PolhukamHukumGubernur Papua Diminta Berhentikan Sementara ASN GRY Pelaku KDRT

Gubernur Papua Diminta Berhentikan Sementara ASN GRY Pelaku KDRT

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pelaksana harian (Plh) gubernur provinsi Papua Dr. H. Ridwan Rumasukun diminta segera memproses pemberhentian sementara terhadap oknum Aparat Sipil Negara (ASN) provinsi Papua yang melakukan tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), apalagi pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Jayapura.

Benyamin Kawaitow, mewakili keluarga besar Kawaitow, mengatakan, kasus kekerasan dilakukan oleh oknum ASN Pemprov Papua berinisial GRY terhadap istri sahnya SK sejak 10 tahun lalu. Pelaku tersebut tercatat sebagai sekretaris Dinas Kominfo Papua.

“Sudah masukan surat sejak 10 April, tetapi sampai saat ini belum dapat jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari Plh gubernur dan Inspektorat, sehingga kami kembali membuat surat baru lagi ke Plh gubernur Papua untuk segera berhentikan sementara tersangka itu,” ujarnya kepada wartawan di kantor Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia Untuk Papua (PAHAM Papua), Kotaraja, kota Jayapura, Kamis (15/6/2023).

Saat jumpa pers, keluarga korban juga mempertanyakan tindak lanjut dari surat yang telah dimasukan dalam prosedur administrasi pemerintahan bagian Inspektorat, namun hingga kini belum kunjung direspons.

“Pernah kita mendapat jawaban masih ada kedukaan dan sebagainya, dan tidak tidak pernah ditindaklanjuti sampai kami kasih masuk surat kedua,” katanya.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Benyamin mencontohkan kasus di Lampung Barat ketika ada pengaduan dari masyarakat dalam hal ini korban terhadap kasus yang sama bagi ASN langsung tindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi.

“Jika pemeriksaan saksi-saksi sudah lengkap, baru mereka lakukan pemeriksaan terlapor, tetapi di sini malah prosesnya tidak berjalan. Apakah prosedur ini mereka tidak tahu atau disengaja? Proses ini seharusnya jalan karena ini melekat dalam tupoksi pemerintahan khususnya ASN, dan sesuai Undang-undang nomor 5 tahun 2014 harus masuk pemeriksaan saksi-saksi dan memberikan sanksi administrasi,” tuturnya.

Inspektoral menurutnya seharusnya sudah harus bergerak karena pelaku telah berstatus tersangka dan ditahan pihak penyidik.

“Pelaku masih tahanan kota, Inspektorat malah terkesan membiarkan. Ini sudah jelas dan sesuai undang-undang harus diberhentikan sementara. Kami sampaikan ini bukan maunya kami, tetapi itu bahasa undang-undang yang harus ditaati. Ini perintah UU, harus ada pemberhentian sementara. Cuma kita tidak pernah diberikan pemberitahuan. Kami mau bapak Plh gubernur bisa melayani masyarakat. Supaya jangan sampai yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Itu jangan terjadi. Jangan sampai ada kehilangan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akibat permainan beberapa orang yang merugikan pemimpin,” urai Benyamin.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Menurut kuasa hukum Gustaf Kawer, sesuai Undang-undang nomor 5 tahun 2015 tentang ASN pada Pasal 88 ayat 1 huruf C, statusnya tersangka dalam kasus ini sudah ditangguhkan lagi berstatus tahanan kota, sehingga itu dianggap memenuhi syarat untuk pelaku harus diberhentikan sementara.

“Harus diberhentikan sementara pelaku sampai dengan proses hukum selesai. Jika ada putusan tetap dari pengadilan, maka bisa diberhentikan tetap. Ancaman hukuman paling lama lima tahun. Jadi, yang menjadi pertanyaan dari keluarga korban, sudah sejauh mana proses surat yang dimasukan? Dan kalau ada sudah dilihat oleh Plh gubernur, maka Inspektorat harus melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Data yang ada itu jika diperiksa semua, maka sudah harus jatuh pada pemberhentian sementara. Nah, ini perlu ada tindakan dari Plh gubernur,” tandasnya.

Gustaf menambahkan, untuk proses hukum sudah ada di jaksa dan diharapkan agar bisa memprosesnya tanpa kendala.

Sebelumnya, SK kepada wartawan di Kotaraja, Sabtu (3/6/2023) lalu, mengaku mendapat perlakuan kasar hingga penyiksaan oleh pelaku berinisial GRY dengan menggunakan alat taham dan senjata api.

Kata SK, kasus kekerasan tersebut  dialaminya selama 10 tahun lebih dalam rumah tangga mereka.

“Saya mengalami tindakan kekerasan dari suami saya GRY selama kurang lebih 10 tahun sejak tahun 2013 hingga sekarang,” ujarnya.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Selain kekerasan fisik, korban mengaku tindakan brutal disertai kekerasan verbal.

“Saya selalu dipukul sampai babak belur. Dia pakai senjata api. Saya kadang sesak napas, tubuh lebam, dan lainnya akibat senjata tajam dan juga dengan senjata api. Karena dia memiliki tiga buah senjata api. Tidak tahu, apakah itu senjata legal atau ilegal,” tuturnya.

SK akui kekerasan verbal yang dialaminya berupa kata-kata cacian. Tidak hanya kepada dirinya, orang tua dan keluarga besar Kawaitow juga dicaci maki pelaku.

Suaminya juga mengancam akan kawin lagi dengan Anita Korwa, selingkuhannya.

Kejadian terbaru, kata SK, KDRT cukup berat menimpanya pada Jumat (10/3/2023) meski dirinya dalam keadaan sakit pasca operasi karena mengalami sakit kanker payudara dan sementara menjalani kemoterapi di RSUD Dok II Jayapura.

“Saya dipukul dan ditendang disertai dengan kata-kata cacian. Saat itu dia video call melalui WhatsApp sama selingkuhannya Anita Korwa dan mengatakan bahwa coba kau lihat saya sudah pukul dia dan sedikit lagi saya bunuh dia dan palingan saya dipenjara 6 atau 7 tahun,” kata SK menirukan ucapan ancaman dari GRY. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.