Nasional & DuniaPBB Akhirnya Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

PBB Akhirnya Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pada Jumat (27/10/2023), Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) akhirnya mengesahkan resolusi terkait seruan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. Gencatan senjata yang segera dilakukan, berjangka panjang, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.

Kantor berita Reuters mengutip laporan Associated Press, dalam resolusi tersebut ditekankan terkait tuntutan penyediaan yang cepat, kontinu, memadai, dan tanpa hambatan terkait berbagai barang dan layanan esensial bagi warga sipil di seluruh Jalur Gaza, termasuk air, makanan, pasokan medis, bahan bakar, listrik. Seruan bertujuan agar akses kemanusiaan segera sepenuhnya, berkelanjutan, aman dan tanpa hambatan ke Gaza.

Dilaporkan, draft resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza diajukan hampir 50 negara, seperti Mesir, Palestina, Yordania, Turki, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UAE). Hasil akhir mendapat dukungan dari 121 suara, dan 14 suara menolak, serta 45 lainnya abstain. Pemungutan suara dilakukan setelah melalui proses pemungutan suara dari 113 pembicara dalam sebuah sesi khusus darurat mengenai tindakan Israel di wilayah Palestina.

Baca Juga:  Paus Fransiskus Segera Kunjungi Indonesia, Pemerintah Siap Sambut

Dalam pertemuan Sidang Khusus Darurat ke-10 mengenai situasi di wilayah pendudukan Palestina, draft tersebut mengungkapkan “keprihatinan luar biasa” atas “eskalasi kekerasan terkini” sejak Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober lalu.

Mahmoud Hmoud, Duta Besar Yordania untuk PBB, berbicara atas nama kelompok Timur Tengah yang beranggotakan 22 negara di PBB, menyerukan agar resolusi tersebut segera ditindaklanjuti karena mendesaknya situasi di lapangan yang kian memanas.

Robert Rae, Duta Besar Kanada untuk PBB, menyatakan, dari resolusi tersebut terlihat bahwa peristiwa 7 Oktober telah dilupakan. Amandemen tersebut akan mengutuk Hamas yang bertanggungjawab atas salah satu serangan teroris terburuk dalam sejarah.

Sementara itu, Munir Akran, Duta Besar Pakistan untuk PBB, mengatakan, resolusi yang dirancang oleh kelompok Timur Tengah itu sengaja tidak mengutuk atau menyebut Israel maupun pihak lain.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

“Jika Kanada benar-benar adil, akan setuju untuk menyebut nama semua orang, kedua belah pihak yang bersalah melakukan kejahatan, atau tidak menyebut nama keduanya seperti yang kami pilih,” kata Munir.

Kekerasan meletus di Israel pada akhir pekan lalu (7/10/2023) saat ratusan warga Kepulauan Pasifik mengunjungi wilayah tersebut. (AFP)

Sesi khusus darurat majelis dimulai Rabu (25/10/2023) berlanjut Jumat (27/10/2023) pagi dengan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield yang menggemakan utusan Israel dengan menyebut resolusi itu keterlaluan karena tidak pernah menyebut Hamas dan mengatakan bahwa resolusi itu merugikan visi solusi dua negara.

Resolusi itu mengecam “segala aksi kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan Israel, termasuk semua aksi teror dan serangan tanpa pandang bulu, serta semua tindakan provokasi, penghasutan dan penghancuran.”

Resolusi tersebut meminta agar “seluruh pihak segera dan sepenuhnya mematuhi kewajiban mereka di bahwa hukum internasional.”

Baca Juga:  Ancaman Bougainville Untuk Melewati Parlemen PNG Dalam Kebuntuan Kemerdekaan

Menekankan perlunya melindungi warga sipil “sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional dan hukum HAM internasional”, draft tersebut menyerukan “pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap semua warga sipil yang disandera secara ilegal.”

Resolusi PBB itu juga menggarisbawahi pentingnya “mencegah destabilisasi dan eskalasi kekerasan lebih lanjut di kawasan.”

Pengesahan RUU tersebut menyusul penolakan majelis terhadap amandemen Kanada, yang didukung Amerika Serikat, yang mengecam “serangan teroris” Hamas pada 7 Oktober.

Pengesahan itu terjadi setelah empat rancangan resolusi yang berbeda di Dewan Keamanan PBB diveto dalam 10 hari.

Israel dan Amerika Serikat termasuk dalam 14 negara yang menentang resolusi jeda kemanusiaan tersebut. Negara lainnya adalah Kroasia, Hongaria, Austria, Ceko, Guatemala, Paraguay, Kepulauan Marshall, Papua Nugini, Tonga, Mikronesia, Nauru, dan Fiji. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.