BeritaEksploitasi Migas di Agimuga Akan Merusak Eksistensi Masyarakat Adat dan Lingkungan

Eksploitasi Migas di Agimuga Akan Merusak Eksistensi Masyarakat Adat dan Lingkungan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ikatan Pelajar Mahasiswa Mimika se-Jawa Bali dan solidaritas mahasiswa Papua gelar aksi demo damai menolak pembukaan pertambangan Migas di distrik Agimuga, kabupaen Mimika, provinsi Papua Tengah, di depan kantor Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Jakarta, Selasa (14/11/2023).

“Ketika Blok Warim dieksploitasi jelas akan merusak dan membunuh tempat suci yang sakral pemberi kehidupan bagi manusia, hewan, tumbuhan, ilmu pengetahun di dunia, Indonesia dan lebih khusus masyarakat adat Papua,” ujar Daniel Kelanangame, koordinator lapangan dalam aksi mahasiswa Mimika di Jakarta.

Dengan melihat kebijakan pemerintah yang tidak menghormati hukum internasional, nasional dan masyarakat adat setempat, mahasiswa menyatakan bahwa masyarakat adat Agimuga melakukan aksi protes di depan kantor DPRD Mimika pada 30 Oktober 2023 yang menuntut penolakan terhadap kehadiran perusahaan Migas di Blok Warim.

Berikut beberapa kutipan dari dasar hukum atau peraturan internasional, nasional dan masyarakat adat yang menjadi dasar penolakan pembukaan pertambangan Migas di distrik Agimuga, Mimika.

Hukum Internasional
Pada tahun 1919, ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz pada masa pemerintahan Belanda merupakan pengakuan resmi yang pertama kali tercatat dalam sejarah Taman Nasional Lorentz.

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Pada tahun 1999, pendaftaran sebagai Warisan Alam Dunia diajukan dengan mengeluarkan sekitar 150.000 hektare dari kawasan yang memiliki izin eksplorasi minyak dan gas yang dimiliki oleh Conoco. Penetapan Kawasan Lorentz sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) diresmikan dengan Surat WHG/74/409.1/NI/CS pada tanggal 12 Desember 1999 dengan luas resmi 2.350.000 hektare.

Undang-Undang nomor 5 tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Conservation on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Keanekaragaman Hayati).

Hukum Indonesia
Tahun 1970, direkomendasikan sebagai jaringan kawasan Irian yang dilindungi oleh pakar-pakar dari Dirjen Kehutanan RI, IUGN, FAO, dan WWF.

Tahun 1978, Pemerintah Indonesia menetapkan sebagai Cagar Alam (Strict Nature Reserve) dengan menetapkan tata batas kawasan seluas 2.150.000 hektare dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 44/Kpts/Um/I/1978 pada tanggal 25 Januari 1978.

Tahun 1997, Taman Nasional Lorentz ditetapkan secara resmi dengan luas 2.505.600 hektare sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 154/Kpts-II/1997 pada tanggal 19 Maret 1997 yang memasukan tambahan bagian Timur dan Laut di sebelah selatan.

Hukum Masyarakat Adat
Sejak 13 September 2007 dalam Sidang Umum PBB mendeklarasikan tentang Hak-hak Masyarakat Adat (The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples). Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, yang menurut International Labor Organization (ILO), diperkirakan berjumlah sekitar 374 juta jiwa di seluruh dunia dan sekitar 60 juta jiwa di Indonesia.

Baca Juga:  Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

Dalam deklarasi PBB ditegaskan, masyarakat adat berhak untuk menikmati secara penuh, baik secara kolektif maupun individual, segala macam hak asasi dan kebebasan mendasar seperti yang diakui dalam Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, dan perangkat hukum internasional lainnya.

Tanah Papua adalah tanah adat masyarakat adat Papua. Masyarakat adat Papua memandang Tanah Papua sebagai mama pemberi kehidupan. Masyarakat adat Papua mempunyai gambaran gunung adalah kepala, lembah adalah perut, laut adalah kaki. Blok Warim adalah tempat sakral dan pemberi hidup bagi masyarakat adat yang mendiami wilayah Taman Lorentz.

Penolakan ini terus dilakukan menurut Daniel, karena melihat dan mengalami apa yang dilakukan setiap perusahaan yang ada di Papua yang mana menimbulkan banyak masalah.

Terutama kehilangan tempat tinggal, tempat cari makan, tempat cari obat-obatan, tempat-tempat keramat yang digusur, rawa-rawa sagu digusur, sehingga membuat hidup masyarakat Papua menderita, sengsara, di atas tanah sendiri yang diwariskan oleh leluhur.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

“Kami ikatan pelajar dan mahasiswa dari wilayah adat Mimika Papua Tengah menyampaikan dukungan kami bahwa kami menolak eksploitasi tambang minyak di Blok Warim yang merupakan wilayah Taman Lorentz dalam pengawasan UNESCO,” ujarnya dalam pernyataan itu.

“Masyarakat adat adalah bagian tidak terpisahkan dari masyarakat adat Amungme, Semopane, Nduga dan Papua untuk menjaga hutan, sungai dan lingkungan hidup sesuai dengan Perda nomor 6 tahun 2008 tentang Lingkungan Hidup, Pasal 7 ayat 1, bahwa setiap orang berperan serta dalam menjaga, mengelola, memanfaatkan lingkungan berdasarkan prinsip pelestarian lingkungan hidup.”

“Ayat 2, setiap orang dapat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan atas kebijakan pelestarian lingkungan hidup.”

“Persoalan serius akan mengancam manusia dan tanah adat wilayah adat kami, maka kami pelajar dan mahasiswa dari wilayah adat Agimuga, Mimika dan Papua melakukan aksi damai ini.”

“Kami juga meminta dan melarang keras kepada pemerintah provinsi dan kabupaten jangan mengeluarkan izin-izin secara sepihak di atas seluruh tanah adat masyarakat Papua karena Papua adalah tanah adat bukan tanah negara,” pungkasnya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.