Rilis PersPemprov Papua Menutup Mata Terhadap Kasus Penyalahgunaan Anggaran Negara di RSUD Abepura

Pemprov Papua Menutup Mata Terhadap Kasus Penyalahgunaan Anggaran Negara di RSUD Abepura

Siaran Pers LBH Papua Tentang Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Upah Kerja Tenaga Kesehatan RSUD Abepura di Masa Pandemi Covid-19

Segera proses hukum dugaan tindak pidana korupsi dana Tenaga Kesehatan RSUD Abepura dan bayar hak atas upah para Nakes di masa pandemi Covid-19 di RSUD Abepura

Para hari Rabu (14/6/2023), beberapa perwakilan tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura bersama kuasa hukumnya mendatangi kantor gubernur provinsi Papua untuk menghadiri audensi dengan pelaksana harian (Plh) gubernur Papua. Audensi itu gagal dilaksanakan lantaran penjabat Sekda Papua yang menerima disposisi dari Plh gubernur Papua tidak ada di tempat. Anehnya, penjabat Sekda Papua malah mendisposisikan lagi surat audensi ke Biro Hukum Setda provinsi Papua.

Hal itu dinilai sebagai rangkaian prosedural yang panjang di atas fakta lamanya perjuangan memenuhi hak atas upah para tenaga kesehatan di masa Pandemi Covid-19 di RSUD Abepura yang dilakukan selama ini.

Pada prinsipnya tenaga kesehatan (Nakes) RSUD Abepura telah menuntut hak-haknya sejak diketahui telah dicairkan sampai saat ini. Dalam perjuangan panjang itu, Nakes bersama kuasa hukum yang telah melaporkan masalah mereka ke Inspektorat dan kemudian Inspektorat melakukan pemeriksaan kepada Nakes. Selain itu, Nakes melalui kuasa hukumnya telah bersurat ke beberapa lembaga/instansi yang ada di provinsi Papua, yang berkaitan dalam pengelolaan anggran Covid-19, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi Papua dengan nomor surat 37/SK/LBH-P/IV/2023 tertanggal 11 April 2023 perihal permohonan data Insentif dan jasa klaim Covid-19.

Surat itu dilayangkan dengan mempertimbangkan prosedur yang berlaku, dimana status Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana non alam, sehingga secara langsung kepengurusan mengenai insentif Covid-19 maupun pengadaan alat kesehatan melalui dinas tersebut.

Untuk diketahui, prosedur pencairan dana insentif Covid-19 yang bersumber dari APBD, pengajuannya harus melalui BPBD dengan syarat mendapat surat tanggapan baru dana tersebut biasa dicairkan pemerintah daerah (Bagian Keuangan). Dalam pertemuan dengan bendahara BPBD diperoleh informasi bahwa “Dana yang dicairkan itu keseluruhannya sebesar Rp15 Miliar yang dicairkan dua tahap. Pencairan tahap pertama pada Agustus 2021 sebesar Rp10 Miliar dan lanjut lagi pada Desember 2021 pencairan tahap kedua sebesar Rp5 Miliar”. Keseluruhan dana yang diterima RSUD Abepura sebesar Rp15 Miliar bersumber dari BTT (Biaya Tak Terduga).

Baca Juga:  ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

Terlepas dari keterangan lisan tersebut, pada tanggal 8 Juni 2023 Nakes mendapat jawaban surat dari BPBD dengan nomor 360/305 perihal tanggapan permohonan data Insentif dan jasa klaim Covid-19. Dalam surat itu termuat tiga poin yang secara garis besar penjelasannya berujung pada saling lempar tanggung jawab hal ini dilihat dari poin pertama sampai dengan poin kedua yang menerangkan pengelolaan dan pertanggungjawaban dapat diminta kepada Dinas Kesehatan provinsi Papua dan RSUD Abepura, sehingga permintaan Nakes diharuskan untuk meminta rincian ataupun besaran jumlahnya harus ke OPD yang disebutkan di atas. Sedangkan pada point ketiga dari surat jawaban BPBD “Data laporan anggaran bantuan jaringan pengamanan sosial dan operasional Satgas dalam rangka penanganan Covid-19 tahun 2020-2022, sesuai dengan lampiran surat nomor 2288/SP2D-LS/BPP/4.04.05.01/2021 sebesar Rp10.000.000.000 (Sepuluh miliar rupiah)”.

