BeritaDidemo Mahasiswa Papua, Begini Jawaban Sekjen Kementerian ESDM

Didemo Mahasiswa Papua, Begini Jawaban Sekjen Kementerian ESDM

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tidak ada jawaban tepat dari pihak Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) menanggapi desakan mahasiswa Papua saat aksi unjuk rasa, Selasa (14/11/2023), terkait dengan pernyataan tolak rencana operasi tambang minyak dan gas bumi (Migas) di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.

Dadan Kusdiana, sekretaris jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, didampingi sejumlah pejabat sempat menemui massa aksi di pagar kawat, menyampaikan beberapa kata penghibur yang secara esensi tidak menjawab tuntutan mahasiswa.

“Terima kasih. Dokumen pernyataan sikap ini kami terima. Saya tidak mempunyai kewenangan. Tapi saya akan lanjutkan dokumen aspirasi ini ke atasan, pak menteri dan para dirjen. Saya apresiasi adik-adik sekalian. Tadi sama koordinator dan perwakilan, saya bicara begini, bahwa kita akan diskusi lagi. Saya dan tim ESDM akan ke sana [Timika], bertemu dan bicara dengan bapak-bapak di lapangan. Kita akan diskusi, kita akan jelaskan, seperti apa yang sekarang sedang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, bagaimana prosedur, aturan mainnya, apa saja manfaatnya, dan lain-lain,” tuturnya menjawab apa langkah Kementerian ESDM terhadap aksi tuntut pemerintah segera menghentikan pelelangan eksplorasi migas Agimuga.

Sekjen Kementerian ESDM lebih banyak memberi motivasi kepada mahasiswa-mahasiswi yang turun jalan. Ia minta siapkan diri dengan baik melalui studi agar setelah kembali bisa bangun daerah lebih maju dan masyarakat semakin sejahtera.

“Saya tidak bisa menjanjikan karena memang bukan kewenangan saya. Bukan saya yang menandatangani juga. Silakan koordinator nanti kontak saya apa tindaklanjutnya setelah ada aspirasi ini. Tetapi yang paling pokok, saya akan memperhatikan dan menindaklanjutinya, sesuai permintaan adik-adik mahasiswa tadi. Gitu ya,” ujarnya.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Kusdiana menambahkan, “Ketua bisa kontak saya. Sebab kemungkinan tim ESDM akan ke sana untuk ngobrol dengan bapak-bapak di sana untuk memastikan rencana ini [eksplorasi Migas di Agimuga] seperti apa.”

Dalam orasinya di depan kantor Kementerian ESDM, mahasiswa Papua menyatakan menolak pelelangan eksplorasi dan pembukaan tambang migas Agimuga I dan Agimuga II di distrik Agimuga.

Mahasiswa asal kabupaten Mimika (IPMAMI) se-Jawa-Bali dan solidaritas mahasiswa Papua dalam aksi tersebut menegaskan, sikap tolak disampaikan karena kehadiran berbagai perusahaan apapun termasuk pertambangan tidak memberi manfaat bagi masyarakat Papua.

Demonstrasi damai mahasiswa Papua menolak pembukaan eksplorasi Migas di Agimuga, Mimika, Papua Tengah, di Jakarta, Selasa (14 11 2023). (Screenshot – SP)

Contohnya kehadiran perusahaan raksasa PT Freeport Indonesia sejak 1967, perusahaan migas di Bintuni, perusahaan minyak di Sorong dan 12 perusahaan kelapa sawit di Tanah Papua, serta perusahaan tambang emas Blok Wabu, kabupaten Intan Jaya.

Lantaran masyarakat adat tidak merasakan kesejahteraan sejak banyak perusahaan itu hadir dan fokus hanya kuras segala kekayaan Papua, hal sama tidak ingin terulang dengan rencana tambang Migas di Agimuga.

“Selama ini kami hanya menikmati ampasnya saja, hal itu menyebabkan masyarakat asli Papua menjadi miskin di atas tanah leluhurnya. Kami bahkan menjadi penonton setia atas semua kekayaan kami yang terus menerus dikuras negara melalui investor,” ujar Manu Deikme, salah satu mahasiswa Mimika dalam orasinya dari depan kantor Kementerian ESDM.

