SORONG, SUARAPAPUA.com— Peringati hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang ke -75 tahun, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sorong Raya gelar aksi mimbar bebas di Taman City, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya pada, Minggu (10/12/2023).
Dalam aksi mimbar tersebut, KNPB Wilayah Sorong Raya menyampaikan sejumlah tuntutan dalam sebuah pernyataan sikap.
Klarce Fess, koordinator aksi mengatakan, aksi yang dipusatkan di Taman Sorong City pada Minggu 11 Desember 2023 tersebut melibatkan sejumlah organisasi, termasuk mahasiswa.
“Aksi kali ini kami menyampaikan sejumlah pokok pikiran yang di dalamnya ada delapan poin tuntutan,” ujar Klarce.
Klarce mengakui, momen hari HAM yang diperingati setiap tahun ini hanya sebuah simbol eforia semata.
Menurutnya, hingga saat ini berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia secara umum dan terlebih khusus di tanah Papua tidak pernah di selesaikan oleh Pemerintah Indonesia.
“Pelanggaran HAM di Papua tidak pernah selesai. Meskipun Presiden Jokowi sendiri telah berjanji dan mengakui beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua, tetapi hingga saat ini tidak ada kepastian yang jelas dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, ” jelasnya.
Apey Tarami, salah satu massa aksi mengatakan Pemerintah Indonesia sedang melakukan pencitraan dengan menyuarakan perdamaian antara Israel dan Palestina dan melupakan Papua.
“Di Papua banyak pelanggaran HAM yang terjadi, tetapi Pemerintah Indonesia tidak pernah ada itikad baik untuk menyelesaikannya. Percuma bicara Pemerintah Indonesia, bicara perdamaian Israel dan Palestina kalau Papua saja masih dijajah,” katanya.
Dengan melihat situasi pelanggaran HAM yang terus terjadi di Tanah Papua, maka,dengan tegas Komite Nasional Papua Barat Wilayah Sorong Raya dan sejumlah organisasi menyampaikan sejumlah poin;
Pertama, TPNPB Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan TNI-Polri segera melakukan gencatan senjata serta melakukan perundingan yang melibatkan pihak netral dari internasional.
Kedua, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera ikut mengevakuasi para korban kemanusiaan dan memberikan jaminan hidup.
Ketiga, PBB, Belanda, Amerika Serikat, dan Indonesia segera bertanggung jawab atas peristiwa Pepera 1969 dan menggelar referendum ulang secara jujur di Papua.
Keempat, PBB harus segera menyerukan perdamaian perang antara Ukraina-Rusia, Israel-Hamas, Indonesia-West Papua.
Kelima, menyerukan kepada rakyat Papua, Indonesia, dan solidaritas internasional agar memberi dukungan kepada Haris Azhar dan Fatia.
Keenam, KNPB mendesak pemerintah Indonesia agar menghentikan kriminalisasi terhadap pejuang dan aktivis Papua Barat.
Ketujuh, KNPB mendesak agar segera menutup PT Freeport Indonesia dan operasi pertambangan lain di Papua Barat.
Kedelapan, KNPB sebagai media bangsa West Papua, mendesak seluruh pejuang dan rakyat agar berjuang untuk menentukan nasib sendiri.