Berdasarkan isi surat itu semakin membingungkan Nakes karena dari surat tersebut termuat beberapa poin yang bertolak belakang dengan penjelasan yang dari bendahara BPBD. Dalam surat itu juga tidak memuat sama sekali penjelasan mengenai dana BTT yang disebutkan bendahara tersebut.

Dalam surat Kanwil Kementerian Hukum dan HAM provinsi Papua disebutkan bahwa berdasarkan hasil klarifikasi dan jawaban yang diberikan oleh manajemen RSUD Abepura yang berisikan 12 poin menerangkan mengenai dana Rp15 Miliar yang sudah diturunkan ke RSUD Abepura. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa poin yang menjadi ganjal dapat dilihat pada poin 12: “Untuk insentif tahun 2021 yang tadinya direktur meminta dalam pertemuan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengajukan Rp30.000.000.000 (Tiga puluh miliar rupiah) untuk membayar insentif sisa 2020 dan 2021, tetapi karena keterbatasan anggaran, Rumah Sakit hanya mengajukan Rp25.000.000.000 (Dua puluh lima miliar rupiah). Tetapi pada saat pembagian pagu RSUD Abepura hanya mendapat Rp15.000.000.000 (Lima belas miliar rupiah) yang ditransfer 2 tahap dan dana tersebut hanya dapat membayarkan insentif Covid-19 bulan Januari sampai September 2021 yang diverifikasi berdasarkan KMK nomor HK.01.07/Menkes/4239/2021”.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Melalui keterangan klarifikasi tersebut menunjukan adanya perbedaan data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan provinsi Papua bahwa keseluruhan tunggakan Nakes RSUD Abepura sebesar Rp15 Miliard lebih sebagaimana diberitakan oleh Jubi.id edisi 5 April 2023, yang menyebutkan: “Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Aaron Rumainum menyatakan pihaknya tidak mempunyai anggaran untuk membayar insentif Covid-19 tenaga kesehatan RSUD Abepura. Hingga kini total nilai tunggakan insentif Covid-19 bagi tenaga kesehatan RSUD Abepura mencapai Rp15,726 Miliar.”

Dengan melihat fakta beberapa nominal angka besaran dana Nakes yang disebutkan dari berbagai sumber tadi berdasarkan fakta sampai saat ini hak atas upah para Nakes di masa pandemi Covid-19 di RSUD Abepura belum dibayarkan. Karena itu, patut diduga ada penyalahgunaan anggaran yang terjadi di RSUD Abepura.

Atas dasar itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum (APH) lainnya dapat menggunakan kewenangannya untuk mengusut tuntas kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Tindakan memotong secara sepihak hak atas upah para Nakes di masa pandemi Covid-19 di RSUD Abepura adalah bentuk ketidakpatuhan kepada keputusan Menteri Kesehatan RI dan hal itu diduga sebagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (Tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut” sebagaimana diatur pada Pasal 8 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Desak Komnas HAM RI Investigasi Kasus Penganiayaan di Puncak

Berdasarkan uraian itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua selaku kuasa hukum Nakes RSUD Abepura menegaskan:

1. Menteri Kesehatan RI, Gubernur provinsi Papua, Dinas Kesehatan provinsi Papua dan Direktur RSUD Abepura segera bayar hak atas upah para Tenaga Kesehatan di masa pandemi Covid-19 di RSUD Abepura.

2. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia segera mengusut dugaan tindak pidana korupsi sesuai tugas pokok KPK.

3. Kejaksaan Agung segera membentuk tim investigasi guna mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di RSUD Abepura.

4. Kementerian Kesehatan RI segera mengaudit ulang laporan keuangan RSUD Abepura.

5. Kementerian Dalam Negeri segera melakukan penindakan sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah tentang Disiplin ASN.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 14 Juni 2023

Hormat kami,

Lembaga Bantuan Hukum Papua

Emanuel Gobay, SH, MH
(Direktur)

Aristoteles F Howay, SH
(PBH LBH Papua)

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.