu, Dr. Pius Lustrilanang, anggota VI BPK RI yang juga pelaku gerakan mahasiswa dan pendiri Aldera, mengatakan, pemerintah harus berpedoman pada sistem demokrasi karena perjuangan demokrasi sejak 1993 sampai 1999 diperjuangkan dengan susah payah dan banyak menelan korban.
“Kita harus percaya kepada sistem yang demokratis dengan adanya demokrasi hari ini, tidak terlepas dari perjuangan yang susah payah sebelumnya kurang lebih 25 tahun,” kata Pius.
Pius mengajak mahasiswa, pemerintah, masyarakat di seluruh Papua dan Indonesia untuk tetap menjaga tatanan demokrasi yang telah ada, jangan sampai dirasuki oleh oknum tertentu yang masih memegang sifat otoriter Orde Baru.
“Tetapi kita harus tetap waspada karena ada beberapa oknum rindu terhadap peristiwa masa lalu diterapkan. Masih ada yang rindukan praktik-praktik otoriter yang muncul dengan ide-ide tiga periode,” lanjutnya.
Solusi menurut Pius, seluruh komponen masyarakat harus tetap menjaga iklim demokrasi yang baik di Papua.
“Tentu kita harus waspada, siaga dan kita tetap tolak tiga periode,” kata Pius.
Terhadap ruang demokrasi yang masih saja tertutup di Papua dengan tindakan represif oleh aparat keamanan, Pius berpendapat, hal itu harus dicegah dengan cara mengutamakan komunikasi yang baik agar ada kesepakatan dari kedua belah pihak.
“Tetap bangun komunikasi, berbicara yang baik untuk bisa lakukan aksi atau seperti apa sebagaimana diatur negara melalui regulasi di negara kita ini,” katanya.
Di kesempatan itu, Pius Lustrilanang bersama rektor Uncen dan sejumlah pejabat daerah melakukan penanaman pohon di halaman depan auditorium sebagai bentuk penanaman demokrasi di kampus Uncen yang diharapkan dapat dirawat dengan baik demi generasi muda masa mendatang.
“Demokrasi kita juga sedang diserang oleh hama-hama otorialis. Tetapi dengan adanya tanaman ini, kita terus mempertahankan demokrasi yang sesungguhnya,” tekan Pius.
Pius menambahkan, inti perjuangan Aldera adalah mengejar demokratisasi yang sesungguhnya.
Buku Aldera dibagi-bagikan kepada mahasiswa-mahasiswi saat kuliah umum oleh aktor gerakan reformasi 1998 itu.
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You