Oleh: Emanuel Gobay, SH, MH*
*) Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua
Setelah 9 orang buruh sawit dikriminalisasi akibat memperjuangkan hak buruh sawit perempuan yang mengalami kecelakaan kerja, selanjutnya PT Tandan Sawita Papua (TSP) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 12 orang buruh sawit.
Anehnya, dari 12 buruh sawit itu, ada 3 orang buruh sawit yang tidak memiliki persoalan hukum apapun. Namun dipecat secara sepihak hanya karena 3 orang itu adalah istri dari 3 orang buruh sawit yang dikriminalisasi.
Untuk diketahui, PHK sepihak itu terjadi 16 Juni 2023. Sejak PHK sepihak dikeluarkan, perusahaan memberikan waktu selama 3×24 jam kepada 12 orang buruh sawit untuk kosongkan mes buruh sawit di kebun tempatnya bekerja. Otomatis mereka kehilangan tempat tinggal.
Kebijakan sepihak itu tentunya membuat kondisi yang tidak nyaman bagi para buruh sawit yang dipecat tersebut untuk berpikir harus kemana tempat berlindungnya. Karena mayoritas buruh sawit berasal dari luar Papua, hanya satu keluarga (suami istri) yang berasal dari Papua.
Di atas keanehan serta nihilnya kemanusiaan itu, rupanya PHK sepihak yang dilakukan PT TSP itu tanpa diawali dengan adanya surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Sehingga tentunya PHK tersebut tidak sejalan dengan prinsip pembangunan ketenagakerjaan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Bahkan, yang sungguh di luar dugaan yakni fakta itu disaksikan oleh pihak Kepolisian yang sebelumnya menahan 11 orang buruh sawit korban kriminalisasi.
Sikap Kepolisian yang memberikan ruang kepada PT TSP untuk memberikan surat pernyataan agar ditandatangani oleh 9 orang buruh sawit itu seakan-akan menunjukkan fakta bahwa pihak Polres Keerom yang tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan persoalan hubungan industrial melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan yang jelas-jelas dilarang oleh Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Kepolisian Republik Indonesia.
Terlepas dari itu, dengan melihat fakta dalam kasus buruh sawit yang dikriminalisasi, rupanya ada satu orang yang statusnya bukan buruh sawit, namun sebagai pengurus Serikat Buruh Kabupaten Keerom, maka melalui praktek kriminalisasi buruh sawit itu menunjukkan fakta pemberangusan Serikat Buruh yang dilakukan sebab perusahaan mengkriminalisasi pengurus Serikat Buruh Kabupaten Keerom.
Untuk merespons semua tindakan semena-mena yang dilakukan oleh PT TSP maupun aparat keamanan, tentunya akan dilakukan upaya hukum demi memperjuangkan hak buruh sawit PT Tandan Sawita Papua dan juga kebebasan berserikat dalam perusahaan sawit maupun di luar. (*)
Keerom, 17 Juni 2023