JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sekretaris II Dewan Adat Papua, John NR Gobai mengatakan, pemberian izin kepada PT. Nabire Baru untuk membuka lahan kelapa Sawit bertentangan dengan UU Lingkungan dan Perkebunan.
“Dari aspek UU Lingkungan Hidup, sebuah izin perkebunan boleh dikeluarkan setelah ada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Sementara dari aspek perkebunan, yang berhak penuh mengeluarkan izin perkebunan ialah dari bupati, bukan gubernur,” kata John kepada suarapapua.com, Rabu (24/2/2016) di halaman PTUN Waena, Jayapura.
Menurutnya, dua pokok persoalan tersebut yang menjadi kesalahan fatal yang dilakukan oleh gubernur dan PT. Nabire Baru dalam pemberian izin usaha perkebunan kelapa sawit milik PT. Nabire Baru di tanah adat Yerisiam, distrik Yaur, Kabupaten Nabire.
“Proses ini sudah berjalan setelah proses pemberian surat izin yang tidak benar. Izin itu dikeluarkan sejak tahun 2008. Amdal dibahas di tahun 2013. Padahal sebenarnya tahun 2011 itu, Badan Lingkungan Provinsi Papua, setelah menerima keberatan dari masyarakat Yerisiam, sudah menghentikan aktivitas perkebunan,” ungkap Gobai.
Ia menjelaskan, pada waktu itu, awal tahun 2013, gubernur Papua saat itu dijabat Constan Karma, memediasi perusahaan dan meminta perusahaan untuk berjalan, tanpa ada dokumen Amdal. Jadi, kata John, ada dua aktor penting dalam persoalan ini yakni mantan gubernur Papua, Barnabas Suebu dan Constan Karma di tahun 2011 yang memberikan izin pada PT. Nabire Baru di Kabupaten Nabire.
“Masyarakat Yerisiam meminta agar dibuat sebuah MoU antara pihak perusahaan dan masyarakat. Setelah itu membicarakan Amdal-nya. Hal ini tidak diinginkan oleh pemerintah Provinsi, apalagi perusahaan PT. Nabire Baru pada saat itu,” bebernya.
Sebaiknya, tegas John, dua mantan gubernur itu harus ada untuk memberikan keterangan di pengadilan, salah satunya Constan Karma harus ada dalam sidang yang direncanakan tanggal 8 Maret 2016 mendatang.
DELPIERO GOBAI