Oleh karenanya, mahasiswa menyatakan menolak dengan tegas kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) yang melakukan pelelangan eksplorasi Migas tanpa seizin masyarakat adat Agimuga sebagai pemilik hak ulayat.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

“Cukup sudah pengalaman buruk dialami oleh orang tua dan saudara kami yang lain. Sekarang kami tidak mau merasakan hal yang sama dari kelakuan PT Freeport sejak tahun 1967 sampai sekarang. Kami sebagai anak adat yang mempunyai hak ulayat sangat tidak mendapatkan dampak positif terlebih khusus Amungme dan Kamoro,” ujarnya.

Mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam IPMAMI se-Jawa Bali menyampaikan sejumlah pernyataan sikap.

  1. Segera mencabut segala perizinan pelelangan eksplorasi migas kepada investor nasional maupun internasional dari Kementerian ESDM melalui SKK Migas untuk masuk eksplorasi di Blok Warim, Agimuga I dan Agimuga II, distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.
  2. Mendukung semua perjuangan masyarakat adat di seluruh wilayah Papua, lebih khusus masyarakat adat distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah.
  3. Pemerintah pusat segera menyelesaikan pelanggaran HAM sejak tahun 1963 hingga sekarang dan harus dipertanggungjawabkan.
  4. Segera hentikan rencana pemekaran kabupaten Agimuga untuk transmigrasi dari luar pulau Papua.
  5. Segera hentikan 49 kontraktor yang akan beroperasi di tanah Amungsa distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah.
  6. Menolak seluruh keputusan negara atas pembangunan maupun pengelolaan migas di wilayah Agimuga bahkan seluruh Tanah Papua.
  7. Dari pemilik tanah adat meminta kepada bapak Ir. Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan Republik Indonesia segera menghentikan pelelangan dan eksplorasi migas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.
  8. Mengutuk keras oknum-oknum yang terlibat dalam eksplorasi migas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.
  9. Dengan tegas tidak mengizinkan perusahaan apapun untuk pengolaan migas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.
  10. Distrik Agimuga dipertahankan sebagai Taman Nasional Lorentz yang menjamin masyarakat banyak, sehingga stop eksplorasi migas di wilayah Agimuga.
  11. Kementerian Lingkungan Hidup stop memberikan izin kepada Kementerian ESDM dan SKK Migas tanpa melibatkan masyarakat adat.
  12. Mahasiswa dan masyarakat Mimika pada umumnya menolak tegas eksplorasi migas di tanah Amungsa demi generasi dan anak cucu Amungme-Kamoro.
Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Dalam orasinya mahasiswa mendesak pernyataan sikap tersebut segera diperhatikan dan ditindaklanjuti secara serius. Jika tidak ditanggapi, mahasiswa dan masyarakat setempat bahkan masyarakat Papua umumnya akan melakukan aksi selanjutnya.

Sementara, Daniel Kelanangame, koordinator lapangan aksi mahasiswa Mimika di Jakarta, menyatakan, mahasiswa sebaga generasi penerus tetap memperjuangkan tuntutan masyarakat tolak pembukaan tambang Migas di Agimuga.

“Ketika Blok Warim dieksploitasi jelas akan merusak dan membunuh tempat suci yang sakral pemberi kehidupan bagi manusia, hewan, tumbuhan, ilmu pengetahun di dunia, Indonesia dan lebih khusus masyarakat adat Papua,” ujar Daniel.

Lanjut ditegaskan, masyarakat adat Agimuga melakukan aksi protes di depan kantor DPRD Mimika pada 30 Oktober 2023 menyatakan menolak kehadiran perusahaan Migas di Blok Warim karena melihat kebijakan pemerintah yang tidak menghormati hukum internasional, nasional dan masyarakat adat setempat.

Aksi masyarakat adat suku Amungme di depan kantor DPRD Mimika, Senin (30/10/2022) menyampaikan aspirasi penolakan terhadap rencana eksplorasi minyak dan gas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah. (Ist)

Apalagi masyarakat adat Amungme tidak pernah tahu tentang adanya rencana perusahaan Migas masuk ke distrik Agimuga. Juga masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dari sejak awal. Jikapun ada, ternyata itu hanya oknum yang berusaha mengatasnamakan masyarakat adat Agimuga, Amungme dan Mimika umumnya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.