PolhukamDemokrasiKepolisian Bungkam Kampanye Lawan Oligarki Jelang Pemilu 2024

Kepolisian Bungkam Kampanye Lawan Oligarki Jelang Pemilu 2024

SORONG, SUARAPAPUA.com — Sebanyak 12 orang aktivis Greenpeace ditangkap saat kampanye melawan oligarki menjelang pesta pemilihan umum (Pemilu) 2024 di kawasan bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023) lalu.

Mereka ditahan usai menceburkan diri ke kolam dengan membawa beberapa atribut boneka raksasa berbentuk gurita. Sementara, polisi mengaku sudah memberikan imbauan agar kegiatan di kolam tidak dilakukan.

“Kami meminta kepolisian membebaskan para aktivis dan kru kendaraan yang masih ditahan. Aksi Greenpeace di bundaran HI itu merupakan aksi damai tanpa kekerasan. Para aktivis juga sudah membubarkan diri dengan tertib ketika petugas keamanan memerintahkan untuk menyudahi aksi,” kata Iqbal Damanik, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, dalam keterangan pers yang diterima suarapapua.com, Sabtu (7/10/2023).

Aksi Greenpeace lawan oligarki di Bundaran HI, Jakarta, Jumat pagi, 6 Oktober 2023. (Jurnasyanto Sukarno for Suara Papua)

Aksi ini menurutnya, bertepatan dengan momentum pendaftaran calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) pada Pemilu 2024 yang akan dibuka 19 Oktober mendatang. Karena itu, Greenpeace berupaya mengajak publik untuk menyelamatkan bumi dari ancaman krisis dan memastikan Pemilu 2024 bebas dari cengkeraman oligarki. Aksi ini disebut momentum protes atas Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu.

“Sudah seharusnya Pemilu yang akan datang bebas dari kepentingan oligarki, sebab selama ini oligarki telah membajak kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mengorbankan kelestarian lingkungan, dan menindas hak-hak rakyat demi kepentingan mereka sendiri,” kata Iqbal.

Baca Juga:  20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

Samuel Moifilit, koordinator photo opportunity lawan oligarki, kepada suarapapua.com mengungkapkan, pembungkaman ruang demokrasi juga terjadi di Sorong, Papua Barat Daya (PBD).

Menurutnya, saat melakukan aksi di kantor gubernur dan KPU PBD pada Kamis (5/10/2023) lalu, tidak ada pembatasan. Tetapi setelah aksi di Tugu Pawbili, mereka didatangi sejumlah oknum aparat keamanan berpakaian preman.

“Kami melakukan photo opportunity dari kantor gubernur dan kantor KPU provinsi Papua Barat Daya, semua berjalan lancar dan kami diterima dengan baik oleh penjaga kantor tersebut. Namun saat kami berada di Tugu Pawbili, setelah photo opportunity sudah mau selesai, beberapa oknum intel TNI Polri datang dan meminta keterangan dari saya dan kawan terkait kegiatan yang kami lakukan,” jelasnya.

Moifilit menceritakan, selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba sejumlah aparat kepolisian dari Polres Aimas bersama Kabag Ops mendatangi mereka dan meminta agar aksi tidak dilanjutkan di tempat lain karena ada acara peringatan HUT TNI.

“Setelah kami mendapatkan arahan dari Kabag Ops untuk tidak melanjutkan kegiatan melewati Alun-alun Aimas karena kegiatan hari ulang tahun TNI sedang berlangsung, saya dan kawan-kawan pun mengiyakan sebagai bentuk penghormatan dan akan kembali ke sekretariat,” kata Moifilit.

Baca Juga:  Pilot Selandia Baru Mengaku Terancam Dibom Militer Indonesia
Sejumlah aparat kepolisian dari Polres Aimas bersama Kabag Ops mendatangi massa meminta tidak lanjutkan ke tempat lain karena ada acara peringatan HUT TNI. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Hanya saja, lanjut Samuel, “Sangat disayangkan setelah kami hendak persiapan untuk kembali ke sekretariat, datang seorang oknum polisi berpakaian preman membentak kami dan melarang kami untuk tidak melakukan aksi di Tugu Pawbili.”

“Tiba-tiba datang oknum aparat berbaju kemeja biru dan celana panjang Levi’s bersuara dengan nada keras kepada saya sambil menanyakan, “Mana koordinatornya? Kamu tahu aturan kah tidak? Kamu orang Moi dari mana? Pergi aksi di ko punya tempat, jangan aksi di sini. Kamu tahu undang-undang kah tidak?”. Oknum polisi itu sempat mengaku kalau dia juga suku Moi marga Osok,” tutur Samuel meniru gaya bicara oknum aparat keamanan tersebut.

Juru kampanye Selamatkan Manusia, Tanah dan Hutan Malamoi mengecam tindakan dari oknum aparat keamanan itu. Karena tindakan membentak seperti itu merupakan penjahat demokrasi, apalagi dilakukan oleh oknum aparat keamanan.

“Harusnya dia bisa tahu posisi dia sebagai apa. Dewan adat suku Moi, aparat keamanan atau marga suku Moi yang datang kemudian membentak kami seperti begitu. Jangan ciptakan konflik horizontal sesama suku Moi. Kami di sini hanya melakukan foto sebagai bentuk kebebasan berekspresi sebagaimana diatur dalam Undang-undang perubahan kedua UUD 1945, Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dan sebagainya, termasuk pengesahan kovenan internasional hak-hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) melalui Undang-undang nomor 12 tahun 2005,” beber Moifilit.

Baca Juga:  C1 Pleno 121 TPS Kembali Dibuka Atas Rekomendasi Bawaslu PBD
Orang muda di Sorong lawan oligarki, Kamis (5/10/2023). (Reiner Brabar – Suara Papua)

Belasan aktivis Greenpeace yang sempat diamankan pihak kepolisian telah dipulangkan.

“Sudah [dipulangkan],” kata Kapolsek Menteng AKBP Irwandy Idrus kepada wartawan, Sabtu (7/10/2023), dilansir detiknews.

Irwandy Idrus mengatakan, para aktivis telah dipulangkan sejak Jumat (6/10/2023) malam. Mereka dipulangkan usai menjalani pemeriksaan.

Tetapi pemulangan para aktivis tak menghentikan status kasus Greenpeace membawa ‘gurita’. Kata Irwandy, status kasus tersebut masih dalam penyelidikan.

Diberitakan media ini sebelumnya, Greenpeace serukan Pemilu 2024 tanpa oligarki dengan membawa “Gurita Monster Oligarki” menduduki kolam bundaran HI di kawasan jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023) pagi.

Aksi ini dilakukan menjelang pendaftaran Capres dan Cawapres di Pemilu 2024.

Dengan teaterikalnya memperagakan figur politikus yang ingin mencalonkan sebagai kepala negara.

Dalam seruannya, Greenpeace mengajak publik mewaspadai oligarki yang menyelinap di belakang para kandidat, serta bersama-sama menyerukan “PemiluTanpaOligarki dan “PilihBumiBukanOligarki”. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.