ArtikelKegagalan DPRD Pegunungan Bintang Dalam Menghasilkan Peraturan Daerah

Kegagalan DPRD Pegunungan Bintang Dalam Menghasilkan Peraturan Daerah

Oleh: Askin Alimdam*
*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh

Kabupaten Pegunungan Bintang adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi Papua Pegunungan. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 26 tahun 2002 tanggal 11 Desember 2002 bersama 13 kabupaten lainnya di Tanah Papua.

Seiring dengan pembentukan kabupaten Pegunungan Bintang, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam proses legislasi dan pengambilan keputusan di tingkat kabupaten. DPRD bertugas untuk membuat peraturan daerah (Perda), mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, serta menyalurkan aspirasi masyarakat.

Saat ini DPRD kabupaten Pegunungan Bintang beranggotakan 25 orang.

DPRD memiliki tugas dan kewenangan untuk membentuk peraturan daerah (Perda) bersama kepala daerah. Dibentuknya Perda sebagai bahan pengelolaan hukum di tingkat daerah guna mewujudkan kebutuhan perangkat peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan pemerintahan daerah serta sebagai penampung aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.

DPRD memiliki hak inisiatif untuk mengusulkan draft Perda yang bersifat mutuatis mutandis atau tidak berlawanan dengan peraturan di atasnya dan sesuai dengan kebutuhan, keinginan rakyat yang sesuai dengan pedoman program kerja legislasi daerah (Prolegda), kemudian dibahas dan disepakti secara bersama dengan kepala daerah dalam Sidang Paripurna Penetapan Peraturan Daerah.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Dalam kenyataannya hingga sejauh ini DPRD kabupaten Pegunungan Bintang gagal menghasilkan berbagai Perda sesuai kebutuhan masyarakat. DPRD sebagai penyambung lidah rakyat mestinya lebih peka dan mengerti tentang kebutuhan dan kehendak rakyat.

Situasi dan kondisi Pegunungan Bintang sejak kabupaten hadir sampai saat ini banyak persoalan, baik persoalan sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Contoh persoalan sosial, maraknya bandar judi, togel, rolex, minuman keras, dan  karaoke/bar.

Selain itu, persoalan ekonomi terkait harga barang yang cukup tinggi dan proteksi hak ekonomi pedagang orang asli Pegunungan Bintang. Persoalan lingkungan terutama sampah, pertambangan, penebangan hutan adat, pemanfaatan tanah dan air.  Selain itu, konflik dan kekerasan yang sering terjadi di tengah masyarakat Pegunungan Bintang.

Berbagai persoalan tersebut mestinya menjadi acuan bagi DPRD menyusun Perda. Namun yang terjadi selama ini justru anggota DPRD Pegunungan Bintang apatis dan gagal dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya menjalankan fungsi legislasi.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Kualitas DPRD dalam produksivitas Perda sangat minim yang disebabkan karena anggota DPRD kurang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang cukup tentang proses legislasi, kebutuhan masyarakat, dan isu-isu yang perlu diatur dalam Perda.

Sentimen politik antara DPRD dan eksekutif juga menghambat proses legislasi. Hal tersebut berpengaruh juga pada ketersediaan keuangan dan teknis yang diperlukan untuk melakukan penelitian, diskusi, dan pembahasan yang mendalam terkait dengan perumusan dan pembuatan Perda.

Oleh karena itu, ada beberapa saran untuk perbaikan kedepan, antara lain:

Pertama: Untuk meningkatkan produksivitas DPRD kabupaten Pegunungan Bintang dalam mengajukan Rancangan Perda, maka pemahaman anggota DPRD kabupaten Pegunungan Bintang tentang legislasi harus terus ditingkatkan sampai pada tingkat kemampuan dalam menilai kualitas Rancangan Perda berdasarkan kepentingan masyarakat.

Kedua: DPRD kabupaten Pegunungan Bintang harus mempunyai tabulasi data permasalahan masyarakat di kabupaten Pegunungan Bintang sebagai acuan pembentukan Perda. Kemudian Tim Ahli Legislatif Drafting bekerja sama dengan Perguruan Tinggi dalam pembuatan suatu draft Rancangan Perda sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018.

Ketiga: DPRD kabupaten Pegunungan Bintang perlu memprioritaskan penyusunan Rancangan Perda yang berorientasi untuk membangun sistem penyelenggaraan pemerintahan yang good and clean governance dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak rakyat.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Keempat: DPRD kabupaten Pegunungan Bintang perlu mengutamakan pembahasan Perda yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat, dan perlu membuka ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pembahasan rancangan peraturan daerah.

Kelima: Partai politik perlu melakukan seleksi atau uji kompetensi bagi para bakal calon legislatif (Bacaleg) yang mendaftar sebagai calon legislatif, sehingga jika terpilih dapat memahami fungsi, hak dan wewenangannya sebagai anggota legislatif bukan sekedar memenuhi kuota partai tersebut.

Keenam: Sekretariat DPRD harus memiliki daftar Ranperda yang diarsipkan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018.

Ketujuh: Kegiatan dokumentasi dan publikasi harus dimaksimalkan agar Perda yang sudah ditetapkan dapat diketahui oleh seluruh masyarakat.

Kedelapan: Perlu adanya pelatihan dan uji kompetensi bagi anggota DPRD yang menggantikan posisi anggota DPRD yang diberhentikan atau pergantian antar waktu (PAW), sehingga tidak menghambat kinerja DPRD kabupaten Pegunungan Bintang dalam menjalankan tugas dan fungsinya. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.