NABIRE, SUARAPAPUA.com — Sebuah perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) secara diam-diam sedang babat hutan di Potowaiburu, distrik Mimika Barat Jauh, kabupaten Mimika, Papua Tengah. Masyarakat setempat belum merasakan manfaat dari hadirnya PT Mutiara Alas Khatulistiwa (MAK) di sana.
Keberadaan perusahaan HPH ini menurut John NR Gobai, anggota DPR Papua, patut dipertanyakan karena hutan dibabat dan kayu berkubik-kubik sudah dan sedang diangkut keluar Mimika.
“Ternyata di wilayah kabupaten Mimika masih marak dengan illegal logging. Selama beberapa tahun ada satu perusahaan masuk babat hutan di daerah Potowaiburu. Kira-kira perusahaan HPH ini ada bantu masyarakat asli atau hanya sebatas babat hutan untuk ambil kayu saja? Aktivitasnya baru kami tahu beberapa waktu lalu, dan itu juga setelah ada pemberitaan media tentang keberadaan perusahaan kayu itu. Begitu dapat informasi itu, kami melakukan kunjungan kerja ke sana pada tanggal 23 Januari 2024,” kata John kepada suarapapua.com, Rabu (7/2/2024) siang.
Selain turun ke lokasi perusahaan HPH, John juga menyempatkan diri berkunjung ke kantor cabang Dinas Kehutanan provinsi Papua Tengah di Timika.
“Informasi itu juga kami dikuatkan dengan gambar-gambar yang menunjukkan bahwa di tengah-tengah hutan ada truk besar, alat-alat berat dan di pinggir pantai terdapat kapal yang karam, ada logpon juga. Itu artinya, ada kapal yang sering datang memuat kayu dari sana,” jelasnya.
Masalahnya, kata John, setelah turun ke lapangan, tiada manfaat bagi masyarakat asli. Sebab masyarakat asli belum dilayani dengan kapal perintis yang menjadi satu kerinduan mereka selama ini.
“Perusahaan rutin muat kayu di kapal dan diangkut. Tapi untuk membantu masyarakat tidak disediakan sarana transportasi, baik oleh pemerintah atau swasta yang mengambil kayu,” lanjut Gobai.
Kunjungan kerja ke Mimika hingga di Potowaiburu, John mengaku ingin memastikan keberadaan PT MAK selama ini, apakah setelah membabat hutan masih ikut sejahterakan masyarakat yang ada di sekitar lokasi illegal logging?.
“Kami mau pastikan, apakah kehadiran perusahaan ini dalam membangun kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam usaha-usaha perekonomian antara lain seperti hasil hutan kayu hasil hutan bukan kayu ataupun jasa lingkungan yang dilakukan dengan kemitraan di bawah konsep besar yaitu perhutanan sosial,” tuturnya.
Kata John NR Gobai, hal tersebut telah dilaporkan ke kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup provinsi Papua Tengah.
“Harapannya, pemerintah provinsi Papua Tengah dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup sesegera mungkin mengambil langkah-langkah untuk melakukan klarifikasi kepada perusahaan HPH itu. Dengan begitu, kita sama-sama memastikan apakah kehadiran perusahaan ini ikut berkontribusi bagi masyarakat ataukah belum melakukan apa yang harus dilakukan?”
Lanjut Gobai, “Yang kami khawatirkan adalah pembabatan yang dilakukan itu guna clearing agar ke depan dapat dengan mudah dijual ke perusahaan kelapa sawit. Hal macam ini pernah terjadi di kabupaten Nabire dan juga di kabupaten Mimika.”
Karena itulah, Gobai minta harus diperjelas, aktivitas dari PT MAK di distrik Mimika Barat Jauh apakah bertujuan membabat hutan ataukah kemudian turut mensejahterakan masyarakat setempat?.
Dari penelurusan suarapapua.com, pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup memberikan izin kepada PT MAK dengan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu UIPHHK-HA SK Menhut nomor 676/MENHUT-II/2014 tanggal 12 Agustus 2014.
Izin diberikan dengan luas lahan 81.855 hektar di kabupaten Mimika dan Dogiyai, provinsi Papua Tengah.
Perusahaan tersebut beralamat di Kirana Boutique Office Jln. Kirana Avenue 1 Blok/Kav. C2/10-11 Kelapa Gading, Jakarta Utara, nomor telepon 021-29375620. []