SORONG, SUARAPAPUA.com— Pelaksanaan Pemilu di tanah Papua dinilai cacat hukum, karena partai politik dan KPU RI dinilai telah melanggar pasal 28 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus).
Komisioner KPU RI dalam penyusunan PKPU mengabaikan daerah otonomi khusus yang ada di tanah Papua, yang telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
Yanto Amus Ijie, Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) menyebut, Orang Asli Papua (OAP) bisa kehilangan kursi legislatif pada Pemilu 2024, karena pemerintah dan partai politik (Parpol) mengabaikan UU Otonomi Khusus.
“Setelah melakukan berbagai kajian dan diskusi menemukan adanya ketidakseriusan pemerintah dan Parpol dalam melaksanakan otonomi khusus di Papua. Padahal kehadiran otonomi khusus ini untuk melindungi hak-hak orang asli Papua, sehingga perlu membangun OAP di bingkai NKRI,” kata Yanto Idjie kepada suarapapua.com usai audiens dengan MRP –Papua Barat Daya pada, Kamis (1/2/2024).
Yanto menjelaskan fakta yang terjadi adalah partai politik maupun calon legislatif 2024, baik DPR Kabupaten, propinsi hingga pusat di Papua Barat Daya didominasi orang non Papua. Hal ini bisa mengakibatkan hak politik orang Papua akan tanah sendiri hilang.
“Orang Papua akan menjadi penonton di tanah sendiri. Kita bisa melihat baliho-baliho yang terpampang di sepanjang jalan. Provinsi PBD ini hadir atas keinginan masyarakat melalui pasal 76 undang-undang Otsus. Kalau untuk calon presiden saja bisa mengalami perubahan dari umur 40 ke 35 tahun dan dikeluarkan PKPU, maka kami di Papua juga meminta untuk pemerintah pusat dan KPU RI menerbitkan PKPU khusus untuk pelaksanaan pemilihan legislatif di tanah Papua,” ungkap Yanto.
Menurut Yanto, Komisioner KPU RI dalam penyusunan PKPU mengabaikan daerah otonomi khusus yang ada di tanah Papua, yang telah diatur melalui UU 21 tahun 2001 tentang Otsus.
“Oleh karenanya dalam pelaksanaan Pileg, kami dari Fopera, forum lintas suku dan juga tokoh masyarakat akan melaporkan Komisioner KPU RI ke DKPP,” ungkapnya.
Ketua Fopera mengakui dalam waktu dekat akan melakukan audiens dengan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) untuk membahas pemilihan legislatif 2024.
“Kami sudah melakukan audiens dengan KPU Papua Barat Daya dan sekarang kami audiens dengan MRP-PBD guna meminta dukungan dari lembaga kultur, karena dalam waktu dekat Fopera akan bertemu Wakil Presiden Indonesia selaku Ketua BP3OPK untuk membahas hal ini,” jelasnya.
Ia menegaskan perjuangan Fopera bukan bertujuan untuk membatalkan Pemilu 2024, tetapi untuk memperjuangkan hak politik orang asli Papua. Katanya, memang banyak orang yang menilai langkah ini terlambat, tetapi Fopera tetap akan berjuang memperjuangkan aspirasi orang Papua.
“Kami tetap berjuang, apapun keputusannya, kami tetap berjuang. Tidak ada kata terlambat dalam perjuangan. Fopera tetap mendukung proses Pemilu 2024. Sekali lagi saya tegaskan Fopera hanya memperjuangkan aspirasi orang Papua, bukan membatalkan pelaksanaan Pemilu,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mesakh Mambraku, Ketua sementara MRP-PBD mengapresiasi perjuangan Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) dalam memperjuangkan hak politik orang asli Papua.
“MRP mendukung apa yang diperjuangkan Fopera, karena ini merupakan hak dasar orang Papua sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU Otsus Nomor 2 tahun 2021,”pungkasnya.